MAKALAH TEKNIK PEMBESARAN IKAN BADUT (Clown fish)
Oleh
Kelompok 1
Arni Khurnia Suci
|
B0A013041
|
Lutfi Mukholifah
|
B0A013023
|
Djihan Ibnu Hayyan
|
B0A0130
|
Tubagus Arga
|
B0A0130
|
Dara Pricilia
|
B0A0130
|
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL
SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PROGRAM STUDI D-III PENGELOLAAN SUMBERDAYA
PERIKANAN DAN
KELAUTAN
PURWOKERTO
2015
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Ikan Nemo atau Clown Fish atau sering juga disebut Ikan
badut. Ikan Nemo ini biasanya ditemukan berhubungan dengan anemon di Oseania,
Indo-Pasifik, dan Great Barrier Reef. Hal ini dapat ditemukan secara
individual, atau lebih umum, berpasangan atau kelompok kecil dalam anemon sama
seperti Heteractis magnifica atau Stichodactyla mertensii. Clown fish
liar jarang akan melebihi 4 ½ inci dan jika dipelihara di akuarium atau
diternak kan ukurannya jarang melebihi 3 ½ inci. Clown fish
sering dikagumi bila dilihat sedang bermain di anemon. Clown fish
dan Anemon tidak saling membutuhkan untuk bertahan hidup, karena Anemon membutuhkan pencahayaan
intens dan lingkungan yang sangat stabil dalam akuarium, lebih baik untuk
memilih anemone yang membutuhkan perawatan yang lebih kecil untuk Clown fish.
Ikan ini cukup menjanjikan
juga bagi peningkatan perekonomian masyarakat. Clown fish atau ikan Nemo
adalah ikan hias air laut yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi. Banyak
orang memeliharanya sebagai ikan hias di akuarium.
Beberapa alasan sehingga ikan ini diminati sebagai pajangan di akuarium, adalah karena keindahan warna tubuhnya yaitu orange cerah dengan kombinasi hiasan 3 garis putih pada bagian kepala, badan dan pangkal ekor, gerakan yang lincah, memiliki postur tubuh mungil dan tidak ganas. Besarnya permintaan pasar yang mengandalkan tangkapan alam tidak diimbangi oleh hasil budidaya, sehingga terjadi eksploitasi yang tidak terkendali dan menyebabkan Clown fish dikategorikan sebagai biota yang dilindungi. Untuk itulah, untuk menjaga populasinya, kegiatan budidaya Clown fish sangatlah diperlukan.
Beberapa alasan sehingga ikan ini diminati sebagai pajangan di akuarium, adalah karena keindahan warna tubuhnya yaitu orange cerah dengan kombinasi hiasan 3 garis putih pada bagian kepala, badan dan pangkal ekor, gerakan yang lincah, memiliki postur tubuh mungil dan tidak ganas. Besarnya permintaan pasar yang mengandalkan tangkapan alam tidak diimbangi oleh hasil budidaya, sehingga terjadi eksploitasi yang tidak terkendali dan menyebabkan Clown fish dikategorikan sebagai biota yang dilindungi. Untuk itulah, untuk menjaga populasinya, kegiatan budidaya Clown fish sangatlah diperlukan.
Perdagangan ikan hias laut merupakan
sektor yang berkembang pesat dan mengandalkan ikan yang hidup di terumbu karang.
Tidak seperti ikan hias air tawar, hanya beberapa spesies hias laut telah
dibudidayakan di penangkaran. Koleksi ikan ini didapatkan dari alam dilakukan
secara luas di perairan India, yang telah meningkatkan kekhawatiran bahwa panen
terus menerus ikan ini tidak hanya akan mempengaruhi spesies sasaran tetapi
juga memiliki dampak yang ireversibel pada komponen seluruh ekosistem terumbu
karang. Di antara ikan hias laut ikan badut dianggap atraksi paling populer
dalam kalangan pecinta aquarium, karena mereka memiliki warna yang cerah,
perilaku serta tampilan yang menarik dan kemampuan mereka untuk beradaptasi di
kondisi penangkaran. Di antara 28 spesies ikan badut, Amphiprion sebae adalah
spesies yang umum yang terdapat di pantai timur India Selatan dan mereka terus
menjadi yang paling dicari selain ikan tropis lainnya (Kumar,2010).
A.
Taksonomi Ikan Badut
Clown fish lebih banyak dikenal
masyarakat dengan sebutan ikan badut. Clown
fish sebenarnya terdiri tidak kurang dari 29 jenis, 28 jenis dari genus
Amphiprion, sedangkan satu jenis merupakan spsies dari genus Premnas yang
mempunyai ciri khusus duri preoperkualitas yang dijumpai dibawa matanya. Pola
warna pada ikan ini sering dijadikan dasar dalam proses identifikasi mereka,
disamping bentuk gigi, kepala dan bentuk tubuh. Secara umum ikan Clown fish berukuran kecil, maksimal
dapat mencapai ukuran 10 – 15 cm. Berwarna cerah, tubuh lebar (tinggi) dan
dilengkapi dengan mulut yang kecil (Fautin, D.G. et.,al. 2007).
B. Klasifikasi
Ikan
badut dari genus Amphiprion diklasifikasikan
sebagai berikut:
Genus :
Amphiprion
C.
Habitat dan
Penyebaran
Ikan
badut merupakan ikan karang tropis yang hidup di perairan hangat pada daerah
terumbu dengan kedalaman kurang dari 50 meter dan berair jernih. Dengan daerah
penyebaran di Samudera Pasifik (Fiji), Laut Merah, Samudra Hindia (Indonesia,
Malaysia, Thailand, Maladewa, Burma), dan Great Barrier Reef Australia. Ikan badut & anemon hidup
berdampingan & saling menguntungkan, Anemon akan melindungi ikan badut dan
ikan badut akan menangkal ikan kupu-kupu (Butterfly Fish) yang suka memakan
anemon. Ikan badut juga akan memakan invertebrata kecil yang melekat di
tentakel anemon yang membahayakan anemon (parasit) dan membantu membersihkan
anemon dari kotoran seperti pasir dsb. Di sisi lain kotoran dari ikan badut
memberikan nutrisi untuk anemon.
Di masa lalu, beberapa studi telah dibuat di tempat lain di penangkaran
ikan badut A.sebae menggunakan air laut tetapi sekarang telah terdpat
penangkaran ikan badut dengan menggunakan air muara (payau). Manajemen
induk A.sebae dengan berbagai
ukuran 4-6 cm diperoleh dari pedagang ikan hias dengan host anemon, Stichodactylus haddoni. Setelah aklimatisasi, mereka tajam diamati untuk cedera atau tanda-tanda penyakit. Setelah memastikan, 10 nomor dari ukuran seragam ikan dan 5 anemon dipindahkan ke tangki 5 ton semen (pendingin tangki) diisi dengan air 2 ton di mana di bawah air sistem penyaringan disediakan, yang dibuat dengan menggunakan karbon aktif, keramik cincin dan pasir karang mengikuti habitat asli ikan badut ini. Ikan diberi makan tiga kali sehari dengan feed yang berbeda seperti hidup Acetes, ikan rucah, daging (Kumar,2010).
ukuran 4-6 cm diperoleh dari pedagang ikan hias dengan host anemon, Stichodactylus haddoni. Setelah aklimatisasi, mereka tajam diamati untuk cedera atau tanda-tanda penyakit. Setelah memastikan, 10 nomor dari ukuran seragam ikan dan 5 anemon dipindahkan ke tangki 5 ton semen (pendingin tangki) diisi dengan air 2 ton di mana di bawah air sistem penyaringan disediakan, yang dibuat dengan menggunakan karbon aktif, keramik cincin dan pasir karang mengikuti habitat asli ikan badut ini. Ikan diberi makan tiga kali sehari dengan feed yang berbeda seperti hidup Acetes, ikan rucah, daging (Kumar,2010).
II.
TEKNIK PEMBESARAN IKAN
BADUT /CLOWN FISH
1.
Persiapan Wadah
Wadah yang digunakan
untuk induk adalah aquarium 40 x 40 x 40 cm yang dilengkapi dengan instalasi
air laut dan aerasi serta saluran pembuangan. Aquarium tersebut ditempatkan di
ruangan yang cukup cahaya sinar matahari hal dimakasudkan untuk menghidari
parasir baik untuk induk maupun terhadap telur yang dihasilkan.
2.
Pemeliharaan
Benih
Kegiatan
pemeliharaan benih dapat dilakukan di bak semen, fiber glass atau akuarium.
Agar tercipta suasana nyaman bagi ikan, maka dalam wadah pemeliharaan diberi
tanaman/ anemon laut dengan substrat dari karang/ genteng. Lama pemeliharaan
benih berukuran 1,5 cm sampai siap dipijahkan menjadi induk sekitar 5-6 bulan.
Wadah dan
perlakuan pemeliharaan benih clown fish hampir sama dengan pemeliharaan
calon induk. Pakan benih adalah Diaphanosoma, artemia remaja dan dilatih
dengan pakan buatan (ukuran pelet disesuaikan). Setelah ukuran benih 3 cm
pemberian pakan buatan prosentasenya lebih besar (75%) dibandingkan pakan hidup
(25%), karena hanya sebagai pelengkap nutrisi. Penyiponan dan penggantian air
dilakukan setiap hari, disesuaikan dengan kondisi kualitas air media.
Budaya live feed The rotifer, Brachionus plicatilis
(SS) dengan 70-239 um dapat digunakan sebagai pakan awal untuk larva. Rotifera
dibesarkan dengan bantuan ganggang mikro, Chlorella spp., Nanochloropsis spp.
dan Isochrysis spp. Budaya saham ganggang mikro dipertahankan dengan
menggunakan media Conway dan untuk budaya massa, pupuk pertanian seperti
amonium sulfat, super fosfat dan Urea pada rasio 10: 4: 2 yang digunakan.
Ganggang dikultur dalam 300 tangki FRP silinder menyala dan digunakan sebagai
pakan untuk rotifera dan sama dipanen menggunakan 50 m nilon bersih, ketika mencapai
kepadatan 150 ind / ml (Kumar,2010).
Tabel 1. Jenis dan Jumlah Pemberian Pakan
Umur (Hari)
|
Jenis
Pakan
|
|
Zooplankton/
Pelet
|
Kepadatan
(Dipertahankan)
|
|
1-5
|
Branchionus
|
10 - 20 kor/ml
|
4-10
|
Kopepoda
|
200 ekor/liter
|
7-40
|
Nauplii, artemia
|
300 ekor/liter
|
25-90
|
Diaphanosoma
|
200 ekor/liter
|
30-90
|
Artemia remaja
|
200 ekor/liter
|
80-dewasa
|
Pelet
|
Ad libitum
|
Berdasarkan penelitian jurnal yang saya peroleh pemberian
pakan dengan menambahkan MOS, dengan tujuan untuk mengevaluasi
efektivitas pemberian pakan
pada ikan pada indeks pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup benih A.
ocellaris.
MOS yaitu probiotik mengandung bakteri menguntungkan, dimasukkan ke dalam
pencernaan agar dominasi bakteri pathogen menurun, Pemberian
produk feed addtitive(imbuhan pakan) probiotik memberikan dampak yang
menguntungkan seperti perbaikan performa, produksi, dan kesehatan ternak. Salah satu
produk Alltech yang bernama Bio-Mos dikategorikan sebagai produk Prebiotik
tahan panas dan memiliki daya kerja yang sangat jelas . Bio-Mos bukan merupakan yeast utuh
dan hidup, namun berupa hasil derivat yeast yang banyak
mengandung Mannan Oligosaccharide (MOS). Daya kerja Bio-Mos adalah sebagai
berikut:
1. Memblokir kolonisasi bakteri pathogen dengan cara mengikat (menggumpalkan)
bakteri pathogen dalam usus pencernaan dan dibuang melalui feses.
2. Memodulasi sistem kekebalan tubuh unggas (bukan menstimulasi sistem
kekebalan), sehingga tidak mengganggu metabolisme energi tubuh.
3. Memberikan kesempatan pada bakteri dan mikroflora usus yang menguntungkan
untuk berkembang dengan baik. Begitu pula dengan pemulihanusus yang rusak
akibat perlekatan bakteri pathogen sebelumnya.
Penggunaannya sangat mudah dan praktis, dicampur ke
dalam pakan secara on top ataupun re-formulasi dengan dosis yang ditentukan. Perlakuan pemberian MOS pada nauplii Artemia dengan konsentrasi 0,5%,
1,0%, dan 1,5% selama 24jam.
Nauplii Artemia yang
sudah diberikan MOS, kemudian diberikan ke ikan dengan 2x dosis pada interval
12jam. Percobaan pemberian pakan dilanjutkan sampai 90 hari. Berikut ini diperoleh hasil dari percobaan,
Grafik 1.Tingkat kelangsungan hidup A. ocellaris yang diberi pakan nauplii Artemia diperkaya dengan MOS
Items
|
Control
|
0.5 % MOS
|
1 % MOS
|
1.5 % MOS
|
Panjang Awal (mm)
|
10 ± 0.3
|
10 ± 0.4
|
10 ± 0.1
|
10 ± 0.2
|
Bobot Awal (mg)
|
17 ± 0.01
|
17 ± 0.02
|
17 ± 0.05
|
17 ± 0.02
|
Panjang Akhir (mm)
|
26.1 ± 0.43
|
27 ± 0.58
|
29.3 ± 0.4
|
30.2 ± 0.4
|
Bobot Akhir (mg)
|
460 ± 3.4
|
462 ± 3.7
|
510 ± 2.6
|
536 ± 3.3
|
Bobot Bdan (%)
|
2604 ± 45
|
2616 ± 50
|
2898 ± 27
|
3051 ± 44
|
Tingkat Pertumbuhan (%/day)
|
2.89 ± 0.16
|
2.90 ± 0.08
|
3.22 ± 0.04
|
3.39 ± 0.07
|
Faktor Kondisi
|
2.61± 0.01a
|
2.62 ± 0.01a
|
2.65 ± 0.02b
|
2.62 ± 0.01a
|
Tabel 1. Pertumbuhan indeks A. ocellaris diberi pakan yang diperkaya
MOS. Setiap nilai (X ± SD) adalah kinerja rata-rata sepuluh ikan / pengamatan
90 hari. Huruf superscript yang sama pada baris yang tidak berbeda secara
signifikan pada P <0,05.
Hasil indeks pertumbuhan A. ocellaris yang diberi pakan dengan tambahan MOS ditunjukkan pada Tabel 1.
Tidak ada perubahan signifikan antara bobot dan panjang awal (P> 0,05). Hasil pada percobaan akhir pemberian pakan indeks
pertumbuhan seperti bobot dan panjang akhir, faktor kondisi dan laju
pertumbuhan spesifik dalam semua perlakuan
tidak ada perbedaan yang signifikan jika dibandingkan dengan kontrol
(P> 0,05). Faktor kondisi pada
percobaan ke 2 menunjukan perubahan
yang signifikan lebih tinggi dari pada kontrol. Tingkat kelangsungan hidup
semua perlakuan secara signifikan lebih tinggi dari pada kontrol. MOS telah
terbukti untuk meningkatkan pertumbuhan untuk hewan vertebrata dan krustasea.
Penelitian ini menunjukan ikan yang diberi pakan dengan MOS jauh lebih baik dan
dapat mengefensiasi pakan. Hasil
penelitian menunjukan dengan meningkatnya konsentrasi MOS,
terjadi peningkatan yang signifikan yang dicapai pada tingkat kelangsungan
hidup benih A. ocellaris
dan tidak terjadi
peningkatan yang
signifikan pada panjang akhir,
berat akhir, dan laju perumbuhan. Ikan yang diberi diet MOS menunjukan
kelangsungan hidup yang lebih tinggi dari pada ikan yang diberi pakan dengan
diet kontrol yang mempunyai kelangsungan hidup
3.
Pembesaran clown fish
Pertumbuhan clown fish tergolong lambat bila dibandingkan
dengan ikan konsumsi, tetapi hal ini desesuaikan dengan ikan dewasa atau induk
yang panjangnya ahanya 7-8 cm. Dari stadia larva sampai mencapai ukuran dewasa
atau induk memerlukan 7-8 bulan.
Pembesaran
dapat dilakukan pada aquarium, bak fiber atau kolam, namun untuk memudahkan
penanganan disaat benih baru keluar dari bak larva sebaiknya dipelihara dalam
aquarium dengan system air mengalir. Penanganan diaquarim memudahkan dalam
pengontrolan terhadap penyakit, pemberian pakan, perbaikan kulitas. Setelah berukuran 2 cm maka sebaiknya
dipelihara di wadah yang lebih luas. Pemberian pakan sebaiknya diberikan
sesering mungkin minimal 3 kali sehari, jenis pakan yang diberikan dapat berupa
pellet, artemia, cacing renik, udang renik ataupun jentik nyamuk. Ikan badut merupakan ikan omnivore (pemakan hewan
dan tumbuhan), jadi selain invertebrata kecil (crustacea & parasit yang
melekat pada tubuh anemon), alga juga diketahui memenuhi 20 – 25% kebutuhan
nutrisinya.
Kebutuhan pakan bagi pemeliharaan ikan nemo adalah sebanyak
0,1 g dari 20% bobot tubuhnya. Diberikan 2 samapi 3x sehari. Energi dan protein
persyaratan ikan hias tergantung pada potensi pertumbuhan, komposisi berat
badan, dan permintaan untuk pemeliharaan, terlepas dari apakah mereka adalah
karnivora atau herbivora, laut atau ikan air tawar. Untuk produsen pakan hewan
peliharaan ini berarti bahwa mereka harus merumuskan pakan tertentu dalam
kombinasi dengan bahan makanan yang cocok. Hal ini dapat disesuaikan terlebih
dahulu dalam kondisi pemeliharaan yang berkonsentrasi pada laju pertumbuhan
maksimum, dan setelah itu di lingkungan akuarium publik atau rumah di mana ikan
disimpan untuk ditampilkan.
Untuk pakan yang diberikan terdapat 3 jenis pellet
yang berbeda, yaitu love larva, NRD, dan Tetrabits. Dari ke-3 jenis pellet
tersebut, kita dapat menggunakannya secara bebas. Karena penggunaan pellet
tersebut tidak berpengaruh terhadap pertambahan panjang dan berat.
Pertumbuhan clownfish
tergolong lambat bila dibandingkan dengan ikan konsumsi, tetapi hal ini
desesuaikan dengan ikan dewasa atau induk yang panjangnya ahanya 7-8 cm. Dari
stadia larva sampai mencapai ukuran dewasa atau induk memerlukan 7-8 bulan.
4.
Parameter
Kualitas Air
Pengelolaan
kualitas air tidak jauh berbeda dengan pemeliharaan ikan pada umumnya.
Diperlukan penyiponan kotoran dan sisa makanan di dasar wadah. Pergantian air
minimal 1 kali sehari, sekitar 20-50 % atau bila diperlukan. Hal tersebut
dilakukan untuk mempertahankan kualitas air optimal dan tetap jernih. Kisaran
parameter kualitas air pemeliharaan ikan clownfish secara lengkap disajikan
sebagai berikut:
Tabel 2. Parameter Kualitas Air
Paremeter
|
Kisaran
Nilai
|
Suhu (⁰C)
|
26 – 32
|
Salinitas (̢ۡ)
|
27 – 32
|
DO (ppm)
|
3,5 - 6,5
|
pH
|
7,8 - 8,5
|
Sumber:Balai
Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung Jalan Yos Sudarso, Desa
Hanura, Kecamatan Padang Cermin Pesawaran, Lampung.
III.
ANALISIS USAHA TEKNIK
PEMBESARAN IKAN
BADUT
1.
Analisis Usaha
Menurut Afandi (2010), analisis usaha
dilakukan untuk mengetahui kelayakan usaha yang akan dilakukan atau
direncanakan bagi pengembang usaha dalam hal kemampuan investasinya dalam
memberikan keuntungan terhadap jumlah modal yang ditanaman.
2.
Rencana
Anggaran Biaya
a.
Biaya Investasi
No
|
Uraian
|
Jumlah (Unit/Buah)
|
Harga Satuan (Rp)
|
Jumlah (Rp)
|
Nilai Ekonomis
(Tahun)
|
Penyusutan (Rp)
|
1
|
Rumah Hatchery
|
1
|
75.000.000,00
|
75.000.000,00
|
10
|
7.500.000,00
|
2
|
Bak Penjodohan
|
1
|
3.000.000,00
|
3.000.000,00
|
10
|
300.000,00
|
3
|
Akuarium Pemijahan
|
5
|
150.000,00
|
750.000,00
|
5
|
37.500,00
|
4
|
Bak Pemeliharaan Larva
|
2
|
3.000.000,00
|
6.000.000,00
|
10
|
600.000,00
|
5
|
Akuarium Pendederan
|
10
|
300.000,00
|
3.000.000,00
|
5
|
150.000,00
|
6
|
Bak Penampungan Benih
|
2
|
3.000.000,00
|
6.000.000,00
|
10
|
600.000,00
|
7
|
Bak Pakan Alami
|
2
|
7.500.000,00
|
15.000.000,00
|
10
|
1.500.000,00
|
8
|
Pompa Air Laut
|
1
|
3.000.000,00
|
3.000.000,00
|
5
|
150.000,00
|
9
|
Instalasi Air
|
1
|
12.000.000,00
|
12.000.000,00
|
5
|
600.000,00
|
10
|
Tendon
|
1
|
15.000.000,00
|
15.000.000,00
|
10
|
1.500.000,00
|
11
|
Instalasi Aerasi
|
1
|
1.250.000,00
|
1.250.000,00
|
5
|
62.500,00
|
12
|
Gayung
|
1
|
3.000,00
|
3.000,00
|
3
|
90,00
|
13
|
Gelas
|
1
|
2.000,00
|
2.000,00
|
5
|
100,00
|
14
|
Sero
|
2
|
20.000,00
|
40.000,00
|
1
|
400,00
|
15
|
Ember
|
2
|
15.000,00
|
30.000,00
|
2
|
600,00
|
16
|
Selang Siphon
|
2
|
15.000,00
|
30.000,00
|
5
|
1.500,00
|
17
|
Tudung Saji
|
3
|
25.000,00
|
75.000,00
|
2
|
1.500,00
|
18
|
Milimeter Block
|
3
|
2.500,00
|
7.500,00
|
5
|
375,00
|
19
|
Timbangan
|
1
|
35.000,00
|
35.000,00
|
3
|
1.050,00
|
20
|
Induk
|
5
|
350.000,00
|
1.750.000,00
|
8
|
140.000,00
|
Jumlah
|
141.972.500,00
|
13.145.615,00
|
b.
Biaya Tetap
No
|
Uraian
|
Jumlah perbulan (Rp)
|
Jumlah Pertahun (Rp)
|
1
|
Penyusutan Investasi
|
1.095.467,92
|
13.145.615,00
|
2
|
Gaji Karyawan @ 2 Orang
|
3.000.000,00
|
36.000.000,00
|
Total
|
4.095.467,92
|
49.145.615,00
|
c.
Biaya Variabel
No
|
Uraian
|
Kebutuhan/ Bulan
|
Harga Satuan (Rp)
|
Biaya/ Bulan (Rp)
|
Biaya/ Tahun (Rp)
|
1
|
Love Larva 5
|
1
|
400.000,00
|
400.000,00
|
4.800.000,00
|
2
|
Cacing Darah
|
1
|
60.000,00
|
60.000,00
|
720.000,00
|
3
|
Artemia Salina
|
1
|
300.000,00
|
300.000,00
|
3.600.000,00
|
4
|
Love Larva 2
|
1
|
400.000,00
|
400.000,00
|
4.800.000,00
|
5
|
Love Larva 3
|
1
|
400.000,00
|
400.000,00
|
4.800.000,00
|
6
|
NRD
|
1
|
400.000,00
|
400.000,00
|
4.800.000,00
|
7
|
Obat-obatan
|
1
|
291.666,67
|
291.666,67
|
3.500.000,00
|
8
|
Kaporit
|
1
|
20.000,00
|
20.000,00
|
240.000,00
|
9
|
Listrik dan Telfon
|
-
|
250.000,00
|
250.000,00
|
3.000.000,00
|
10
|
Plastik
|
3
|
23.000,00
|
69.000,00
|
828.000,00
|
11
|
Karet Gelang
|
1
|
15.000,00
|
15.000,00
|
180.000,00
|
12
|
Styrofoam
|
20
|
30.000,00
|
600.000,00
|
7.200.000,00
|
13
|
Lakban
|
20
|
10.000,00
|
200.000,00
|
2.400.000,00
|
14
|
Oksigen
|
|
375.000,00
|
375.000,00
|
4.500.000,00
|
15
|
Pupuk Pakan Alami
|
|
250.000,00
|
250.000,00
|
3.000.000,00
|
Total
|
4.030.666,67
|
48.368.000,00
|
3.
Biaya Operasional
Biaya operasional merupakan keseluruhan
biaya yang dikeluarkan selama usaha pembenihan Amphiprion pecula dilakukan
hingga panen. Biaya operasional dapat dihitung menggunakan rumus sebagai
berikut.
Biaya
Operasional =Biaya Tetap+Biaya Variabel
= Rp. 49.145.615,00 + Rp. 48.368.000,00
= Rp. 97.513.615,00
Angka
diatas menunjukkan keseluruhan biaya yang dibutuhkan untuk melakukan usaha
pembenihan Amphiprion pecula.
4.
Penerimaan
Penerimaan merupakan laba kotor dari hasil
produksi harga jual per ekor ikan. Penerimaan disini merupakan pendapatan kotor
dan belum dikurangi berbagai Biaya-biaya
selama produksi berlangsung.
Penerimaan = Jumlah
Produksi x Harga
= 71.546 x Rp. 5000
= Rp. 357.732.000,00
Pendapatan kotor pada usaha pembenihan ikan
badut perbulan sebesar Rp. 357.732.000,00
5.
Keuntungan
Keuntungan merupakan laba bersih yang
diperoleh dari usaha pembenihan setelah dipotong dengan beragam biaya yang
gunakan selama proses produksi dilaksanakan.
Keuntungan
= Penerimaan-Biaya Operasional
=
Rp. 357.732.000,00 – Rp. 97.513.615,00
=
Rp. 260.218385,00
Pada usaha pembenihan Amphiprion percula
diperoleh keuntungan sebesar Rp. 260.218.385,00.
6.
Break Even Point (BEP)
BEP merupakan suatu gambaran kondisi
produksi yang harus dicapai untuk
melampaui titik impas. Suatu usaha dikatakan impas jika jumlah hasil penjualan
produknya pada suatu periode tertentu sama dengan jumlah biaya yang ditanggung
sehingga suatu usaha tesebut tidak mengalami kerugian maupun keuntungan
(Setyaningsih, 2011). BEP dihitung menggunakan rumus :
BEP
Produksi = (Biaya Produksi)/(Total Produksi)
=
(Rp. 97.513.615,00)/(71.546
Ekor)
= 1.362/ Ekor
Berdasarkan perhitungan BEP Produksi
pembenihan Amphiprion percula maka dapat disimpulkan bahwa, usaha ini akan
berada pada titik impas ketika mampu memproduksi ikan sebanyak 1.362/ ekor.
BEP
Harga = (Biaya Operasional)/(Harga Jual)
=
(Rp. 97.513.615,00)/(Rp. 5000)
=
Rp. 1.950,2
Harga Rp. 1.950,2 pada penjualan ikan
hasil pembenihan Amphiprion percula ini merupakan titik impas pada usaha
pembenihan.
7.
Benefit Cost Ratio (B/C)
Dideskripsikan Setyaningsih (2011),
perbandingan untung dan biaya dapat ditentukan sebagai perbandingan nilai
keuntungan ekuivalen terhadap nilai biaya ekuivalen berdasarkan anlisis
perhitungan Net B/C Ratio. Perhitungan B/C ratio menggunakan rumus sebagai
berikut :
B⁄C Ratio = Pendapatan/(Biaya Operasional)
= (Rp.357.732,00)/(Rp. 97.513.615,00)
=
Rp. 3,67
Dilihat dari hasil
analisis B/C Ratio pada usaha pembenihan Amphiprion percula ini diperoleh angka
3,67dan lebih besar dari 1, menunjukkan bahwa usaha tersebut layak untuk
dilaksanakan.
8.
Payback Period (PP)
Menurut Tonoro et al., (2010), pay back period
merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu pengembalian investasi suatu
usaha. Perhitungan pay back period dapat dihitung menggunakan rumus :
PP =
(Nilai Investasi)/Keuntungan
= (Rp.
141.972.500,00)/(Rp.
260.218.385,00)
= Rp. 0,55
Berdasarkan hasil perhitungan pay back
period pada usaha pembenihan Amphiprion percula maka usaha ini dapat
mengembalikan modal investasi melalui
arus kas selama 0,55 tahun. Nilai 0,55 lebih kecil dari jangka waktu umur
ekonomis barang investasi, hal ini mengindikasikan bahwa usaha pembenihan Amphiprion percula
layak dikembangkan.
LAMPIRAN
Gambar 2.
benih Black Onyx (Amphyprion percula)
|
|
|
Gambar 5. Kiri atas adalah wadah akuarium untuk induk
dan kanan atas adalah bak pemeliharaan larva.
DAFTAR PUSTAKA
Burgess, W. et all., 1990. Atlas of Marine
Aquarium Fishes, Second Edition. TFH Publication. Sidney-Australia
Emmens, C.W., 1988. Marine Fishes and
Invertebrates in Your Own Home. TFH Publications. Sydney-Australia
Richard, B.,
Rickajzen, S., Barker, J. 2007. Ocean,
Revealing The Secrets of The Deep. Atlantic Publishing. UK. Pg 210
Kumar.A,
et al. 2010. Studies on captive breeding and larval rearing of clown fish [a1],
Amphiprion sebae (Bleeker, 1853) using estuarine water. Indian Journal of Marine Sciences Vol. 39 (1), March 2010, pp. 114-119.
Komentar
Posting Komentar