SEDIMENTOLOGI
Oleh:
Naimatul Mubarokah B0A013003
Rakhmi Dwi Agustin B0A013004
Elite Pradana B0A013005
Nopa
Mulyanah B0A013006
Nita Indra Purwaningsih B0A013025
Andi Helmi Abdillah B0A013029
Ahmad Kharisul Umam B0A013034
Faiq Noor Musa Abdillah B0A013037
Jihan Ibnu Hayyan B0A013040
Nurhaeni Riski Meiindarti B0A013054
LAPORAN PRAKTIKUM OSEANOGRAFI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PROGRAM STUDI DIII PENGELOLAAN
SUMBERDAYA
PERIKANAN DAN KELAUTAN
PURWOKERTO
2014
I.PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Endapan sedimen (sedimentary deposit)
adalah tubuh material padat yang terakumulasi di permukaan bumi atau di dekat
permukaan bumi, pada kondisi tekanan dan temperatur yang rendah. Sedimen
umumnya (namun tidak selalu) diendapkan dari fluida dimana material penyusun
sedimen itu sebelumnya berada, baik sebagai larutan maupun sebagai suspensi.
Definisi ini sebenarnya tidak dapat diterapkan untuk semua jenis batuan sedimen
karena ada beberapa jenis endapan yang telah disepakati oleh para ahli sebagai
endapan sedimen:
1.
Diendapkan dari udara sebagai benda
padat di bawah temperatur yang relatif tinggi, misalnya material fragmental
yang dilepaskan dari gunung api.
2.
Didapkan di bawah tekanan yang relatif
tinggi, misalnya endapan lantai laut-dalam (Vatan, 1954).
Petrologi sedimen (sedimentary
petrology) adalah cabang petrologi yang membahas batuan sedimen, terutama
pemerian-nya. Di Amerika Serikat, istilah sedimentasi (sedimentation) umumnya
digunakan untuk menamakan ilmu yang mempelajari proses pengakumulasian sedimen,
khususnya endapan yang asalnya merupakan partikel-partikel padat dalam suatu
fluida. Pada 1932, Wadell mengusulkan istilah sedimentologi (sedimentology)
untuk menamakan ilmu yang mempelajari segala aspek sedimen dan batuan sedimen.
Sedimentologi dipandang memiliki ruang
lingkup yang lebih luas daripada petrologi sedimen karena petrologi sedimen
biasanya terbatas pada studi laboratorium, khususnya studi sayatan tipis,
sedangkan sedimentologi meliputi studi lapangan dan laboratorium (Vatan, 1954).
Pemakaian istilah sedimentologi untuk menamakan ilmu yang mempelajari semua
aspek sedimen dan batuan sedimen disepakati oleh para ahli sedimentologi Eropa,
bahkan akhirnya dikukuhkan sebagai istilah resmi secara internasional bersamaan
dengan didirikannya International Association of Sedimentologi pada 1946.
Batas pemisah antara sedimentologi
dengan stratigrafi sebenarnya tidak jelas. Stratigrafi secara luas diartikan
sebagai ilmu yang membahas tentang segala aspek strata, termasuk studi tekstur,
struktur, dan komposisi. Walau demikian, dalam prakteknya, para ahli
stratigrafi lebih banyak menujukan perhatiannya pada masalah penentuan
urut-urutan stratigrafi dan penyusunan kolom geologi. Jadi, masalah sentral
dalam stratigrafi adalah penentuan urut-urutan batuan dan waktu yang
dicerminkan oleh berbagai penampang lokal, pengkorelasian penampang-penampang
lokal, dan penyusunan suatu penampang yang dapat digunakan secara sahih sebagai
wakil dari tatanan stratigrafi dunia. Walau demikian, pengukuran ketebalan dan
pemerian litologi umum (gross lithology) masih dipandang sebagai tugas para
ahli stratigrafi. Karena itu, tidak mengherankan apabila banyak pengetahuan
tentang ciri khas endapan sedimen-misalnya perlapisan, perlapisan silang-siur,
dan ciri-ciri lain yang sering terlihat dalam singkapan-diperoleh dari hasil
penelitian stratigrafi. Pemelajaran batuan sedimen tidak dapat dipisahkan
dari disiplin ilmu lain. Banyak diantara disiplin ilmu itu-misalnya mineralogi,
geokimia, dan geologi kelautan-memberikan sumbangan pemikiran yang berharga
untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam mengenai endapan sedimen.
Sedimentologi sendiri banyak memberikan sumbangan pemikiran yang berharga dalam
penelitian stratigrafi dan geologi ekonomi (Vatan, 1954).
Endapan sedimen (sedimentary deposit) adalah tubuh material padat yang
terakumulasi di permukaan bumi atau di dekat permukaan bumi, pada kondisi
tekanan dan temperatur yang rendah. Sedimen umumnya (namun tidak selalu)
diendapkan dari fluida dimana material penyusun sedimen itu sebelumnya berada,
baik sebagai larutan maupun sebagai suspensi. Definisi ini sebenarnya tidak
dapat diterapkan untuk semua jenis batuan sedimen karena ada beberapa jenis
endapan yang telah disepakati oleh para ahli sebagai endapan sedimen: (1) diendapkan
dari udara sebagai benda padat di bawah temperatur yang relatif tinggi,
misalnya material fragmental yang dilepaskan dari gunungapi; (2) diendapkan di
bawah tekanan yang relatif tinggi, misalnya endapan lantai laut-dalam (Vatan, 1954).
Petrologi sedimen (sedimentary petrology) adalah cabang petrologi yang membahas
batuan sedimen, terutama pemerian-Nya. Di Amerika Serikat, istilah sedimentasi (sedimentation) umumnya
digunakan untuk menamakan ilmu yang mempelajari proses pengakumulasian sedimen,
khususnya endapan yang asalnya merupakan partikel-partikel padat dalam suatu
fluida. Pada 1932, Wadell mengusulkan istilah sedimentologi (sedimentology) untuk menamakan ilmu yang mempelajari
segala aspek sedimen dan batuan sedimen. Sedimentologi dipandang memiliki ruang
lingkup yang lebih luas dari pada petrologi sedimen karena petrologi sedimen
biasanya terbatas pada studi laboratorium, khususnya studi sayatan tipis,
sedangkan sedimentologi meliputi studi lapangan dan laboratorium (Vatan, 1954).
Pemakaian istilah sedimentologi untuk menamakan ilmu yang mempelajari semua
aspek sedimen dan batuan sedimen disepakati oleh para ahli sedimentologi Eropa,
bahkan akhirnya dikukuhkan sebagai istilah resmi secara internasional bersamaan
dengan didirikannya International Association of Sedimentologists pada 1946.
Batas pemisah antara
sedimentologi dengan stratigrafi sebenarnya tidak jelas. Stratigrafi secara
luas diartikan sebagai ilmu yang membahas tentang segala aspek strata, termasuk
studi tekstur, struktur, dan komposisi. Walau demikian, dalam prakteknya, para
ahli stratigrafi lebih banyak menujukan perhatiannya pada masalah penentuan
urut-urutan stratigrafi dan penyusunan kolom geologi. Jadi, masalah sentral
dalam stratigrafi adalah penentuan urut-urutan batuan dan waktu yang
dicerminkan oleh berbagai penampang lokal, pengkorelasian penampang-penampang
lokal, dan penyusunan suatu penampang yang dapat digunakan secara sahih sebagai
wakil dari tatanan stratigrafi dunia. Walau demikian, pengukuran ketebalan dan
pemerian litologi umum (gross lithology) masih
dipandang sebagai tugas para ahli stratigrafi. Karena itu, tidak mengherankan
apabila banyak pengetahuan tentang ciri khas endapan sedimen-misalnya
perlapisan, perlapisan silang-siur, dan ciri-ciri lain yang sering terlihat
dalam singkapan-diperoleh dari hasil penelitian stratigrafi (Wentworth, 1922).
Pemelajaran batuan sedimen
tidak dapat dipisahkan dari disiplin ilmu lain. Banyak diantara disiplin ilmu
itu misalnya mineralogi, geokimia, dan geologi kelautan memberikan sumbangan
pemikiran yang berharga untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam
mengenai endapan sedimen. Sedimentologi sendiri banyak memberikan sumbangan
pemikiran yang berharga dalam penelitian stratigrafi dan geologi ekonomi (Wentworth,
1922).
B.
Tujuan Praktikum
Mahasiswa dapat memahami prinsip kerja dan cara menggunakan Ekman
Grab. Mahasiswa dapat memahami prinsip ayakan bertingkat dan melakukan analisis
ukuran butir sedimen.
C.
Tinjauan Pustaka
Dikenal umum dengan nama
Skala Wentworth, skema ini digunakanuntuk klasifikasi materi partikel aggregate
(Udden, 1914). Pembagian skala dibuat berdasarkan faktor 2; contoh butiran pasir
sedangberdiameter 0,25 mm-0,5 mm, pasir sangat kasar 1 mm-2 mm, dan seterusnya.
Skala ini dipilih karena pembagian menampilkan pencerminan distribusi alami
partikel sedimen; sederhananya, blok besar hancur menjadi dua bagian, dan
seterusnya.
Empat pembagian dasar yang dikenalkan
1. lempung (< 4 μm) 2. lanau (4 μm-63 μm) 3. pasir (63 μm-2 mm) 4. kerikil/ aggregate
(> 2 mm). Skala phi adalah angka perwakilan pada skala Wentworth. Huruf
Yunani ‘Ф’ (phi) sering digunakan sebagai satuan skala ini. Denganmenggunakan
logaritma 2 ukuran butir dapat ditunjukkan pada skala phi sebagai berikut
: Ф = - log 2 (diameter butir dalam mm). Tanda negatif digunakan karena biasa
digunakan untuk mewakili ukuran butir pada grafik, bahwa ukuran
butir semakin menurun dari kanan ke kiri. Dengan menggunakan rumus ini,
butir yang berdiameter 1 mm adalah 0Ф; 2mm adalah -1Ф, 4 mm adalah -2Ф, dan seterusnya;
ukuran butir yang semakin menurun, 0,5 mm adalah +1Ф, 0,25 mm adalah 2Ф, dan
seterusnya (Udden, 1914).
Menurut Mero (1965),
Sedimentasi di perairan pesisir terjadi perlahan dan berlangsung menerus selama
suplai muatan sedimen yang tinggi terus berlangsung. Perubahan laju sedimentasi
dapat terjadi bila terjadi perubahan kondisi lingkungan fisik di daerah aliran
sungai terkait. Pembukaan lahan
yang meningkatkan erosi permukaan dapat meningkatkan laju sedimentasi.
Sebaliknya, pembangunan dam atau pengalihan aliran sungai dapat merubah kondisi
sedimentasi menjadi kondisi erosional. Bila sedimentasi semata-mata karena
tranportasi muatan sedimen sepanjang pantai, laju sedimentasi yang terjadi
relatif lebih lambat bila dibandingkan dengan sedimentasi yang mendapat suplai
muatan sedimen dari daratan. Jenis-jenis sedimen dapat dibagi kedalam tiga
kelompok dengan melihat dari mana sumbernya berasal (Vatan, 1954).
Penangan laju sedimentasi di wilayah hulu,
antara lain, teknik konservasi Pemerintah dan lembaga lingkungan setempat telah
menggalakkan berbagai progam konservasi dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang sebagian besar
berprofesi sebagai petani. Masyarakat diminta untuk melakukan petanianyang
berbasis pelestarian lingkungan dengan aspek dapat mengurangi lajusedimentasi. Bangunan pengendali sedimen
atau check dam adalah bangunan yang dapatmenahan sedimen yang berhamburan di
dalam air. Prinsip kerja dari check damadalah membuat dinding air yang membelah
sungai yang nantinya air dapatmengalir melewati bagian atas dinding, namun karena adanya dinding
ini sedimentersebut menjadi terperangkap dan mengendap di dasar sungai (Vatan,
1954).
Benthos adalah hewan yang hidup di
atas atau di bawah dasar laut atau pada wilayah yang disebut zona bentik
(benthic zone). Benthos berbeda dengan plankton yang hidup mengambang bebas di
air.Beberapa contoh hewan benthos adalah cacing laut (terutama annelida
polychaeta), lamun (sejenis tanaman berbunga), kerang, tiram, teripang (sejenis
echinoderma), bintang ular, anemon laut, bintang laut, berbagai moluska, serta
berbagai krustasea (mis: udang). Selain benthos makroskopik, terdapat pula
benthos mikroskopis yang juga melimpah, seperti beruang air (tardigrade),
nematoda (hewan multiseluler yang paling berlimpah di bumi), krustasea kecil
seperti copepoda, foraminifera (protista umum), diatom, serta berbagai macam
amoeba, ciliata, dan flagelata (Udden, 1914).
Karena cahaya matahari cenderung tidak
sampai di dasar laut, dan hampir tidak terdapat cahaya pada kedalaman lebih
dari 200 m, makanan utama benthos berasal dari hewan dan tumbuhan mati yang
jatuh dari atas, alih-alih melakukan fotosintesis aktif. Beberapa benthos mampu
hidup di dekat pantai, bahkan di daerah pasang surut, di mana mereka dapat
bertahan hidup di luar air selama berjam-jam berkat adaptasi khusus (Udden, 1914).
Lainnya, seperti teripang, mampu hidup
di kedalaman laut, dibagian tergelap lautan. Benthos laut dalam termasuk dalam
organisme luar biasa, seperti anemon laut raksasa yang berukuran hingga 2 m,
dan isopoda raksasa yang berukuran sebesar kucing. Beberapa organisme bentik
bahkan belum sepenuhnya dipahami sehingga penelitian terus berlangsung untuk
mengungkap rahasianya. Semua organisme di dunia tergantung pada organisme
bentik untuk bertahan hidup. Organisme ini mengkonsumsi bangkai hewan yang
tenggelam ke dasar laut, mengeluarkannya sebagai kotoran, yang kemudian larut
menjadi nutrisi yang akan dibawa kembali ke permukaan dan dipergunakan oleh
organisme lain. Dengan cara ini, karbon tidak hanya tinggal di dasar laut,
melainkan dikembalikan ke dalam siklus kehidupan. Tanpa benthos, selama jutaan
tahun semua karbon akan tetap tinggal di dasar laut dan tidak bisa dimanfaatkan
oleh organisme hidup lain (Wentworth, 1922).
II.MATERI DAN METODE
A.
Materi
Alat yang digunakan adalah, ekman
grab, plastik, mikroskop dan ayakan.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah, sedimentasi air
laut, formalin 70%, dan akuades.
B.
Metode
a.
Penggunaan Ekman Grab
1.
Siapkan grab lengkap
dengan tali serta mesengger-nya.
2.
Buka katup kawah ekman
grab, lalu kaitkan kawat katup pada tuas yang ada di bagian atas grab.
3.
Pastikan katup terbuka
dengan kawat yang terpasang dengan tepat.
4.
Masukan grab perlahan
dalam air sampai di dasar perairan yang akan diambil sampelnya.
5.
Lalu lepaskan
mesengger-nya, dan katup grab akan tertutup.
6.
Angkat grab ke permukaan
secara perlahan
7.
Keluarkan sedimen melalui
katup atas, bukan bawah
b.
Cara penggunaan (Sedimen)
1.
Urutkan/susun ayakan
bertingkat dari atas ke bawah dengan diawali ayakan yang memiliki diameter
lubang paling besar hingga terkecil.
2.
Masukan sedimen ke dalam
ayakan paling atas (diameternya paling besar).
3.
Alirkan dengan air
mengalir perlahan dan pastikan tidak ada sedimen yang terbuang.
4.
Jemur dibawah sinar
matahari.
5.
Timbang masing-masing
berat sedimen kering.
6.
Analisis data.
c.
Cara penggunaan
(Mikrobenthos)
1.
Urutkan/susun ayakan bertingkat dari atas ke bawah dengan diawali
ayakan yang memliki diameter lubang paling besar hungga terkecil.
2.
Masukan sedimen ke dalam
ayakan paling atas (diameternya paling besar).
3.
Alirkan dengan air
mengalir perlahan dan pastikan tidak ada sedimen yang terbuang.
4.
Jemur dibawah sinar
matahari.
5.
Amati mikrobenthos
(Foraminifera) yang ditemukan.
6.
Identifikasi.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Gambar 1 Sedimen 1
|
Gambar 2 Sedimen 2
|
Gambar 3 Sedimen 3
|
Data pengamatan.
Saringan 1 = 1,73 gram
2 = 1,07 gram
3 = 1,19 gram
B.
Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan di atas maka, kita dapat ambil kesimpulan kesimpulan bahwa, Pada
stasiun samplingpada saringan 1 memiliki jumlah laju sedimentasi sebesar
1,73 g/ m2/ s, untuk saringan 2 memiliki jumlah laju sedimen
sebesar 1,07 g/ m2/ s, dan untuk laju sedimentasi pada
saringan 3 sebesar 1,19 g/m2/s. Laju sedimen pada saringan
1, lebih banyak atau lebih tinggi dengan ssaringan 2 dan 3, karena
dipengaruhi oleh pola pergerakan air atau sering dikenal dengan bahasa
faktor-faktor Oseanografi seperti angin, pola pasut dan pola arus.
Sedangkan kuat arus dan gelombang sebagai pengangkut sedimen berfungsi memilih
faksi sedimen. Peranan gelombang dalam penyebaran sedimen terutama
menciptakan gangguan materi sedimen yang mengalami konsolidasi menjadi material
sedimen lepas. Efektivitas pelepasan dan pengendapannya tergantung pada
arus sekaligus kuat lemahnya (Asdak, 1995).
Keberadaan sedimen telah diketahui
dapat memberikan dampak negatif bagi kehidupan biota akuatik. salah satu
komponen biota akuatik yang sering mengadakan kontak dengan sedimen adalah
orgaisme bentonik . dampak negatif dari keberadaan sedimentasi bisa berupa
adanya kematian dari biota tersebut yang dapat secara langsung berpengaruh
terhadap menurunnya keanekaragaman biota dan integritas organisme biologi
perairan (Maregalli, 2004).
Batu pasir merupakan batuan sedimen
klastik yang butirannya dominan berukuran pasir. Skala ukuran butir yang umum
dipakai adalah skala Udden-Wentworth. Seperti halnya batuan sedimen klastik yang lain, parameter yang dapat diamati pada batupasir
adalah tekstur, strukturdan komposisi mineral. Dari ketiga parameter tersebut dapat diturunkan beberapa parameter yang dapat diukur, yang nantinya dianggap sebagai parameter empiris batupasir. Tekstur batuan
klastik dihasilkanleh proses fisika sedimentasi dan dianggap mencakup ukuran butir,
bentuk butir (bentuk, pembundaran dan tekstur permukaan), dan kemas (orientasi
butir dan hubungan antar butir). Hubungan antar tekstur primer ini menghasilkan
parameter-paremeter yang lain seperti bulk density, porositas dan permeabilitas
(Hasnur, 2008).
TSS (Total Suspended Solid) merupakan
zat-zat padat yang berada dalamsuspensi, dapat dibedakan menurut ukurannya
sebagai partikel tersuspensi koloid(partikel koloid) dan partikel tersuspensi
biasa (partikel tersuspensi). TSS yaitu jumlah berat dalam mg/l kering lumpur
yang ada di dalam air limbah setelah mengalami proses penyaringan dengan
membran berukuran 0,45 mikronmeter. TSS (Total Suspended Solid), adalah salah
satu parameter yang digunakan untuk pengulkuran
kualitas air. Pengukuran TSS berdasarkan
pada berat kering partikelyang terperangkap oleh filter,
biasanya dengan ukuran pori tertentu. Umumnya,filter yang digunakan
memiliki ukuran pori 0.45Μm (Coral, 1999).
Nilai TSS dari contoh air biasanya
ditentukan dengan cara menuangkan air dengan volume tertentu, biasanya
dalam ukurtan liter, melalui sebuah filter dengan ukuran pori-pori
tertentu. Sebelumnya, filter ini ditimbang dan kemudian beratnya akan
dibandingkan dengan berat filter setelah
dialirkan air setelahmengalami pengeringan. Berat filter tersebut
akan bertambah disebabkan oleh terdapatnya partikel-partikel tersuspensi yang terperangkap
dalam filter tersebut (Dita, 2009).
Kandungan TSS memiliki hubungan yang
erat dengan kecerahan air. Keberadaan padatan tersuspensi seperti sedimen akan
menghalangi penetrasi cahaya yangmasuk ke perairan sehingga hubungan antara TSS
dan kecerahan akan menunjuk kan hubungan yang berbanding terbalik. Nilai
TSS umumnya semakin rendah kearah laut.Hal ini disebabkan padatan tersuspensi
tersebuit diSupplyoleh daratan melalui aliran sungai. Keberadaan padatan
tersuspensi masih bisa berdampak positif apabila tidak melebihi toleransi
sebaran suspensi bakumutu kualitas perairan yang ditetapkan oleh
Kementrian Lingkungan Hidup, yaitu70 mg/l (Dita, 2008).
Bentos merupakan organisme yang hidup
di dasar wilayah perairan atau endapan, seperti laut, sungai dan perairan
lainnya. Binatang yang disebut bentos ini dapat di bagi berdasarkan cara
makanannya menjadi pemakan penyaring (seperti kerang) dan pemakan deposit
(seperti siput). Siklus hidup bentos, baik sebagian maupun keseluruhannya
berada di dasar perairan baik yang sesil, menyerap, atau yang menggali
lubang.Hewan bentos hidup relatif menetap sehingga baik digunakan sebagai
petunjuk kualitas lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke
habitatnya. Kelompok tersebut lebih mencerminkan adanya perubahan faktor-faktor
lingkungan dari waktu ke waktu karena bentos terus menerus terdedah oleh air
yang kualitasnya berubah-ubah. Kelompok bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap
perubahan lingkungan perairan adalah invertebrata makro atau lebih dikenal
dengan bentos (Odum, 1994).
Bentos yang dominan hidup di daerah
substrat berlumpur khususnya laut tergolong dalam “suspended
feeder”. Diantara yang umum ditemukan adalah kelompok Polychaeta,
Bivalva, Crustaceae, Echinodermata dan Bakteri. Disamping itu
juga ditemukan gastropoda dengan indeks keanekaragaman yang rendah serta lamun
yang berperan meningkatkan kehadiran bentos (Odum, 1994).
Spesies indikator
merupakan organisme yang dapat menunjukkan kondisi lingkungan secara akurat,
yang juga dikenal dengan bioindikator Tesky (2002). EPA (2002) menyatakan bahwa
sebagaimana di sistem perairan tawar, biota yang hidup di perairan estuaria dan
laut dapat menunjukkan kualitas perairan. Makrozoobentos (seperti polychaeta) merupakan indikator yang
baik untuk kualitas air lingkungan laut
karena respon mereka terhadap polutan dapat dibandingkan terhadap sistem air
tawar (Odum, 1994).
Adapun cara
penggunaan makhluk bentonik sebagai bioindikator adalah mula-mula ayakan disusun
bertingkat dari atas ke bawah dengan diawali ayakan yang memliki diameter
lubang paling besar hungga terkecil, lalu masukan sedimen ke dalam ayakan
paling atas (diameternya paling besar), setelah itu alirkan dengan air mengalir
perlahan dan pastikan tidak ada sedimen yang terbuang, kemudian Jemur ayakan
dibawah sinar matahari setelah itu amati mikrobenthos (foraminifera) dengan
mikroskop (Odum, 1994).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum dan analisa laboratorium
yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1.
Pengambilan sampel sedimen
dasar laut dapat dilakukan dengan menggunakan grab sampler.
2.
Analisis skala besar butir
yang kasar dapat digunakan metode ayakan sedangkan yanglebih halu menggunakan
analisis pipet.
3.
GPS merupakan suatu perlengkapan
modern untuk navigasi yang dapat mengetahui posisikoordinat secara tepat yang
dapat secara langsung menerima sinyal dari satelit.6.
4.
Dalam melakukan penelitian, terlebih
dahulu harus mengetahui koordinat posisi pengambilan sedimen dengan menggunakan
GPS
5.
Laju sedimentasi pada sampel sedimen
yang paling banyak berada pada saringanpertama yaitu 1,72 gram dan yang paling
sedikit berada pada saringan kedua yaitu 1,07 gram.
B.
Saran
Dalam pelaksanaan praktikum, sebaiknya perencanaa. waktu telah dipersiapkan
denganmatang, sehingga tidak mengganggu jalannya kegiatan praktikum. Lalu,
mahasiswa juga harus berper an aktif selama praktikum berlangsung sehingga
mahasiswa dapat memahami bagaimana proses analisis setelah pengambilan sedimen
sehingga mahasiswa terampil dalam analisissedimen dan tidak hanya menguasai
teori ataupun melihat proses analisis di laboratorium.
Daftar Referensi
Asdak, M .S .2005.Pengantar Ilmu Kelautan. PT. Grasindo. Jakarta.
Carol, A .H .1999. Sedimentology And Paleomagnetism Of
Sediments, Kartchner Caverns, Arizona. El Arco Drive, Albuquerque, New Mexico, USA. Journal
of Cave and Karst Studies 61(2): 79-83.
Darlan,G .2002 . Kajian penanggulangan proses erosi pantai Tirtamaya dan sekitarnya,
kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Laporan hasil penelitian Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi Kelautan Bandung. tidak diterbitkan.
Dita, F. 2008. Praktikum Teknik Lingkungan Total Padatan Terlarut. Online http://misnanidulhadi.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 17 juni 2014.
Hasnur, R., Doly Rizki Panggabean, dan
I Wayan Warmada. 2008. Hubungan
Karakteristik Sedimentologis Dengan Kekuatan Campuran Pasir Dan Semen: Studi
Kasus Pasir Hasil Erupsi Gunung Merapi Dan Pasir Pantai Parangtritis. Jurusan
Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Meregalli G., A. C. Vermeullen, F.
Ollivier. 2004. The Use of Chironomid in
an insitu test for sediment toxicity. Ecotoxicology and Environmental
Savety 47, 231-238.
Odum, Y. J. 1994. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Pettijohn, F.J. 1943. Archean sedimentation. Bull. GSA 54:925-972.
Pettijohn, F.J., PE Potter, dan R Siever.
1972. Sand and Sandstone. New York:
Springer
Rositasari, R. 2011. Karakteristik KomunitasForaminifera
di PerairanTeluk Jakarta. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan
Tropis, Vol. 3, No. 2, Hal. 100-111, Desember 2011 . Ikatan Sarjana
Oseanologi Indonesia dan 100 Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. FPIK-IPB.
Bogor.
Vasudevan,S., S.Dinesh Kumar.,
Kathiresan., T.Jayalakshmi., M.Kaviyarasan.,A. Rameshkumar., R.Nandakumar and
P.Santhanam. 2012. Short Term
Investigation on Vertical
Distribution of Physico-Chemical
and Phytoplankton Biomass
in Pambanar Estuary,
Southeast Coast of India. Department of Marine Science,
School of Marine Sciences, Bharathidasan University India. India.
Wadel, A.M.1992. PengantarOseanografi.Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta.
Wentworth, AW. 1922. On the classification of sedimentary rocks. Amer. Geol.
Komentar
Posting Komentar