FAKTOR LINGKUNGAN OSEANOGRAFI
Oleh:
Naimatul Mubarokah B0A013003
Rakhmi Dwi Agustin B0A013004
Elite Pradana B0A013005
Nopa
Mulyanah B0A013006
Nita Indra Purwaningsih B0A013025
Andi Helmi Abdillah B0A013029
Ahmad Kharisul Umam B0A013034
Faiq Noor Musa Abdillah B0A013037
Jihan Ibnu Hayyan B0A013040
Nurhaeni Riski Meiindarti B0A013054
LAPORAN PRAKTIKUM OSEANOGRAFI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS
BIOLOGI
PROGRAM
STUDI DIII PENGELOLAAN SUMBERDAYA
PERIKANAN
DAN KELAUTAN
PURWOKERTO
2014
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Oseanografi adalah bagian dari ilmu
kebumian atau earth sciences yang mempelajari laut,samudra
beserta isi dan apa yang berada di dalamnya hingga ke kerak samuderanya. Secara
umum, oseanografi dapat dikelompokkan ke dalam 4 (empat) bidang ilmu utama
yaitu: geologi oseanografi yang mempelajari lantai samudera atau litosfer di
bawah laut; fisika oseanografi yang mempelajari masalah-masalah fisis laut
seperti arus, gelombang, pasang surut dan temperatur air laut; kimia
oseanografi yang mempelajari masalah-masalah kimiawi di laut, dan yang terakhir
biologi oseanografi yang mempelajari masalah-masalah yang berkaitan dengan
flora dan fauna atau biota di laut.
Para ahli oseanografi mempelajari
berbagai topik, termasuk organisme laut dan dinamika ekosistem; arus samudera,
ombak, dan dinamika fluida geofisika; tektonik lempeng dan geologi dasar laut;
dan aliran berbagai zat kimia dan sifat fisik didalam samudera dan pada
batas-batasnya. Topik beragam ini menunjukkan berbagai disiplin yang
digabungkan oleh ahli oceanografi untuk memperluas pengetahuan mengenai
samudera dan memahami proses di dalamnya: biologi, kimia, geologi, meteorologi,
dan fisika.
Oseanografi fisis: Kajian tentang aspek fisika
di laut yang meliputi sifat-sifat fisis dan dinamika laut. Dinamika: Gerak air
laut yang meliputi arus laut, gelombang laut dan pasang surut laut. Oseanografi
Biologi: Kajian yang mempelajari sisi hayati laut guna mengungkapkan berbagai
sirkulasi kehidupan organisme yang hidup di atau dari laut. Oseanografi Kimia:
Kajian yang melihat berbagai proses aksi dan reaksi antar unsur molekul atau
campuran dalam sistem laut / samudra yang menyebabkan perubahan zat secara
reversibel atau ireversibel. Oseanografi Geologi: Kajian yang memfokuskan pada
bagunan dasar laut yang berkaitan dengan struktur dan evolusi cekungan laut.
Arus laut merupakan pergerakan massa air secara vertikal maupun secara
horizontal yang sangat luas yang terjadi di seluruh lautan di dunia. Arus laut
dapat juga didefinisikan sebagai pergerakan suatu massa air yang disebabkan
oleh tiupan angin secara terus menerus atau dapat juga diakibatkan oleh
perbedaan densitas air laut serta gelombang panjang.
B. Tujuan
Praktikum
Tujuan dari diadakannya praktikum oceanografi
ini adalah agar praktikan mampu melakukan pengukuran parameter kualitas air
baik dari parameter fisika maupun parameter kimia dan dapat mengaplikasikannya
di kehidupan mendatang.
C. Tinjauan
Pustaka
Faktor lingkungan yang dimaksud adalah
kondisi oseanografi dan meteorologi perairan. Faktor oseanografi adalah kondisi
perairan yang berpengaruh langsung terhadap makhluk hidup di perairan, misalnya
suhu dan salinitas. Faktor meteorologi adalah keadaan iklim atau cuaca yang
mempengaruhi interaksi terhadap lautan secara langsung dan akan mempengaruhi
kehidupan di laut termasuk rumput laut, misalnya jumlah curah hujan yang
mempengaruhi tinggi rendahnya salinitas di laut.
Arus air laut adalah pergerakan massa
air secara vertikal dan horisontal sehingga menuju keseimbangannya, atau
gerakan air yang sangat luas yang terjadi di seluruh lautan dunia. Arus juga
merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dikarenakan tiupan angin atau
perbedaan densitas atau pergerakan gelombang panjang. Pergerakan arus
dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain arah angin, perbedaan tekanan air,
perbedaan densitas air, gaya Coriolis dan arus Ekman, topografi dasar laut,
arus permukaan, upwellng , downwelling.
Lingkungan laut sangat luas cakupannya
dan sangat majemuk sifatnya. Karena luasnya dan majemuknya lingkungan tersebut.
Tiada satu kelompok biota laut pun yang mampu hidup disemua bagian lingkungan
laut tersebut dan disegala kondisi lingkungan yang berbeda-beda kedalam
lingkungan-lingkungan yang berbeda pula. Para ahli oseanologi membagi-bagi
lingkungan laut menjadi zona-zona atau yang memintakat-mintakat menurut
kreteria-kreteria yang berbeda (Romimohtarto, 2001).
Laut merupakan suatu tempat mata
pencarian bagi orang-orang asia tenggara yang telah berumur berabad-abad
lamanya. Tidak dimana pun juga hal ini benar-benar dapat dilihat diIndonesia
dimana Negara ini terdiri dari lebih kurang 13.000 pulau yang tersebar.
Kebanyakan penduduk yang berjumlah 140.000.000 bertempat timggal berbatasan
dengan lautan. Sejak dahulu lautan telah memberi manfaat kepada manusia untuk
dipergunakan suatu sarana untuk berpergian, perniagaan dan perhubungan dari
suatu tempat ketempat lain. Akhir-akhir ini diketahui bahwa lautan banyak
mengandung sumber-sumber alam yang berlimpah-limpah jumlahnya dan bernilai
berjuta-juta dolar (Hutabarat, 1985).
1. Parameter
Fisika
• Suhu
Suhu adalah salah satu faktor yang
amat penting bagi kehidupan organisme di lautan, karena suhu mempengaruhi baik
aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan diri organisme-organisme
tersebut. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika banyak dijumpai berbagai
macam jenis hewan di dunia. Sebagai contoh binatang karang dimana penyebarannya
sangat dibatasi oleh perairan yang hangat yang terdapat di daerah tropik dan
subtropik. Faktor yang mempengaruhi perbedaan pemanasan adalah sinar matahari
yang merambat melalui dan perbedaan sudut datang sinar matahari ketika atmosfir
mencapai permukaan bumi (Hutabarat dan evans, 2008).
Suhu adalah ukuran energi gerakan
molekul secara horizontal sesuai dengan garis lintang dan secara vertikal
sesuai dengan kedalaman. Metabolisme
organisme biasanya berkisar pada
suhiu antara 0-40° C. Semua organisme laut, kecuali burung-burung dan mamalia
laut bersifat poikilotermik atau ektotermik, artinya suhu tubuhya dipengaruhi
oleh suhu massa air di sekitarnya. Berdasarkan penyebaran suhu permukaan laut
dan penyebaran organisme secara keseluruhan, dapat dibedakan empat zona
biogeografik utama: kutub, tropik, beriklim sedang-panas, dan beriklim sedang
dingin (Nybakken, 1985).
• Kecepatan
arus
Secara umum yang dimaksud dengan arus
laut adalah gerakan massa air laut ke arah horizontal dalam skala besar.
Walaupun ada arus vertical, namun ulasan ini hanya membahas arus horizontal
saja. Tidak sperti pada arus sungai yang searah dengan aliran sungai yang
menuju ke arah hilir, dimana kecepatan arus sungai bisa diukur secara
sederhana. Arus di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor dan salah satu faktor
yang mempengaruhi timbulnya arus yakni tiupan angin musim dan suhu permukaan
laut yang berubah – ubah (Wibisono, 2005).
Arus laut (sea current) adalah gerakan
massa air laut dari satu tempat ke tempat lain baik secara vertikal (gerak ke
atas) maupun secara horizontal (gerakan ke samping).Contoh-contoh gerakan itu
seperti gaya coriolis, yaitu gaya yang membelok arah arus dari tenaga rotasi
bumi. Pembelokan itu akan mengarah ke kanan di belahan bumi utara dan mangarah
ke kiri di belahan bumi selatan.Gaya ini yang mengakibatkan adanya aliran gyre
yang searah jarum jam (ke kanan) pada belahan bumi utara dan berlawanan dengan
arah jarum jam di belahan bumi selatan. Perubahan arah arus dari pengaruh angin
ke pengaruh gaya coriolis dikenal dengan spiral ekman (ilmukelautan, 2012).
Arus air laut juga dapat terjadi
karena adanya perbedaan suhu air baik secara vertikal maupun horizontal, tinggi
permukaan laut, dan pasang-surut. Adanya perbedaan suhu masa air dan terjadinya
pembuyaran arus permukaan (divergensi) menyebabkan terjadinya upwelling dan
sebaliknya, convergensi atau pemusatan arus permukaan menyebabkan terjadinya
downwelling atau bisa dikatakan tenggelamnya masa air permukaan (Nybakken, 1992).
• Kecerahan
Sifat optis air sangat berhubungan
dengan intensitas matahari. Semakin besar sudut datang matahari maka semakin besar sifat optis air yang
dimiliki bahkan intensitas matahari yang semakin lama maka sifat optis air akan
bervariasi (Nybakken,1985).
Satuan untuk nilai kecerahan dari
suatu perairan dengan alat tersebut adalah satuan meter. Jumlah cahaya yang
diterima oleh phytoplankton diperairan asli bergantung pada intensitas cahaya
matahari yang masuk ke dalam permukaan air dan daya perambatan cahaya di dalam
air. Masuknya cahaya matahari ke dalam air dipengaruhi juga oleh kekeruhan air
(turbidity) (Gusrina, 2008).
• Kekeruhan
Kekeruhan merupakan banyaknya zat yang
tersuspensi pada suatu perairan. Hal ini menyebabkan hamburan dan absorbsi
cahaya yang datang sehingga kekeruhan menyebabkan terhalangnya cahaya yang
menembus air. Kekeruhan menggambarkan tentang sifat optik yang ditentukan
berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang
terdapat di dalam perairan (Gusrina, 2008).
Besarnya jumlah partikel tersuspensi
menyebabkan pada waktu-waktu
tertentu terutama pada saat musim
penghujan dimana volume air tawar meningkat dan membawa material akibat erosi
menyebabkan kekeruhan meningkat, demikian juga aktivitas pasang air laut.
Kekeruhan biasanya minimum pada mulut muara dan semakin meningkat kea rah hulu
sungai. Pengaruh ekologis kekeruhan adalah menurunnya daya penetrasi cahaya
matahari ke dalam perairan yang selanjutnya menurunkan produktivitankton dan
tumbuhan bentik (Boyd, 1990).
• Pasang
Surut
Pasang surut laut merupakan salah satu
gejala alam yang tampak nyata di laut, yakni suatu gerakan vertikal dari
seluruh partikel massa air laut dari permukaan sampai bagian terdalam dari
dasar laut yang disebabkan oleh pengaruh dari gaya tarik menarik antara Bumi,
Matahari dan Bulan. Ada tiga jenis pasang surut yang pokok yaitu pasang surut
tipe harian tunggal (diurnal type), pasang surut tipe harian ganda (semi
diurnal type), dan pasang surut tipe campuran (Wibisono, 2005).
Nilai tertinggi dan nilai terendah
kedudukan pasang surut terjadi pada saat bulan purnama atau bulan baru, dimana
pengaruh gaya tarik bulan dan matahari maksimal yaitu matahari dan bulan
sama-sama melakukan gaya tarik menarik terbesar. Keadaan pasang surut tersebut
disebut spring tide dan pasang surut yang terjadi pada saat bulan berada pada
kuartir pertama dan terakhir disebut neap tide, pada waktu spring tide
didapatkan tunggang air yang terbesar sedangkan pada neap tide didapatkan
tunggang air yang terkecil (Ongkosongo dan Suyarso, 1989).
Perairan laut memberikan respon yang
berbeda terhadap gaya pembangkit pasang surut,sehingga terjadi tipe pasut yang
berlainan di sepanjang pesisir. Menurut Dronkers (1964), ada tiga tipe pasut
yang dapat diketahui, yaitu :
1.
Pasang surut diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi satu satu kali
pasang dan satu kali surut. Biasanya terjadi di laut sekitar katulistiwa.
2.
Pasang surut semi diurnal. Yaitu
bila dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang hampir sama
tingginya.
3. Pasang
surut campuran. Yaitu gabungan dari tipe
1 dan tipe 2, bila bulan melintasi khatulistiwa (deklinasi kecil), pasutnya
bertipe semi diurnal, dan jika deklinasi bulan mendekati maksimum, terbentuk
pasut diurnal.
• Gelombang
Gelombang adalah gerakan dari setiap
partikel air laut yang berupa gerak longitudinal dan orbital secara bersamaan
disebabkan oleh transmisi energi serta waktu melalui berbagai ragam bentuk
materi. Gelombang pasang adalah gelombang besar dan tinggi yang datang secara
mendadak diakibatkan dari gerakan kerak bumi di dasar laut (dislokasi) atau
berupa gempa tektonik dimana energi tersebut diteruskan secara lateral sampai
wilayah pantai yang dapat merusak terhadap apa saja yang berada di wilayah
pantai, biasanya dikenal dengan sebagai Tsunami (Wibisono, 2005).
Gelombang air laut terjadi karena
adanya alih energi dari angin ke permukaan laut atau disebabkan oleh gempa di
dasar laut. Gelombang merambat ke segala arah membawa energinya yang kemudian
dilepaskan ke pantai dalam bentuk hempasan ombak. Rambatan gelombang dapat
mencapai ribuan kilometer sampai mencapai pantai. Gelombang yang mencapai
pantai akan mengalami pembiasan dan akan memusat jika mendekati semenanjung
atau menyebar jika menemui cekungan. Gelombang yang menuju perairan dangkal
akan mengalami spilling, plunging, collapsing atau surging. Semua fenomena yang
terjadi pada gelombang disebabkan oleh
topografi dasar laut (Nybakken, 1992).
2. Parameter
Kimia
• PH
Suatu skala atau ukuran untuk mengukur
keasaman atau kebasahan larutan dinamakan PH, nilainya bervariasi antara 0-14
dengan batas normal ada pada nilai 7. Air laut umiumnya memiliki nilai PH di
atas 7 yang berarti bersifat basa, namun dalam kondisi tertentu nilainya dapat
menjadi lebih rendah sehingga menjadi bersifat asam. Perubahan nilai PH yang
demikian berpengaruh terhadap kualitas perairan yang pada akhirnya berdampak
terhadap kehidupan biota di dalamnya (Ruyitno et al., 2003).
Derajat keasaman menunjukan aktifitas
ion hidrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion
hidrogen (mol/l) pada suhu tertentu atau pH = - log (H+). Konsentrasi pH
mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jazad
renik. Perairan yang asam cenderung menyebabkan kematian pada ikan. Hal ini
disebabkan konsentrasi oksigen akan rendah sehingga aktifitas pernapasan tinggi
dan selera makan berkurang (Ghufron dan Kordi, 2005).
pH air laut umunya berkisar antara 7.6
– 8.3 dan berpengaruh terhadap ikan. Nilai pH biasanya dipengaruhi oleh laju
fotosintesa, buangan industri serta limbah rumah tangga. Kisaran pH dalam
perairan alami, sangat dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida yang
merupakan substansi asam. Fitoplankton dan vegetasi perairan lainya menyerap
karbondioksida dari perairan selama proses fotosintesa berlangsung sehingga pH
cenderung meningkat pada siang hari dan menurun pada malam hari. Tetapi
menurunya pH oleh karbondioksida tidak lebih dari 4.5 (Boyd, 1982).
• Salinitas
Salinitas adalah kadar garam terlarut
dalam air. Satuan salinitas adalah per mil (‰), yaitu jumlah berat total (gr)
material padat seperti NaCl yang terkandung dalam 1000 gram air laut (Wibisono,
2004). Salinitas merupakan bagian dari sifat fisik-kimia suatu perairan, selain
suhu, pH, substrat dan lain-lain. Salinitas
dipengaruhi oleh pasang surut, curah hujan, penguapan, presipitasi dan
topografi suatu perairan. Akibatnya, salinitas suatu perairan dapat sama atau
berbeda dengan perairan lainnya, misalnya perairan darat, laut dan payau.
Kisaran salinitas air laut adalah 30-35‰, estuari 5-35‰ dan air tawar 0,5-5‰
(Nybakken, 1992).
Salinitas 30 ppt adalah tingkat kadar
garam normal pada air laut, pada salinitas ini induk ikan bandeng dipelihara
dan dipijahkan. Salinitas 23 ppt adalah kisaran salinitasi media air laut -
payau, di mana nener (stadium akhir larva bandeng) dipelihara di bak- bak hatchery bandeng. Sementara salinitas 16 ppt
mewakili air payau, di alam kondisi ini dijumpai pada tambak-tambak dimana
benih bandeng dipelihara atau dibesarkan mencapai ukuran konsumsi (Murtidjo,2002).
Toleransi terhadap salinitas
tergantung pada umur stadium ikan. Salinitas berpengaruh terhadap reproduksi,
distribusi, lama hidup serta orientasi migrasi. Variasi salinitas pada perairan
yang jauh dari pantai akan relatif kecil dibandingkan dengan variasi salinitas
di dekat pantai, terutama jika pemasukan air - air sungai. Perubahan salinitas
tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku ikan atau distribusi ikan tetapi
pada perubahan sifat kimia air laut (Brotowidjoyo et al, 1995).
• Oksigen
Terlarut (DO)
DO merupakan zat pengoksidasi yang
kuat dan berperan penting dalam pernapasan tumbuhan dan hewan, secara alami
kelarutannya dalam air laut cukup untuk membuat ikan dan biota hidup di
dalamnya. Akan timbul masalah bilamana konsentrasinya berubah sehingga mencapai
angka di luar batas angka kenormalan dalam suatu perairan. Penurunan
konsentrasi oksigen ini biasanya disebabkan oleh terjadinya perubahan kualitas
perairan sebagai akibat banyaknya bahan pencemar yang mengalir ke dalam
perairan (Ruyitno et al., 2003).
Penurunan kadar oksigen terlarut dalam
air dapat menghambat aktivitas ikan. Oksigen diperlukan untuk pembakaran dalam
tubuh. Kebutuhan akan oksigen di antara tiap spesies tidak sama. Hal ini
disebabkan adanya perbedaan struktur molekul sel darah ikan yang mempunyai
hubungan antara tekanan partial oksigen dalam air dengan keseluruhan oksigen
dalam sel darah (Brown and Gratzek, 1980) .
III.MATERI DAN METODE
A. Materi
Pada Praktikum Osseanografi ini, alat-alat
yang digunakan adalah Thermometer untuk mengukur suhu, Seichi disk untuk
mengukur kecerahan, pH indicator (Kertas Lakmus) untuk mengukur pH, Papan
silang dan Stopwacht untuk mengukur arus, Refraktometer untuk mengukur
salinitas, Kayu Meteran untuk mengukur Pasang surut .
B. Metode
• Pasang
Surut
Pasang surut diukur dengan menggunakan
kayu meteran yang di celupkan kedalam perairan. Pasang surut di ukur ketika
terjadi pasang di laut
• Suhu
Pengukuran suhu digunakan thermometer
yang dicelupkan kedalam perairan yang kondisi awal thermometer pada posisi 0 C.
nilai suhu diperoleh setelah thermometer direndam didalam air selama 1 sampai 5
menit. Pengukuran juga dilakukan pada tiga titik yang berbeda.
• Kecerahan
Kecerahan merupakan gambaran kedalaman
air yang tembus cahaya dan visible untuk matapada umumnya. Pengukuran kecerahan
digunakan alat yakni Seichi disk yang dicelupkan kedalam perairan dan dilihat
dari jarak tampak dan jarak hilang seichi disk didalam air. Titik hilang adalah
panjang ketika warna hitam dan putih tidak kelihatan ketika sechidisch
diturunkan dan titik tampak adalah ketika warna hitam dan putih terlihat ketika
seichidisk diangkat perlahan dari batas jarak hilang. Pengukuran dilakukan
sebanyak tiga kali pada titik yang berbeda.
Rumus kecerahan :
Kecerahan = jarak hilang + jarak tampak
: 2
• Salinitas
Mengukur salinitas dengan menggunakan
refraktometer. Sampel air laut diteteskan pada kaca refraktometer diarahkan
kesumber cahaya untuk mempermudah kita melihat hasilnya. Sebelum dilakukan
pengukuran refraktometer terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan
aquadest yang diteteskan pada kaca refraktometer. Salinitas dilakukan
pengukuran sebanyak tiga kali pada titik yang berbeda. Pada setiap titik juga
dikalibrasi dengan aquadest agar mendapatkan hasil yang optimal. Hasil yang di
dapat antara lain : di titik 1 salinitasnya (35ppt), titik 2 (35ppt),dan di
titik 3 (35ppt).
• pH
air laut
Pada pengukuran pH dengan menggunakan
pH indicator (Kertas Lakmus) yang dicelupkan kedalam perairan dan dibiarkan
selama beberap menit. Kemudian tentukan besar pH dengan perbandingan warna
kertas dengan tabel warna penentu besar pH pada kotak pH indicator untuk
mendapatkan nilai pHnya.
Pengukuran dilakukan pada tiga titik
yang berbeda.
• menghitung
kecepatan
Kecepatan diukur dengan menggunakan
papan silang diatas permukaan air laut, panjang tali yang dipakai dicatat
sebagai nilai jarak (s),waktu ujung dibutuhkan oleh papan silang dari awal
pelepasan sampai saat tali merenggang sebagai waktu (t),nilai kecepatan (v),dan
pengukuran kecepatan dilakukan sebanyak tiga kali.
Rumus kecepatan
Kecepatan= jarak tempuh (m) : Waktu
(s)
• Penentuan
arah
Arah arus dilihat dari pergerakan
papan silang ketika melakukan pengukuran kecepatan arus dan untuk menentukan
derajat arahnya,dibantu dengan menggunakan kompas bidik.arah arus dilakukan
penentuan arah sebanyak tiga kali.
II.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
a) Kedalaman
10,8 m kanan
kapal
9,1 m kiri
kapal
9,6 m saat
pengambilan sedimen
0,6 m daerah
mangrove
b)
Salinitas
35 ppt = 1025 ppm
30ppt = 1023 ppm daerah mangrove
c)
Suhu
30 0C
30 0C daerah mangrove
d)
Kecerahan
a. Hitam =71
a. Putih
=77
= = =
74
a. Hitam
= 66
b. Putih =
70
=
= = 63 daerah mangrove
B.
Pembahasan
Cahaya adalah bentuk radiasi
elektromagnetik yang bergerak dengan kecepatan yang mendekati 3 X 108 ms-1
dalam ruang hampa. Cahaya bergerak lebih cepat dan menembus atmosfer lebih jauh
dari bunyi sehingga kita dapat menggunakan penglihatan kita lebih baik. Di laut
air tidak hanya mengubah warna sinar matahari, secara dramatis mengubah
intensitasnya. Dalam air laut yang jelas, cahaya tampak menurun sekitar 10 kali
lipat untuk setiap 75 m. Ini berarti bahwa pada 75 m kedalaman terang cahaya
hanya 10% dari permukaan, dan di dua kali kedalaman atau kedalaman 150 m adalah
1% cahaya permukaan. Di bawah kedalaman ini ada cahaya cukup untuk
fotosintesis. Intensitas cahaya ini menurun dengan cepat dengan kedalaman air.
Misalnya, hanya 73% dari cahaya permukaan mencapai kedalaman 1 cm (kurang dari
setengah inci), hanya 44,5% dari cahaya permukaan mencapai kedalaman 1 meter
(3,3 kaki), 22,2% dari cahaya permukaan mencapai kedalaman 10 meter (33 kaki),
0,53% dari cahaya permukaan mencapai kedalaman 100 meter (330 kaki) dan 0,0062%
dari cahaya permukaan mencapai kedalaman 200 meter. Kondisi cahaya mempengaruhi
fungsi dari kedua mata manusia dan mata ikan. Mata manusia. Di bawah air (di
mana cahaya menurun 10 kali lipat dengan setiap 75 m keturunan), mata manusia
secara teoritis dapat mendeteksi cahaya ke hampir 900 m. Mata ikan laut dalam,
mungkin fungsional ke 1000 m. Mata mereka menunjukkan adaptasi yang luar biasa
dan mungkin 10 sampai 100 kali lebih sensitif daripada mata manusia. Bahkan di
bawah 1000 m ada banyak hewan dengan mata fungsional. Mata ini yang telah
berevolusi untuk mendeteksi bioluminescence (emisi cahaya oleh organisme hidup)
(Hutabarat, 1985).
Menurut Hutabarat (1985), pembagian zona kedalaman laut
berdasarkan intensitas cahayanya, ekosistem laut dibedakan menjadi 3 bagian:
- Daerah eufotik/ sunlight zone adalah daerah laut yang masih
dapat ditembus cahaya matahari, dengan kedalaman kurang dari 200 m
(656 kaki).
- Daerah disfotik/ twilight adalah daerah yang menerima cahaya
remang-remang, tidak efektif untuk kegiatan fotosintesis, dengan kedalaman
antara 200 m (656 kaki) - 2000 m (3.280 kaki).
- Daerah afotik/ midnight zone adalah daerah yang tidak tembus
cahaya matahari. Selalu gelap dan tidak ada kegiatan fotosintesis, dengan
kedalaman lebih dari 2000 m (3.280 kaki).
Diagram di bawah ini menunjukan gambaran dasar kedalaman di mana warna
cahaya yang berbeda menembus air laut. Air menyerap warna-warna hangat seperti
merah dan jeruk (yang dikenal sebagai cahaya gelombang panjang) dan
mencerai-beraikan warna dingin (dikenal sebagai cahaya panjang gelombang
pendek). Penyerapan terbesar bagi gelombang panjang cahaya yang panjang (diukur
dalam sepersejuta meter atau mikron "μ") dan agak kurang untuk
panjang gelombang lebih pendek dari cahaya. Warna-warna yang dapat dilihat di
bawah laut tergantung pada panjang gelombang cahaya yang tersedia untuk
menerangi obyek yang pada intinya sebagian besar cahaya diserap atau tersebar
dalam beberapa meter atas laut.
Grafik Penetrasi Cahaya di Laut Terbuka dan Perairan Pantai
Gambar Panjang Gelombang dan Penyerapan Cahaya terhadap Kedalaman
Penetrasi cahaya yang
masuk ke perairan dipengaruhi oleh intensitas dan sudut
datang cahaya, kondisi permukaan air dan bahan-bahan
terlarut dan tersuspensi di dalam air. Jenis molekul H2O,
O2, O3 dan CO2 dapat menyerap
radiasi matahari sehingga dapat mengubahnya menjadi energi panas. Diperairan
alami, penetrasi cahaya sekitar 53% masuk ke perairan dan mengalami
perubahan menjadi panas dan pada kedalaman satu meter
dari permukaan sudah mulai berubah serta menghilang
(extinction). Intensitas cahaya yang masuk ke
kolomair semakin berkurang dengan bertambahnya kedalaman.
Artinya, cahayamengalami penghilangan (extinction) maupun pengurangan
(atenuasi) yang semakin besar dengan bertambahnya
kedalaman. Cahaya yang diabsorpsi menghasilkan panas yang sangat
penting bagi prosesproses hidup. Sifat-sifat panas air dan
hubungan-hubungan yang terjadi merupakan faktor yang sangat penting dalam
mempertahankan air sebagai suatu lingkungan hidup yang
cocok.Cahaya matahari merupakan sumber bagi semua jasad yang
berada di perairan. Gejala radiasi beserta akibat-akibatnya secara
tidak langsung mempengaruhi hampir semua fase kejadian biologis maupun bukan
biologis. Misalnya pada ikan, cahaya sangat mempengaruhi tingkah
lakunya, fisiologinya maupun sampai pada migrasi harian. Respon ikan
pada cahaya melalui mata dan organ pineal yang berada pada bagian
atas otak. Kebanyakan ikan, mata merupakan reseptor penglihatan yang sempurna.
Sistem optik mata ikan bekerja mengumpulkan cahayadan membentuk suatu
fokus bayangan untuk di analisis oleh retina. Sedangkan sensitivitas
dan ketajaman mata bergantung pada terangnya bayangan yang mencapai retina.
Sifat beberapa spesies ikan terhadap cahaya ada yang fototaksis dan
lainnya fotophobi. Spesies pemburu memerlukan cahaya untuk
melokalisasi mangsa dan pemangsaan terjadi pada intensitas cahaya yang
relatif rendah, seperti pagi dan sore hari. Selanjutnya
stimulus cahaya juga berperan dalam mempengaruhi migrasi harian dan
tingkah laku kelompok pada kebanyakan spesies. Fotoreseptor pada retina mata
menyerap energi cahaya dan menyalurkannya ke sistem saraf dalam bentuk
energi elektrikal. Dengan demikian cahaya dan segala aspeknya
seperti intensitas, sudut penyebaran, polarisasi, panjang gelombang, arah,
musim, lama penyinaran dan komposisi spektrum akan mempengaruhi secara langsung
dan tidak langsung tingkah laku ikan serta proses fisiologinya (Hutabarat, 1985).
Cahaya merupakan faktor lingkungan yang mempunyai peranan
sangat penting di dalam sebuah ekosistem. Tumbuhan dapat melakukan adaptasi
untuk mengelola cahaya dengan panjang gelombang antara 0,39-7,6 mikron.
Klorofil yangberwarna hijau mengasorpsi cahaya merah dan biru, dengan
demikian panjang gelombang tersebut yang merupakan bagian dari
spektrum cahaya yang sangat bermanfaat bagi fotosintesis. Dalam
ekosistem daratan kualitas cahaya tidak mempunyai variasi yang berarti
untuk mempengaruhi fotosintesis. Dalam ekosistem perairan, cahaya merah
dan biru akan dimanfaatkan oleh fitoplankton yang hidup di permukaan
sehingga cahaya hijau dipenetrasikan ke lapisan lebih bawah dan
fitoplankton yang berada di daerah lebih bawah atau bagian dasar akan
lebish sulit menyerap cahaya. Sebagai organisme autotrof, fitoplankton
berperan sebagai produser primer yang mampu mentransfer
energi cahaya menjadi energi kimia berupa bahan organik pada
selnya yang dapat dimanfaatkan oleh organisme lain pada tingkat
tropis diatasnya. Umumnya fotosintesis akan bertambah apabila adanya
peningkatan intensitas cahaya sampai pada suatu nilai optimum
tertentu (cahaya saturasi). Akan tetapi apabila intensitas cahaya melebihi
batas, maka cahaya tersebut merupakan penghambat bagi fotosintesis
(cahaya inhibisi), sedangkan cahayamemiliki nilai
intesitas yang dibawah nilai optimum maka dijadikan faktor
pembatas cahaya dapat menembus suatu bahan.
Efek cahaya ultraviolet terhadap tumbuhan dapat merusak atau membunuh
bakteri dan mampu mempengaruhi perkembangan tumbuhan (menjadi terhambat),
contohnya yaitu bentuk-bentuk daun yang rusak, terhambatnya pertumbuhan batang,
dan batang dapat menjadi panjang dengan cepat (Soejarwo, 2007).
Pada ekosistem perairan alami, siklus
produksi dimulai oleh produser. Produser adalah organisme autotrop yang mampu
mensintesa bahan organik yang berasal dari bahan anorganik melalui proses
fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari. Produser utama pada ekosistem
perairan adalah fitoplankton. Sebagai organisme autotrop, fitoplankton berperan
sebagai produser primer yang mampu mentransfer energi cahaya menjadi energi
kimia berupa bahan organik pada selnya yang dapat dimanfaatkan oleh organisme
lain pada tingkat tropis diatasnya. Pada tahapan awal aliran energi, cahaya
matahari “ditangkap” oleh tumbuhan hijau yang merupakan produser primer bagi
ekosistem perairan. Energi yang ditangkap digunakan untuk melakukan proses
fotosintesis dengan memanfaatkan nutrien yang ada di lingkungannya. Melalui
pigmen-pigmen yang ada fitoplankton melakukan proses fotosintesis.
Pigmen-pigmen ini memiliki kemampuan yang berbeda dalam melakukan penyerapan
energi cahaya matahari. Proses fotosintesis hanya dapat berlangsung bila pigmen
fotosintesis menerima intensitas cahaya tertentu yang memenuhi syarat untuk
terjadinya proses tersebut. Umumnya fotosintesis bertambah sejalan dengan
peningkatan intensitas cahaya sampai pada suatu nilai optimum tertentu (cahaya
saturasi). Di atas nilai tersebut cahaya merupakan penghambat bagi fotosintesis
(cahaya inhibisi), sedangkan di bawah nilai optimum merupakan cahaya pembatas
sampai pada suatu kedalaman di mana cahaya tidak dapat menembus lagi. Di laut
terjadi transfer energi antar organisme pada tingkatan tropis yang berbeda
dengan demikian terjadi proses produksi. Hirarki proses produksi membentuk
sebuah rantai yang dikenal dengan rantai makanan. Ada dua kelompok rantai
makanan yang ada di ekosistem laut yaitu rantai makanan grazing (grazing
food chain) dan rantai makanan detrital (detritus food chain). Kedua
jenis rantai makanan tersebut saling melengkapi dan membentuk sebuah siklus
yang kontinus.
Menurut Sri Juwana (2005), suhu adalah suatu respon benda
terhadap sesuatu yang mengenainya. Sumber utama bahan dalam air laut adalah
matahari. Pancaran energi matahari ini
akan sampai kebatas atas atmosfir bumi rata- rata sekitar 2 kalori/cm2/menit.
Kemudian pancaran energi ini juga sampai ke permukaan laut dan diserap oleh
massa air. Pada permukaan laut, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
perubahan suhunya yaitu :
1. Letak ketinggian dari permukaan laut dan
kedalaman.
Suhu akan menurun secara teratur
sesuai dengan kedalaman. Hal ini disebabkan karena pengaruh intensitas cahaya
matahari yang masuk ke dalam air yang menyebabkan semakin dalam suatu perairan
suhunya pun semakin rendah. Dan pada suhu melebihi 1000 meter suhu air relative
konstan yaitu 2oC – 4oC (Hutagalung,1988).
Berdasarkan perubahan suhu itulah, sehingga suhu di dalam laut memiliki wilayah sebaran secara vertikal (menegak) yang membagi lapisannya menjadi tiga bagian yaitu Mix Layer, Thermocline dan Deep Layer.
Berdasarkan perubahan suhu itulah, sehingga suhu di dalam laut memiliki wilayah sebaran secara vertikal (menegak) yang membagi lapisannya menjadi tiga bagian yaitu Mix Layer, Thermocline dan Deep Layer.
Lapisan Mix Layer merupakan lapisan yang hangat di bagian teratas dimana pada lapisan ini gradient suhu berubah secara perlahan. Lapisan ini juga biasa disebut lapisan epilimnion. Lapisan thermocline merupakan lapisan dimana gradient suhu berubah secara cepat sehingga terjadi perubahan suhu yang sangat mencolok. Pada lapisan termoklin ini memiliki ciri gradien suhu yaitu perubahan suhu terhadap kedalaman sebesar 0.1ºC untuk setiap pertambahan kedalaman satu meter (Nontji,1986).
Lapisan deep layer yang merupakan lapisan terbawah yaitu lapisan dimana suhu air rendah bahkan relative konstan yaitu sebesar 4oC. Lapisan ini juga biasa disebut lapisan hipilimnion. Kedalaman setiap lapisan di dalam kolom perairan dapat diketahui dengan melihat perubahan gradien suhu dari permukaan sampai lapisan dalam. Lapisan permukaan tercampur merupakan lapisan dengan gradien suhu tidak lebih dari 0,03 oC/m sedangkan kedalaman lapisan termoklin dalam suatu perairan didefinisikan sebagai suatu kedalaman atau posisi dimana gradien suhu lebih dari 0,1 oC/m.
2. Intensitas cahaya matahari
Cahaya matahari berperan penting terhadap suhu air laut. Wilayah
permukaan memiliki suhu yang lebih tinggi di bandingkan di bagian dalam. Hal
ini disebabkan karena wilayah permukaan lebih banyak terkena sinar matahari
dibandingkan bagian dalam perairan.Cahaya matahari dapat masuk hingga kedalaman
200 sampai 1000 meter. Hal ini ditandai oleh masih hangatnya suhu air pada
kedalaman 200 meter dan pada kedalaman antara 200 sampai 1000 meter, suhu air
pun berubah secara drastis.
3. Presipitasi dan evaporasi
3. Presipitasi dan evaporasi
Presipitasi terjadi di laut melalui
curah hujan yang dapat menurunkan suhu permukaan laut, sedangkan evaporasi
dapat meningkatkan suhu permukaan akibat adanya aliran bahang dari udara ke
lapisan permukaan perairan. Menurut McPhaden and Hayes (1991), evaporasi dapat meningkatkan
suhu kira-kira sebesar 0,1oC pada lapisan permukaan hingga kedalaman 10 m dan
hanya kira-kira 0,12OC pada kedalaman 10 – 75 m.
4. Kecepatan angin dan sirkulasi udara
Adveksi vertikal dan entrainment dapat
mengakibatkan perubahan terhadap kandungan bahang dan suhu pada lapisan
permukaan. Kedua faktor tersebut bila dikombinasi dengan faktor angin yang
bekerja pada suatu periode tertentu dapat mengakibatkan terjadinya upwelling.
Upwelling menyebabkan suhu lapisan permukaan tercampur menjadi lebih rendah.
Pada umumnya pergerakan massa air disebabkan oleh angin. Angin yang berhembus
dengan kencang dapat mengakibatkan terjadinya percampuran massa air pada
lapisan atas yang mengakibatkan sebaran suhu menjadi homogen.
Sumber DO di perairan adalah difusi
langsung dari atmosfer dan hasil fotosintesis organisme autotroph. Sumber utama oksigen terlarut di perairan adalah difusi dari udara. Laju
transfer oksigen tergantung pada konsentrasi oksigen terlarut di lapisan
permukaan, konsentrasi saturasi oksigen, dan bervariasi sesuai kecepatan angin.
Difusi oksigen dari atmosfer ke air bisa terjadi secara langsung pada kondisi
air diam (stagnan) atau adanya
pergolakan massa air akibat arus atau angin. Pada kondisi air diam, difusi
terjadi apabila tekanan parsial udara lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan
parsial permukaan perairan. Pada kondisi pergolakan massa air, terjadi
peningkatan peluang bagi molekul air untuk bersentuhan dengan atmosfer.
Penyerapan oksigen dari atmosfer ke dalam air terjadi dalam dua cara: (a)
difusi langsung di permukaan perairan dan (b) melalui berbagai bentuk agitasi
pada permukaan air, seperti gelombang, air terjun, dan turbulensi. Namun,
difusi langsung dari udara melalui lapisan permukaan ke dalam perairan terjadi
sangat lambat dan relatif tidak efektif dalam menyediakan oksigen ke perairan
walaupun dapat berlangsung selama 24 jam. Misalnya, Tanaman yang ada di dalam
air, dengan bantuan sinar matahari, melakukan fotosintesis yang menghasilkan
oksigen. Oksigen yang dihasilkan dari fotosintesis ini akan larut di dalam air.
Selain dari itu, oksigen yang ada di udara dapat juga masuk ke dalam air
melalui proses difusi yag secara lambat menembus permukaan air.
Konsentrasi oksigen yang terlarut di dalam air tergantung pada tingkat kejenuhan
air itu sendiri. Kejenuhan air dapat disebabkan oleh koloidal yang melayang di
dalam air oleh jumlah larutan limbah yang terlarut di dalam air. Selain dari
itu suhu air juga mempengaruhi konsentrasi oksigen yang terlarut di dalam air.
Tekanan udara dapat pula mempengaruhi kelarutan oksigen di dalam air. Tekanan
udara dapat pula mempengaruhi kelarutan oksigen di dalam air karena
tekanan udara mempengaruhi kecepatan difusi oksigen dari udara ke dalam air.
Atmosfer bumi mengandung oksigen sekitar 210 ml/liter. Oksigen merupakan salah
satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang terlarut diperairan
alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turblensi air, dan
tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin kecil
tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Semakin tinggi suatu
tempat dari permukaan laut, tekanan atmosfer semakin rendah (Sri Juwana, 2005)
Menurut Bayard (1983), Salinitas
adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan
garam dalam tanah. Kandungan garam pada sebagian besar danau,sungai, dan saluran air alami sangat kecil sehingga air di
tempat ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam sebenarnya pada air
ini, secara definisi, kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu, air dikategorikan
sebagai air payau atau menjadi saline bila konsentrasinya 3 sampai 5%. Lebih dari
5%, ia disebut brine. Faktor – faktor yang mempengaruhi
salinitas yaitu :
1. Penguapan, makin besar tingkat
penguapan air laut di suatu wilayah, maka salinitasnya tinggi dan sebaliknya
pada daerah yang rendah tingkat penguapan air lautnya, maka daerah itu rendah
kadar garamnya.
2. Curah hujan, makin besar/banyak curah
hujan di suatu wilayah laut maka salinitas air laut itu akan rendah dan
sebaliknya makin sedikit/kecil curah hujan yang turun salinitas akan tinggi.
Banyak sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut, makin
banyak sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas laut tersebut akan
rendah, dan sebaliknya makin sedikit sungai yang bermuara ke laut tersebut maka
salinitasnya akan tinggi. Air laut secara alami merupakan air saline dengan kandungan garam sekitar 3,5%.
Beberapadanau garam di daratan dan beberapa lautan
memiliki kadar garam lebih tinggi dari air laut umumnya. Sebagai contoh, Laut Mati memiliki kadar garam sekitar 30%.
Walaupun kebanyakan air laut di dunia memiliki kadar garam sekitar 3,5 %, air
laut juga berbeda-beda kandungan garamnya. Yang paling tawar adalah di timur
Teluk Finlandia dan di utara Teluk Bothnia, keduanya bagian dari Laut Baltik.
Yang paling asin adalah di Laut Merah, di mana suhu tinggi dan sirkulasi
terbatas membuat penguapan tinggi dan sedikit masukan air dari sungai-sungai.
Kadar garam di beberapa danau dapat lebih tinggi lagi (Bayard, 1983).
Menurut
Nontji (1986), refraktometer adalah alat ukur untuk menentukan indeks cairan
atau padat, bahan transparan dengan refrektometry. Prinsip pengukuran: oleh
cahaya, penggembalaan kejadian, total refleksi. Ini adalah pembiasan (refraksi)
atau refleksi total cahaya yang digunakan. Sebagai prisma umum menggunakan 3
prinsip, satu dengan indeks bias disebut prisma. Cahaya merambat dalam transisi
antara pengukuran prisma dan media sampel (cairan) dengan kecepatan yang
berbeda indeks bias diketahui dari media sampel diukur dengan refleksi cahaya.
Prinsip
kerja dari refractometer sesuai dengan nama adalah dengan
memanfaatkan refraksi cahaya. Seperti terlihat pada gambar di
bawah ini sebuah sedotan yang dicelupkan ke dalam gelas yang berisi air akan
terlihat terbengkok. Pada Gambar kedua sebuah sedotan
dicelupkan kedalam sebuah gelas yang berisi larutan gula. Terlihat sedotan
terbengkok lebih tajam. Fenomena ini terjadi karena adanya refraksi
cahaya. Semakintinggi konsentrasi bahan terlarut (Rapat Jenis Larutan), maka
sedotan akan semakin terlihat bengkok secara proporsional. Besarnya sudut
pembengkokan ini disebut RefractiveIndex (nD). Refractometer ditemukan oleh Dr.
Ernst Abbe seorang ilmuwan dari German pada permulaan abad 20. Prinsip kerja dari refractometer sesuai
dengan namanya adalah dengan memanfaatkan refraksi cahaya. Konsentrasi
padatan terlarut berpengaruh pada sudut refraksi, sehingga dapat memutar prisma
yang terdapat di dalam alat. Kadar gula atau padatan terlarut dapat dihitung
dengan rumus :
TPT = Kapasitas dan sensitivisas
Skala
penggunaan hand refractometer disesuaikan denganskalapenggunaannya, Refraktometer
yang dipakai untuk mengukur konsentrasi larutan gula akan ditera pada
skala gula. Begitu juga dengan refraktometer untuk larutan garam, protein.
Bahan terlarut sering dinyatakan dalam satuan Brix(%) yaitu
merupakan persentasi dari bahan terlarut dalam sample (larutan air).
Kapasitas pengukuran alat ini adalah 0-32%. Hand Refraktometer memiliki flap
iluminator yang menghasilkan cahaya menyebar pada sudut penggembalaan dan
membantu untuk menjaga sampel di tempat. Cahaya melewati sampel, memasuki
prisma ukur dan lensa kemungkinan lainnya, dan akhirnya jatuh pada skala
pengukuran di tempat yang dapat dibaca. Tergantung pada alasan untuk
menggunakan refraktometer, skala dapat lulus dalam derajat Brix, persentase
persentase alkohol atau glikol, dan lain-lain. Untuk menjaga perbedaan
temperatur, refrak-tometer tangan sederhana diadakan harus baik dikalibrasi
sebelum mengambil pengukuran (menggunakan sekrup kalibrasi dan air suling),
atau hasilnya harus dikonversi menggunakan tabel koreksi suhu (yang membutuhkan
pengukuran temperatur yang terpisah). Namun, refrak-tometer banyak
dibangun di kompensasi suhu - baik wedge optik skala atau tambahan dipasang
pada strip bimetal, yang membungkuk ketika perubahan suhu, mengkompensasi perubahan
indeks bias. Yang membuat mereka lebih mudah untuk digunakan.
Teknik Pengukuran sangat sederhana. Pertama, Anda membuka
tutup iluminator (itu terhubung ke perangkat dengan engsel kecil) dan
menempatkan sampel pada permukaan prisma pengukuran. Untuk menempatkan
sampel pada prismaAnda dapat menggunakan pipet, tetapi ketika melakukan
pengukuran di lapangan bahkan memeras beberapa tetes jus dari buah yang akan
dilakukan. Setelah flap ditutup, Anda melihat melalui lensa mata, dan
membaca hasil dari skala. Untuk membaca lebih mudah mungkin perlu untuk
menempatkan refraktometer dalam arah beberapa sumber cahaya (seperti matahari
atau lampu) (Romimohterto, 2001)
GPSMAP 198C Sounder adalah salah satu intstrumen
sederhana yang umumnya digunakan sebagai peralatan navigasi pelayaran serta
sebagai perlatan penampil hasil sounding pada suatu kolom perairan. GPSMAP 198C
Sounder adalah instrumen keluaran perusahaan Garmin.Instrumen ini memiliki
lebih dari 3000 waypoint dengan berbagai nama dan simbol. Untuk menu Track, GPSMAP
198C Sounder memiliki 2500 otomatis poin track log. Selain itu fasilitas untuk
menu track yang dimiliki dari alat ini adalah mamou menyimpan 500 poin per
penyimpanan track. Untuk datum sebagai proyeksi , alat ini menyimpan lebih dari
100 datum ditambah dengan datum pengguna. Untuk performa dari alat ini, GPSMAP
198C Sounder memiliki 12 chanel paralel gps receiver untuk memperbaharui posisi
dan letak. Alat ini dapat mengakuisisi suatu posisi dalam 15 detik saat kondisi
hangat dan cerah serta 45 detik untuk kondisi dingin. Untuk akurasi dari GPS
dari alat ini kurang lebih 15 meter. Untuk akurasi dari kecepatan sekitar 0.005
meter/detik pada kondisi steady state. GPSMAP 198C Sounder menggunakan antena
eksternal yakni patch style, GA 29 dengan panjang kabel sekitar 30 kaki. Alat
ini menggunakan catu daya sebesar 10-35 volt DC. Pada penggunaannya menggunakan
daya sebesark 4 watts maksimal dengan voltase 12 volt DC. GPSMAP 198C
Sound berukuran 6,3 inch x 6,2 inch x 3,7 inch. Berat dari alat ini
sekitar 0.91 kg. Untuk display alat ini memiliki diagonal display sebesar 12.7
cm dengan jumlah piksel 234x320 pixel. Alat ini dapat beroperasi pada suhu -15oC
hingga 70oC. Untuk Sonar alat ini menggunakan frekuensi 50 Khz dan
200Khz (40odan 10o). Kedalaman yang dapatb dicapai sonar
adalah 1500 kaki (Nyabakken, 1988).
III.
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Dari hasil pengamatan dan percobaan
mengenai kondisi perairan yang dilihat dari parameter fisika, kimia dan
perairan laut di Teluk Penyu baik untuk tumbuhnya mikroorganisme, dimana
parameter fisika dan kimia masih dalam kisaran normal.
B.
Saran
1.
Diharapkan
kepada setiap praktikan agar lebih serius untuk melakukan praktikum.
2.
Koordinasi
antara asisten praktikum dan praktikan dapat lebih ditingkatkan.
Dartar Refensi
Bayard, H dan Zottoli, P. 1983. Pengantar Biologi Laut. Mosbycompany.
London.
Hutabarat, S. E. 1985. Pengantar Oceanografi. UI Press.
Jakarta.
Nontji, A. 1986. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.
Nyabakken, J. W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis.
PT. Gramedia. Jakarta.
Romimohterto. 2001. Biologi Laut. Djambatan. Jakarta.
Soejarwo. 2007. BIOLOGI LAUT : Ilmu Pengetahuan
Tentang Biota Laut. Djambatan. Jakarta.
Sri Juwana. 2005. Biologi Laut. Djambatan. Jakarta.
Komentar
Posting Komentar