MAKALAH
OSMOREGULASI PADA KEPITING BAKAU
Disusun
Oleh :
Dara
Pricilia Haprizal (B0A013039)
Jihan
Ibnu Hayyan (B0A013040)
PROGRAM
STUDI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS
BIOLOGI
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2014
BAB
II
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Setiap hari tubuh
organisme menghasilkan kotoran dan zat-zat sisa dari berbagai proses tubuh.
Agar tubuh kita tetap sehat dan terbebas dari penyakit, maka kotoran dan
zat-zat sisa dalam tubuh kita harus dibuang melalui alat-alat ekskresi.
Alat eksresi pada masing-masing
mahluk hidup berbeda-beda. Tubuh hewan 60 sampai 95 persen tubuhnya terdiri
dari air yang tersebar dalam cairan intrasel dan ekstrasel dan sewaktu-waktu
konsentrasi cairannya tersebut bisa berubah, maka keseimbangan harus
dipertahankan oleh hewan melalui mekanisme yang disebut dengan
OSMOREGULASI (proses untuk menjaga keseimbangan antara jumlah air dan zat
terlarut yang ada dalam tubuh hewan).
Secara umum proses osmoregulasi
adalah upaya atau kemampuan untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara di
dalam tubuh dan lingkungannya melalui mekanisme pengaturan tekanan osmose.
Proses osmoregulasi diperlukan karena adanya perbedaan konsentrasi cairan tubuh
dengan lingkungan disekitarnya. Jika sebuah sel menerima terlalu banyak air
maka ia akan meletus, begitu pula sebaliknya, jika terlalu sedikit air, maka
sel akan mengerut dan mati. Osmoregulasi juga berfungsi ganda sebagai sarana
untuk membuang zat-zat yang tidak diperlukan oleh sel atau organisme hidup.
2. Tujuan
-
Mengetahui pengertian Osmoregulasi
-
Mempelajari sistem Osmoregulasi pada Kepiting bakau
BAB III
Pembahasan
1. Pengertian
Osmoregulasi
Secara umum proses osmoregulasi adalah upaya atau
kemampuan untuk mengontrol keseimbangan
air dan ion antara di dalam tubuh dan lingkungannya melalui mekanisme
pengaturan tekanan osmosis. Proses osmoregulasi diperlukan karena adanya
perbedaan konsentrasi cairan tubuh dengan lingkungan disekitarnya. Jika sebuah
sel menerima terlalu banyak air maka ia akan meletus, begitu pula sebaliknya,
jika terlalu sedikit air, maka sel akan mengerut dan mati. Osmoregulasi juga
berfungsi ganda sebagai sarana untuk membuang zat-zat yang tidak diperlukan
oleh sel atau organisme hidup.
Hal ini penting dilakukan terutama oleh organisme
perairan karena :
1. Harus terjadi keseimbangan antara substansi tubuh dan lingkungan.
2. Membran sel yang merupakan tempat lewatnya beberapa substansi yang
bergerak cepat.
3.Adanya perbedaan tekanan osmosis antara cairan tubuh dan lingkungan.
Dalam proses inti osmoregulasi, terjadi suatu
peristiwa osmosis, dimana perpindahan cairan yang encer ke cairan yang pekat eshingga
akan tercipta suatu kondisi konsentrasi yang sama dan disebut
dengan isotonis. Isotonis adalah dua macam larutan yang mempunyai tekanan
osmotik sama (isoosmotik) Pada kondisi Osmoregulasi: isotonis adalah tekanan
osmotik dua macam cairan misal: tekanan osmotik antara cairan tubuh dan air
laut (lingkungan hidup hewan).
Dalam keadaan normal (osmosis), cairan akan mengalir
dari cairan yang encer menuju cairan yang pekat. Agar tidak mengalir dari
cairan yang encer ke cairan yang pekat, maka diberikan tekanan dengan besaran
tertentu, dan tekanan ini disebut dengan tekanan osmotik larutan (besarnya
tekanan yang diperlukan untuk mencegah aliran cairan encer ke bagian pekat).
Tekanan osmotik sama dengan konsentrasi osmotik,
sehingga apabila tekanan osmotik tinggi, maka larutan konsentrasi osmotik juga
akan tinggi. Sehingga akan diperoleh larutan yang Hiperosmotik (larutan yang
mempunyai konsentrasi osmotik lebih tinggi daripada larutan yang lain) dan
larutan yang Hipoosmotik (larutan yang memiliki konsentrasi osmotik lebih rendah
daripada larutan lainnya).
Untuk organisme akuatik, proses tersebut digunakan
sebagai langkah untuk menyeimbangkan tekanan osmosis antara substansi dalam
tubuhnya dengan lingkungan melalui sel yang permeabel. Dengan demikian, semakin
jauh perbedaan tekanan osmotik antara tubuh dan lingkungan, semakin banyak
energi metabolisme yang dibutuhkan untuk mmelakukan osmoregulasi sebagai upaya
adaptasi, hingga batas toleransi yang dimilikinya. Oleh karena itu, pengetahuan
tentang osmoregulasi sangat penting dalam mengelola kualitas air media
pemeliharaan, terutama salinitas. Hal ini karena dalam osmoregulasi, proses
regulasi terjadi melalui konsentrasi ion dan air di dalam tubuh dengan kondisi
dalam lingkungan hidupnya.
Ada 3 pola regulasi ion dan air yakni :
1. Regulasi Hipertonik atau Hiperosmotik, yaitu pengaturan aktif
konsentrasi cairan tubuh yang lebih tinggi dari konsentrasi lingkungan,
misalnya pada petadrom (Ikan air tawar), Mempertahankan konsentrasi cairan
tubuhnya dengan mengurangi minum dan memperbayak urin.
2. Regulasi Hipotenik atau Hipoosmotik, yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi cairan tubuh yang lebih rendah dari konsentrasi lingkungan, misalnya pada oseandrom (Ikan air laut), memperbanyak minum dan mengurangi volume urin.
3. Regulasi isotonik atau Isoosmotik, yaitu bila konsentrasi cairan tubuh sama dengan konsentrasi lingkungan, misalnya ikan yang hidup pada daerah estuari. Diadrom, melakukan aktivitas osmoregulasi seperti potadrom bila berada di air tawar dan seperti oseanodrom bila berada di air laut.
2. Regulasi Hipotenik atau Hipoosmotik, yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi cairan tubuh yang lebih rendah dari konsentrasi lingkungan, misalnya pada oseandrom (Ikan air laut), memperbanyak minum dan mengurangi volume urin.
3. Regulasi isotonik atau Isoosmotik, yaitu bila konsentrasi cairan tubuh sama dengan konsentrasi lingkungan, misalnya ikan yang hidup pada daerah estuari. Diadrom, melakukan aktivitas osmoregulasi seperti potadrom bila berada di air tawar dan seperti oseanodrom bila berada di air laut.
2. Osmoregulasi Kepiting Bakau
Kebanyakan hewan menjaga
konsentrasi cairan tubuh mereka agar selalu dalam keadaan konstan; pada
sebagian besar kepiting, konsentrasi cairan tubuh hampir sama dengan air laut
walaupun komposisi mungkin berbeda. Konsentrasi ini tidak sulit untuk
dipertahankan di laut karena tekanan osmotik rendah dan pemasukkan air secara
terus menerus sama dengan pengeluaran air. Tingginya konsentrasi ion bervariasi
dan menghasilkan pertukaran regulasi ion organik yang melibatkan organ
ekskretoris.
Ketika kepiting bergerak ke pantai atau ke sebuah muara, telah memenuhi salinitas yang berfluktuasi. Ketika curah hujan terjadi di pantai. Pada muara sungai salinitas selalu rendah dan cenderung berfluktuasi dengan pasang surut. Mangrove rawa rentan terhadap fluktuasi salinitas. Selama musim hujan, hujan deras dan banjir dapat mengurangi salinitas dari air rawa sehingga hampir dengan nol.
Pola osmoregulasi kepiting yang tidak berlindung dari air yang konsentrasinya berbeda dari laut mengalami tekanan osmotik tinggi dan mengandung ion yang tinggi. Seperti pada kebanyakan kepiting laut (misalnya Maia, Macropipus) yang tidak dapat berbuat apa-apa. Secara bertahap, mereka menurunkan berat badan agar garam dan air berdifusi keluar.
Ketika kepiting bergerak ke pantai atau ke sebuah muara, telah memenuhi salinitas yang berfluktuasi. Ketika curah hujan terjadi di pantai. Pada muara sungai salinitas selalu rendah dan cenderung berfluktuasi dengan pasang surut. Mangrove rawa rentan terhadap fluktuasi salinitas. Selama musim hujan, hujan deras dan banjir dapat mengurangi salinitas dari air rawa sehingga hampir dengan nol.
Pola osmoregulasi kepiting yang tidak berlindung dari air yang konsentrasinya berbeda dari laut mengalami tekanan osmotik tinggi dan mengandung ion yang tinggi. Seperti pada kebanyakan kepiting laut (misalnya Maia, Macropipus) yang tidak dapat berbuat apa-apa. Secara bertahap, mereka menurunkan berat badan agar garam dan air berdifusi keluar.
Berikut adalah poin penting mengenai sistem
osmoregulasi pada kepiting bakau :
• Kepiting
merupakan hewan osmoregulator, yaitu hewan yang mempunyai mekanisme faali untuk
menjaga kestrabilan lingkungan internalnya, dengan cara mengatur osmoralitas
(kandungan garam dalam air) pada cairan internalnya.
• Dalam
osmoregulasi ini, kepiting memerlukan transportasi aktif, terutama pompa Na – K
– ATPase, untuk mempertahankan gradien osmotik dalam tubuh yang bergerak normal.
• Tekanan
osmotik dalam sel akan mempengaruhi komposisi protein pada kondisi stress
osmotik, juga terhadap penggunaan energi akibat aktivitas transportasi aktif,
sehingga terjadi gradasi bahan-bahan yang kaya energi seperti lemak, dan
karbohidrat.
• Protein
juga akan mengalami gradasi, karena turut berperan dalam sistem pompa ion pada
membran sel (protein membran sel/carrier) dan biokatalisator (enzim Na – K ATP
ase).
• Jika
salinitas terlalu tinggi, kepiting mengalami kondisi hipoosmotik, yaitu air
dari dalam tubuh cendrung bergerak keluar secara osmosis. Sehingga, kepiting
akan berusaha mempertahankan keseimbangan cairan tubuh dengan mencegah agar
cairan urin tidak lebih pekat dari hemolimfenya.
• Dengan
begitu, kepiting harus mengekstrak H2O dengan cara minum air serta memasukkan
air lewat insang dan kulit (saat moulting). Aktivitas ini mengeluarkan energi
yang cukup besar.
• Dalam
kondisi salinitas rendah, kepiting mengalami kondisi hiperosmotik.
• Air dalam
media cendrung menembus masuk ke dalam tubuh, lewat lapisan kulit tipis
kepiting. Kepiting mengantisipasinya dengan mengeluarkan air lewat kelenjar
eksresi (kelenjar antena), juga memompa keluar air melalui urin. Pembelanjaan
energi pun dibutuhkan untuk pengambilan ion-ion pada salinitas air rendah.
• Dengan
kata lain, kepiting yang merupakan organisme laut tipe osmoregulator-
eurihaline ini memiliki pengaruh langsung terhadap salinitas media, tepatnya
pada kemampuan pencernaan serta absorbsi sari pakan.
• Pengaruh
salinitas yang tidak kalah penting yaitu dapat meningkatkan laju konsumsi
oksigen, serta perubahan pola respirasi. Sehingga, pertumbuhan akan efektif
bila kepiting hidup pada media yang tidak jauh dari titik isoosmotik.
BAB IV
Penutup
Secara umum proses osmoregulasi
adalah upaya atau kemampuan hewan air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion
antara di dalam tubuh dan lingkungannya melalui mekanisme pengaturan tekanan
osmose.
Proses osmoregulasi diperlukan
karena adanya perbedaan konsentrasi cairan tubuh dengan lingkungan
disekitarnya. Jika sebuah sel menerima terlalu banyak air maka ia akan meletus.
Begitu pula sebaliknya, jika terlalu sedikit air, maka sel akan mengerut dan
mati. Osmoregulasi juga berfungsi ganda sebagai sarana untuk membuang zat-zat
yang tidak diperlukan oleh sel atau organisme hidup.
DAFTAR
PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar