Faktor Lingkungan Oseanografi

FAKTOR LINGKUNGAN OSEANOGRAFI



   





Oleh:
Naimatul Mubarokah                        B0A013003
Rakhmi Dwi Agustin                           B0A013004
Elite Pradana                                         B0A013005
Nopa  Mulyanah                                  B0A013006
Nita Indra Purwaningsih                   B0A013025
Andi Helmi Abdillah                          B0A013029
Ahmad Kharisul Umam                     B0A013034
Faiq Noor Musa Abdillah                 B0A013037
Jihan Ibnu Hayyan                               B0A013040
Nurhaeni Riski Meiindarti               B0A013054





LAPORAN PRAKTIKUM OSEANOGRAFI






KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PROGRAM STUDI DIII PENGELOLAAN SUMBERDAYA
PERIKANAN DAN KELAUTAN
PURWOKERTO
2014



I.                    PENDAHULUAN
A.                  Latar Belakang
Oseanografi adalah bagian dari ilmu kebumian atau earth sciences yang mempelajari laut,samudra beserta isi dan apa yang berada di dalamnya hingga ke kerak samuderanya. Secara umum, oseanografi dapat dikelompokkan ke dalam 4 (empat) bidang ilmu utama yaitu: geologi oseanografi yang mempelajari lantai samudera atau litosfer di bawah laut; fisika oseanografi yang mempelajari masalah-masalah fisis laut seperti arus, gelombang, pasang surut dan temperatur air laut; kimia oseanografi yang mempelajari masalah-masalah kimiawi di laut, dan yang terakhir biologi oseanografi yang mempelajari masalah-masalah yang berkaitan dengan flora dan fauna atau biota di laut.
Para ahli oseanografi mempelajari berbagai topik, termasuk organisme laut dan dinamika ekosistem; arus samudera, ombak, dan dinamika fluida geofisika; tektonik lempeng dan geologi dasar laut; dan aliran berbagai zat kimia dan sifat fisik didalam samudera dan pada batas-batasnya. Topik beragam ini menunjukkan berbagai disiplin yang digabungkan oleh ahli oceanografi untuk memperluas pengetahuan mengenai samudera dan memahami proses di dalamnya: biologi, kimia, geologi, meteorologi, dan fisika.
Oseanografi fisis: Kajian tentang aspek fisika di laut yang meliputi sifat-sifat fisis dan dinamika laut. Dinamika: Gerak air laut yang meliputi arus laut, gelombang laut dan pasang surut laut. Oseanografi Biologi: Kajian yang mempelajari sisi hayati laut guna mengungkapkan berbagai sirkulasi kehidupan organisme yang hidup di atau dari laut. Oseanografi Kimia: Kajian yang melihat berbagai proses aksi dan reaksi antar unsur molekul atau campuran dalam sistem laut / samudra yang menyebabkan perubahan zat secara reversibel atau ireversibel. Oseanografi Geologi: Kajian yang memfokuskan pada bagunan dasar laut yang berkaitan dengan struktur dan evolusi cekungan laut. Arus laut merupakan pergerakan massa air secara vertikal maupun secara horizontal yang sangat luas yang terjadi di seluruh lautan di dunia. Arus laut dapat juga didefinisikan sebagai pergerakan suatu massa air yang disebabkan oleh tiupan angin secara terus menerus atau dapat juga diakibatkan oleh perbedaan densitas air laut serta gelombang panjang.

B.            Tujuan Praktikum
Tujuan dari diadakannya praktikum oceanografi ini adalah agar praktikan mampu melakukan pengukuran parameter kualitas air baik dari parameter fisika maupun parameter kimia dan dapat mengaplikasikannya di kehidupan mendatang.
C.            Tinjauan Pustaka
Faktor lingkungan yang dimaksud adalah kondisi oseanografi dan meteorologi perairan. Faktor oseanografi adalah kondisi perairan yang berpengaruh langsung terhadap makhluk hidup di perairan, misalnya suhu dan salinitas. Faktor meteorologi adalah keadaan iklim atau cuaca yang mempengaruhi interaksi terhadap lautan secara langsung dan akan mempengaruhi kehidupan di laut termasuk rumput laut, misalnya jumlah curah hujan yang mempengaruhi tinggi rendahnya salinitas di laut.
Arus air laut adalah pergerakan massa air secara vertikal dan horisontal sehingga menuju keseimbangannya, atau gerakan air yang sangat luas yang terjadi di seluruh lautan dunia. Arus juga merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dikarenakan tiupan angin atau perbedaan densitas atau pergerakan gelombang panjang. Pergerakan arus dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain arah angin, perbedaan tekanan air, perbedaan densitas air, gaya Coriolis dan arus Ekman, topografi dasar laut, arus permukaan, upwellng , downwelling.
Lingkungan laut sangat luas cakupannya dan sangat majemuk sifatnya. Karena luasnya dan majemuknya lingkungan tersebut. Tiada satu kelompok biota laut pun yang mampu hidup disemua bagian lingkungan laut tersebut dan disegala kondisi lingkungan yang berbeda-beda kedalam lingkungan-lingkungan yang berbeda pula. Para ahli oseanologi membagi-bagi lingkungan laut menjadi zona-zona atau yang memintakat-mintakat menurut kreteria-kreteria yang berbeda (Romimohtarto, 2001).
Laut merupakan suatu tempat mata pencarian bagi orang-orang asia tenggara yang telah berumur berabad-abad lamanya. Tidak dimana pun juga hal ini benar-benar dapat dilihat diIndonesia dimana Negara ini terdiri dari lebih kurang 13.000 pulau yang tersebar. Kebanyakan penduduk yang berjumlah 140.000.000 bertempat timggal berbatasan dengan lautan. Sejak dahulu lautan telah memberi manfaat kepada manusia untuk dipergunakan suatu sarana untuk berpergian, perniagaan dan perhubungan dari suatu tempat ketempat lain. Akhir-akhir ini diketahui bahwa lautan banyak mengandung sumber-sumber alam yang berlimpah-limpah jumlahnya dan bernilai berjuta-juta dolar (Hutabarat, 1985).
1.            Parameter Fisika
•             Suhu
Suhu adalah salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme di lautan, karena suhu mempengaruhi baik aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan diri organisme-organisme tersebut. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika banyak dijumpai berbagai macam jenis hewan di dunia. Sebagai contoh binatang karang dimana penyebarannya sangat dibatasi oleh perairan yang hangat yang terdapat di daerah tropik dan subtropik. Faktor yang mempengaruhi perbedaan pemanasan adalah sinar matahari yang merambat melalui dan perbedaan sudut datang sinar matahari ketika atmosfir mencapai permukaan bumi (Hutabarat dan evans, 2008).
Suhu adalah ukuran energi gerakan molekul secara horizontal sesuai dengan garis lintang dan secara vertikal sesuai dengan kedalaman. Metabolisme   organisme  biasanya berkisar pada suhiu antara 0-40° C. Semua organisme laut, kecuali burung-burung dan mamalia laut bersifat poikilotermik atau ektotermik, artinya suhu tubuhya dipengaruhi oleh suhu massa air di sekitarnya. Berdasarkan penyebaran suhu permukaan laut dan penyebaran organisme secara keseluruhan, dapat dibedakan empat zona biogeografik utama: kutub, tropik, beriklim sedang-panas, dan beriklim sedang dingin (Nybakken, 1985).
•             Kecepatan arus
Secara umum yang dimaksud dengan arus laut adalah gerakan massa air laut ke arah horizontal dalam skala besar. Walaupun ada arus vertical, namun ulasan ini hanya membahas arus horizontal saja. Tidak sperti pada arus sungai yang searah dengan aliran sungai yang menuju ke arah hilir, dimana kecepatan arus sungai bisa diukur secara sederhana. Arus di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor dan salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya arus yakni tiupan angin musim dan suhu permukaan laut yang berubah – ubah (Wibisono, 2005).
Arus laut (sea current) adalah gerakan massa air laut dari satu tempat ke tempat lain baik secara vertikal (gerak ke atas) maupun secara horizontal (gerakan ke samping).Contoh-contoh gerakan itu seperti gaya coriolis, yaitu gaya yang membelok arah arus dari tenaga rotasi bumi. Pembelokan itu akan mengarah ke kanan di belahan bumi utara dan mangarah ke kiri di belahan bumi selatan.Gaya ini yang mengakibatkan adanya aliran gyre yang searah jarum jam (ke kanan) pada belahan bumi utara dan berlawanan dengan arah jarum jam di belahan bumi selatan. Perubahan arah arus dari pengaruh angin ke pengaruh gaya coriolis dikenal dengan spiral ekman (ilmukelautan, 2012).
Arus air laut juga dapat terjadi karena adanya perbedaan suhu air baik secara vertikal maupun horizontal, tinggi permukaan laut, dan pasang-surut. Adanya perbedaan suhu masa air dan terjadinya pembuyaran arus permukaan (divergensi) menyebabkan terjadinya upwelling dan sebaliknya, convergensi atau pemusatan arus permukaan menyebabkan terjadinya downwelling atau bisa dikatakan tenggelamnya masa air permukaan (Nybakken,  1992).
•             Kecerahan
Sifat optis air sangat berhubungan dengan intensitas matahari. Semakin besar sudut datang matahari  maka semakin besar sifat optis air yang dimiliki bahkan intensitas matahari yang semakin lama maka sifat optis air akan bervariasi (Nybakken,1985).
Satuan untuk nilai kecerahan dari suatu perairan dengan alat tersebut adalah satuan meter. Jumlah cahaya yang diterima oleh phytoplankton diperairan asli bergantung pada intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam permukaan air dan daya perambatan cahaya di dalam air. Masuknya cahaya matahari ke dalam air dipengaruhi juga oleh kekeruhan air (turbidity) (Gusrina, 2008).
•             Kekeruhan
Kekeruhan merupakan banyaknya zat yang tersuspensi pada suatu perairan. Hal ini menyebabkan hamburan dan absorbsi cahaya yang datang sehingga kekeruhan menyebabkan terhalangnya cahaya yang menembus air. Kekeruhan menggambarkan tentang sifat optik yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam perairan (Gusrina, 2008).
Besarnya jumlah partikel tersuspensi menyebabkan pada waktu-waktu
tertentu terutama pada saat musim penghujan dimana volume air tawar meningkat dan membawa material akibat erosi menyebabkan kekeruhan meningkat, demikian juga aktivitas pasang air laut. Kekeruhan biasanya minimum pada mulut muara dan semakin meningkat kea rah hulu sungai. Pengaruh ekologis kekeruhan adalah menurunnya daya penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan yang selanjutnya menurunkan produktivitankton dan tumbuhan bentik (Boyd, 1990).
•             Pasang Surut
Pasang surut laut merupakan salah satu gejala alam yang tampak nyata di laut, yakni suatu gerakan vertikal dari seluruh partikel massa air laut dari permukaan sampai bagian terdalam dari dasar laut yang disebabkan oleh pengaruh dari gaya tarik menarik antara Bumi, Matahari dan Bulan. Ada tiga jenis pasang surut yang pokok yaitu pasang surut tipe harian tunggal (diurnal type), pasang surut tipe harian ganda (semi diurnal type), dan pasang surut tipe campuran (Wibisono, 2005).
Nilai tertinggi dan nilai terendah kedudukan pasang surut terjadi pada saat bulan purnama atau bulan baru, dimana pengaruh gaya tarik bulan dan matahari maksimal yaitu matahari dan bulan sama-sama melakukan gaya tarik menarik terbesar. Keadaan pasang surut tersebut disebut spring tide dan pasang surut yang terjadi pada saat bulan berada pada kuartir pertama dan terakhir disebut neap tide, pada waktu spring tide didapatkan tunggang air yang terbesar sedangkan pada neap tide didapatkan tunggang air yang terkecil (Ongkosongo dan Suyarso, 1989).
Perairan laut memberikan respon yang berbeda terhadap gaya pembangkit pasang surut,sehingga terjadi tipe pasut yang berlainan di sepanjang pesisir. Menurut Dronkers (1964), ada tiga tipe pasut yang dapat diketahui, yaitu :
1.    Pasang surut diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi satu satu kali pasang dan satu kali surut. Biasanya terjadi di laut sekitar katulistiwa.
2.    Pasang surut semi diurnal.  Yaitu bila dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang hampir sama tingginya.
3.    Pasang surut campuran.  Yaitu gabungan dari tipe 1 dan tipe 2, bila bulan melintasi khatulistiwa (deklinasi kecil), pasutnya bertipe semi diurnal, dan jika deklinasi bulan mendekati maksimum, terbentuk pasut diurnal.
•             Gelombang
Gelombang adalah gerakan dari setiap partikel air laut yang berupa gerak longitudinal dan orbital secara bersamaan disebabkan oleh transmisi energi serta waktu melalui berbagai ragam bentuk materi. Gelombang pasang adalah gelombang besar dan tinggi yang datang secara mendadak diakibatkan dari gerakan kerak bumi di dasar laut (dislokasi) atau berupa gempa tektonik dimana energi tersebut diteruskan secara lateral sampai wilayah pantai yang dapat merusak terhadap apa saja yang berada di wilayah pantai, biasanya dikenal dengan sebagai Tsunami (Wibisono, 2005).
Gelombang air laut terjadi karena adanya alih energi dari angin ke permukaan laut atau disebabkan oleh gempa di dasar laut. Gelombang merambat ke segala arah membawa energinya yang kemudian dilepaskan ke pantai dalam bentuk hempasan ombak. Rambatan gelombang dapat mencapai ribuan kilometer sampai mencapai pantai. Gelombang yang mencapai pantai akan mengalami pembiasan dan akan memusat jika mendekati semenanjung atau menyebar jika menemui cekungan. Gelombang yang menuju perairan dangkal akan mengalami spilling, plunging, collapsing atau surging. Semua fenomena yang terjadi pada gelombang  disebabkan oleh topografi dasar laut (Nybakken, 1992).
2.            Parameter Kimia
•             PH
Suatu skala atau ukuran untuk mengukur keasaman atau kebasahan larutan dinamakan PH, nilainya bervariasi antara 0-14 dengan batas normal ada pada nilai 7. Air laut umiumnya memiliki nilai PH di atas 7 yang berarti bersifat basa, namun dalam kondisi tertentu nilainya dapat menjadi lebih rendah sehingga menjadi bersifat asam. Perubahan nilai PH yang demikian berpengaruh terhadap kualitas perairan yang pada akhirnya berdampak terhadap kehidupan biota di dalamnya (Ruyitno et al., 2003).
Derajat keasaman menunjukan aktifitas ion hidrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hidrogen (mol/l) pada suhu tertentu atau pH = - log (H+). Konsentrasi pH mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jazad renik. Perairan yang asam cenderung menyebabkan kematian pada ikan. Hal ini disebabkan konsentrasi oksigen akan rendah sehingga aktifitas pernapasan tinggi dan selera makan berkurang (Ghufron dan Kordi, 2005).
pH air laut umunya berkisar antara 7.6 – 8.3 dan berpengaruh terhadap ikan. Nilai pH biasanya dipengaruhi oleh laju fotosintesa, buangan industri serta limbah rumah tangga. Kisaran pH dalam perairan alami, sangat dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida yang merupakan substansi asam. Fitoplankton dan vegetasi perairan lainya menyerap karbondioksida dari perairan selama proses fotosintesa berlangsung sehingga pH cenderung meningkat pada siang hari dan menurun pada malam hari. Tetapi menurunya pH oleh karbondioksida tidak lebih dari 4.5 (Boyd, 1982).
•             Salinitas
Salinitas adalah kadar garam terlarut dalam air. Satuan salinitas adalah per mil (‰), yaitu jumlah berat total (gr) material padat seperti NaCl yang terkandung dalam 1000 gram air laut (Wibisono, 2004). Salinitas merupakan bagian dari sifat fisik-kimia suatu perairan, selain suhu, pH, substrat dan lain-lain. Salinitas  dipengaruhi oleh pasang surut, curah hujan, penguapan, presipitasi dan topografi suatu perairan. Akibatnya, salinitas suatu perairan dapat sama atau berbeda dengan perairan lainnya, misalnya perairan darat, laut dan payau. Kisaran salinitas air laut adalah 30-35‰, estuari 5-35‰ dan air tawar 0,5-5‰ (Nybakken, 1992).
Salinitas 30 ppt adalah tingkat kadar garam normal pada air laut, pada salinitas ini induk ikan bandeng dipelihara dan dipijahkan. Salinitas 23 ppt adalah kisaran salinitasi media air laut - payau, di mana nener (stadium akhir larva bandeng) dipelihara di bak- bak  hatchery bandeng. Sementara salinitas 16 ppt mewakili air payau, di alam kondisi ini dijumpai pada tambak-tambak dimana benih bandeng dipelihara atau dibesarkan mencapai ukuran konsumsi (Murtidjo,2002).
Toleransi terhadap salinitas tergantung pada umur stadium ikan. Salinitas berpengaruh terhadap reproduksi, distribusi, lama hidup serta orientasi migrasi. Variasi salinitas pada perairan yang jauh dari pantai akan relatif kecil dibandingkan dengan variasi salinitas di dekat pantai, terutama jika pemasukan air - air sungai. Perubahan salinitas tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku ikan atau distribusi ikan tetapi pada perubahan sifat kimia air laut (Brotowidjoyo et al, 1995).
•             Oksigen Terlarut (DO)
DO merupakan zat pengoksidasi yang kuat dan berperan penting dalam pernapasan tumbuhan dan hewan, secara alami kelarutannya dalam air laut cukup untuk membuat ikan dan biota hidup di dalamnya. Akan timbul masalah bilamana konsentrasinya berubah sehingga mencapai angka di luar batas angka kenormalan dalam suatu perairan. Penurunan konsentrasi oksigen ini biasanya disebabkan oleh terjadinya perubahan kualitas perairan sebagai akibat banyaknya bahan pencemar yang mengalir ke dalam perairan (Ruyitno et al., 2003).
Penurunan kadar oksigen terlarut dalam air dapat menghambat aktivitas ikan. Oksigen diperlukan untuk pembakaran dalam tubuh. Kebutuhan akan oksigen di antara tiap spesies tidak sama. Hal ini disebabkan adanya perbedaan struktur molekul sel darah ikan yang mempunyai hubungan antara tekanan partial oksigen dalam air dengan keseluruhan oksigen dalam sel darah (Brown and Gratzek, 1980) .




III.MATERI DAN METODE
A.            Materi
Pada Praktikum Osseanografi ini, alat-alat yang digunakan adalah Thermometer untuk mengukur suhu, Seichi disk untuk mengukur kecerahan, pH indicator (Kertas Lakmus) untuk mengukur pH, Papan silang dan Stopwacht untuk mengukur arus, Refraktometer untuk mengukur salinitas, Kayu Meteran untuk mengukur Pasang surut .
B.            Metode
•             Pasang Surut
Pasang surut diukur dengan menggunakan kayu meteran yang di celupkan kedalam perairan. Pasang surut di ukur ketika terjadi pasang di laut
•             Suhu
Pengukuran suhu digunakan thermometer yang dicelupkan kedalam perairan yang kondisi awal thermometer pada posisi 0 C. nilai suhu diperoleh setelah thermometer direndam didalam air selama 1 sampai 5 menit. Pengukuran juga dilakukan pada tiga titik yang berbeda.
•             Kecerahan
Kecerahan merupakan gambaran kedalaman air yang tembus cahaya dan visible untuk matapada umumnya. Pengukuran kecerahan digunakan alat yakni Seichi disk yang dicelupkan kedalam perairan dan dilihat dari jarak tampak dan jarak hilang seichi disk didalam air. Titik hilang adalah panjang ketika warna hitam dan putih tidak kelihatan ketika sechidisch diturunkan dan titik tampak adalah ketika warna hitam dan putih terlihat ketika seichidisk diangkat perlahan dari batas jarak hilang. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali pada titik yang berbeda.
Rumus kecerahan :
Kecerahan = jarak hilang + jarak tampak : 2
•             Salinitas
Mengukur salinitas dengan menggunakan refraktometer. Sampel air laut diteteskan pada kaca refraktometer diarahkan kesumber cahaya untuk mempermudah kita melihat hasilnya. Sebelum dilakukan pengukuran refraktometer terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan aquadest yang diteteskan pada kaca refraktometer. Salinitas dilakukan pengukuran sebanyak tiga kali pada titik yang berbeda. Pada setiap titik juga dikalibrasi dengan aquadest agar mendapatkan hasil yang optimal. Hasil yang di dapat antara lain : di titik 1 salinitasnya (35ppt), titik 2 (35ppt),dan di titik 3 (35ppt).
•             pH air laut
Pada pengukuran pH dengan menggunakan pH indicator (Kertas Lakmus) yang dicelupkan kedalam perairan dan dibiarkan selama beberap menit. Kemudian tentukan besar pH dengan perbandingan warna kertas dengan tabel warna penentu besar pH pada kotak pH indicator untuk mendapatkan nilai pHnya.
Pengukuran dilakukan pada tiga titik yang berbeda.
•             menghitung kecepatan
Kecepatan diukur dengan menggunakan papan silang diatas permukaan air laut, panjang tali yang dipakai dicatat sebagai nilai jarak (s),waktu ujung dibutuhkan oleh papan silang dari awal pelepasan sampai saat tali merenggang sebagai waktu (t),nilai kecepatan (v),dan pengukuran kecepatan dilakukan sebanyak tiga kali.
Rumus kecepatan
Kecepatan= jarak tempuh (m) : Waktu (s)
•             Penentuan arah
Arah arus dilihat dari pergerakan papan silang ketika melakukan pengukuran kecepatan arus dan untuk menentukan derajat arahnya,dibantu dengan menggunakan kompas bidik.arah arus dilakukan penentuan arah sebanyak tiga kali.



II.                  HASIL DAN PEMBAHASAN
A.                  Hasil
a)      Kedalaman
10,8 m   kanan kapal
9,1 m     kiri kapal
9,6 m     saat pengambilan sedimen
0,6 m     daerah mangrove
b)      Salinitas
35 ppt = 1025 ppm
30ppt = 1023 ppm daerah mangrove
c)       Suhu
30 0C
30 0C daerah mangrove
d)      Kecerahan
a. Hitam =71
a.       Putih  =77
                                 = =  = 74
a.      Hitam   = 66
b.    Putih     = 70
 =  =  = 63 daerah mangrove



B.                  Pembahasan
Cahaya adalah bentuk radiasi elektromagnetik yang bergerak dengan kecepatan yang mendekati 3 X 108 ms-1 dalam ruang hampa. Cahaya bergerak lebih cepat dan menembus atmosfer lebih jauh dari bunyi sehingga kita dapat menggunakan penglihatan kita lebih baik. Di laut air tidak hanya mengubah warna sinar matahari, secara dramatis mengubah intensitasnya. Dalam air laut yang jelas, cahaya tampak menurun sekitar 10 kali lipat untuk setiap 75 m. Ini berarti bahwa pada 75 m kedalaman terang cahaya hanya 10% dari permukaan, dan di dua kali kedalaman atau kedalaman 150 m adalah 1% cahaya permukaan. Di bawah kedalaman ini ada cahaya cukup untuk fotosintesis. Intensitas cahaya ini menurun dengan cepat dengan kedalaman air. Misalnya, hanya 73% dari cahaya permukaan mencapai kedalaman 1 cm (kurang dari setengah inci), hanya 44,5% dari cahaya permukaan mencapai kedalaman 1 meter (3,3 kaki), 22,2% dari cahaya permukaan mencapai kedalaman 10 meter (33 kaki), 0,53% dari cahaya permukaan mencapai kedalaman 100 meter (330 kaki) dan 0,0062% dari cahaya permukaan mencapai kedalaman 200 meter. Kondisi cahaya mempengaruhi fungsi dari kedua mata manusia dan mata ikan. Mata manusia. Di bawah air (di mana cahaya menurun 10 kali lipat dengan setiap 75 m keturunan), mata manusia secara teoritis dapat mendeteksi cahaya ke hampir 900 m. Mata ikan laut dalam, mungkin fungsional ke 1000 m. Mata mereka menunjukkan adaptasi yang luar biasa dan mungkin 10 sampai 100 kali lebih sensitif daripada mata manusia. Bahkan di bawah 1000 m ada banyak hewan dengan mata fungsional. Mata ini yang telah berevolusi untuk mendeteksi bioluminescence (emisi cahaya oleh organisme hidup) (Hutabarat, 1985).
Menurut Hutabarat (1985), pembagian zona kedalaman laut berdasarkan intensitas cahayanya, ekosistem laut dibedakan menjadi 3 bagian:
  • Daerah eufotik/ sunlight zone adalah daerah laut yang masih dapat ditembus cahaya matahari, dengan kedalaman kurang dari 200 m (656 kaki).
  • Daerah disfotik/ twilight adalah daerah yang menerima cahaya remang-remang, tidak efektif untuk kegiatan fotosintesis, dengan kedalaman antara 200 m (656 kaki)  - 2000 m (3.280 kaki).
  • Daerah afotik/ midnight zone adalah daerah yang tidak tembus cahaya matahari. Selalu gelap dan tidak ada kegiatan fotosintesis, dengan kedalaman lebih dari 2000 m (3.280 kaki).
            Diagram di bawah ini menunjukan gambaran dasar kedalaman di mana warna cahaya yang berbeda menembus air laut. Air menyerap warna-warna hangat seperti merah dan jeruk (yang dikenal sebagai cahaya gelombang panjang) dan mencerai-beraikan warna dingin (dikenal sebagai cahaya panjang gelombang pendek). Penyerapan terbesar bagi gelombang panjang cahaya yang panjang (diukur dalam sepersejuta meter atau mikron "μ") dan agak kurang untuk panjang gelombang lebih pendek dari cahaya. Warna-warna yang dapat dilihat di bawah laut tergantung pada panjang gelombang cahaya yang tersedia untuk menerangi obyek yang pada intinya sebagian besar cahaya diserap atau tersebar dalam beberapa meter atas laut.
Grafik Penetrasi Cahaya di Laut Terbuka dan Perairan Pantai

Gambar Panjang Gelombang dan Penyerapan Cahaya terhadap Kedalaman
   Penetrasi cahaya yang masuk ke perairan dipengaruhi oleh intensitas dan sudut datang cahaya, kondisi permukaan air dan bahan-bahan terlarut dan tersuspensi di dalam air. Jenis molekul H2O, O2, O3 dan CO2 dapat menyerap radiasi matahari sehingga dapat mengubahnya menjadi energi panas. Diperairan alami, penetrasi cahaya sekitar 53% masuk ke perairan dan mengalami perubahan menjadi panas dan pada kedalaman satu meter dari permukaan sudah mulai berubah serta menghilang (extinction). Intensitas cahaya yang masuk ke kolomair semakin berkurang dengan bertambahnya kedalaman. Artinya, cahayamengalami penghilangan (extinction) maupun pengurangan (atenuasi) yang semakin besar dengan bertambahnya kedalaman. Cahaya yang diabsorpsi menghasilkan panas yang sangat penting bagi prosesproses hidup. Sifat-sifat panas air dan hubungan-hubungan yang terjadi merupakan faktor yang sangat penting dalam mempertahankan air sebagai suatu lingkungan hidup yang cocok.Cahaya matahari merupakan sumber bagi semua jasad yang berada di perairan. Gejala radiasi beserta akibat-akibatnya secara tidak langsung mempengaruhi hampir semua fase kejadian biologis maupun bukan biologis. Misalnya pada ikan, cahaya sangat mempengaruhi tingkah lakunya, fisiologinya maupun sampai pada migrasi harian. Respon ikan pada cahaya melalui mata dan organ pineal yang berada pada bagian atas otak. Kebanyakan ikan, mata merupakan reseptor penglihatan yang sempurna. Sistem optik mata ikan bekerja mengumpulkan cahayadan membentuk suatu fokus bayangan untuk di analisis oleh retina. Sedangkan sensitivitas dan ketajaman mata bergantung pada terangnya bayangan yang mencapai retina. Sifat beberapa spesies ikan terhadap cahaya ada yang fototaksis dan lainnya fotophobi. Spesies pemburu memerlukan cahaya untuk melokalisasi mangsa dan pemangsaan terjadi pada intensitas cahaya yang relatif rendah, seperti pagi dan sore hari. Selanjutnya stimulus cahaya juga berperan dalam mempengaruhi migrasi harian dan tingkah laku kelompok pada kebanyakan spesies. Fotoreseptor pada retina mata menyerap energi cahaya dan menyalurkannya ke sistem saraf dalam bentuk energi elektrikal. Dengan demikian cahaya dan segala aspeknya seperti intensitas, sudut penyebaran, polarisasi, panjang gelombang, arah, musim, lama penyinaran dan komposisi spektrum akan mempengaruhi secara langsung dan tidak langsung tingkah laku ikan serta proses fisiologinya (Hutabarat, 1985).
Cahaya merupakan faktor lingkungan yang mempunyai peranan sangat penting di dalam sebuah ekosistem. Tumbuhan dapat melakukan adaptasi untuk mengelola cahaya dengan panjang gelombang antara 0,39-7,6 mikron. Klorofil yangberwarna hijau mengasorpsi cahaya merah dan biru, dengan demikian panjang gelombang tersebut yang merupakan bagian dari spektrum cahaya yang sangat bermanfaat bagi fotosintesis. Dalam ekosistem daratan kualitas cahaya tidak mempunyai variasi yang berarti untuk mempengaruhi fotosintesis. Dalam ekosistem perairan, cahaya merah dan biru akan dimanfaatkan oleh fitoplankton yang hidup di permukaan sehingga cahaya hijau dipenetrasikan ke lapisan lebih bawah dan fitoplankton yang berada di daerah lebih bawah atau bagian dasar akan lebish sulit menyerap cahaya. Sebagai organisme autotrof, fitoplankton berperan sebagai produser primer yang mampu mentransfer energi cahaya menjadi energi kimia berupa bahan organik pada selnya yang dapat dimanfaatkan oleh organisme lain pada tingkat tropis diatasnya. Umumnya fotosintesis akan bertambah apabila adanya peningkatan intensitas cahaya sampai pada suatu nilai optimum tertentu (cahaya saturasi). Akan tetapi apabila intensitas cahaya melebihi batas, maka cahaya tersebut merupakan penghambat bagi fotosintesis (cahaya inhibisi), sedangkan cahayamemiliki nilai intesitas yang dibawah nilai optimum maka dijadikan faktor pembatas cahaya dapat menembus suatu bahan. Efek cahaya ultraviolet terhadap tumbuhan dapat merusak atau membunuh bakteri dan mampu mempengaruhi perkembangan tumbuhan (menjadi terhambat), contohnya yaitu bentuk-bentuk daun yang rusak, terhambatnya pertumbuhan batang, dan batang dapat menjadi panjang dengan cepat (Soejarwo, 2007).
Pada ekosistem perairan alami, siklus produksi dimulai oleh produser. Produser adalah organisme autotrop yang mampu mensintesa bahan organik yang berasal dari bahan anorganik melalui proses fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari. Produser utama pada ekosistem perairan adalah fitoplankton. Sebagai organisme autotrop, fitoplankton berperan sebagai produser primer yang mampu mentransfer energi cahaya menjadi energi kimia berupa bahan organik pada selnya yang dapat dimanfaatkan oleh organisme lain pada tingkat tropis diatasnya. Pada tahapan awal aliran energi, cahaya matahari “ditangkap” oleh tumbuhan hijau yang merupakan produser primer bagi ekosistem perairan. Energi yang ditangkap digunakan untuk melakukan proses fotosintesis dengan memanfaatkan nutrien yang ada di lingkungannya. Melalui pigmen-pigmen yang ada fitoplankton melakukan proses fotosintesis. Pigmen-pigmen ini memiliki kemampuan yang berbeda dalam melakukan penyerapan energi cahaya matahari. Proses fotosintesis hanya dapat berlangsung bila pigmen fotosintesis menerima intensitas cahaya tertentu yang memenuhi syarat untuk terjadinya proses tersebut. Umumnya fotosintesis bertambah sejalan dengan peningkatan intensitas cahaya sampai pada suatu nilai optimum tertentu (cahaya saturasi). Di atas nilai tersebut cahaya merupakan penghambat bagi fotosintesis (cahaya inhibisi), sedangkan di bawah nilai optimum merupakan cahaya pembatas sampai pada suatu kedalaman di mana cahaya tidak dapat menembus lagi. Di laut terjadi transfer energi antar organisme pada tingkatan tropis yang berbeda dengan demikian terjadi proses produksi. Hirarki proses produksi membentuk sebuah rantai yang dikenal dengan rantai makanan. Ada dua kelompok rantai makanan yang ada di ekosistem laut yaitu rantai makanan grazing (grazing food chain) dan rantai makanan detrital (detritus food chain). Kedua jenis rantai makanan tersebut saling melengkapi dan membentuk sebuah siklus yang kontinus.
Menurut Sri Juwana (2005), suhu adalah suatu respon benda terhadap sesuatu yang mengenainya. Sumber utama bahan dalam air laut adalah matahari. Pancaran  energi matahari ini akan sampai kebatas atas atmosfir bumi rata- rata sekitar 2 kalori/cm2/menit. Kemudian pancaran energi ini juga sampai ke permukaan laut dan diserap oleh massa air. Pada permukaan laut, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perubahan suhunya yaitu :
1.    Letak ketinggian dari permukaan laut dan kedalaman.
Suhu akan menurun secara teratur sesuai dengan kedalaman. Hal ini disebabkan karena pengaruh intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam air yang menyebabkan semakin dalam suatu perairan suhunya pun semakin rendah. Dan pada suhu melebihi 1000 meter suhu air relative konstan yaitu 2oC – 4oC (Hutagalung,1988).
Berdasarkan perubahan suhu itulah, sehingga suhu di dalam laut memiliki wilayah sebaran secara vertikal (menegak) yang membagi lapisannya menjadi tiga bagian yaitu Mix Layer, Thermocline dan Deep Layer.

                                            

Lapisan Mix Layer merupakan lapisan yang hangat di bagian teratas dimana pada lapisan ini gradient suhu berubah secara perlahan. Lapisan ini juga biasa disebut lapisan epilimnion.  Lapisan thermocline merupakan lapisan dimana gradient suhu berubah secara cepat sehingga terjadi perubahan suhu yang sangat mencolok. Pada lapisan termoklin ini memiliki ciri gradien suhu yaitu perubahan suhu terhadap kedalaman sebesar 0.1ºC untuk setiap pertambahan kedalaman satu meter (Nontji,1986).
Lapisan deep layer yang merupakan lapisan terbawah yaitu lapisan dimana suhu air rendah bahkan relative konstan yaitu sebesar 4oC. Lapisan ini juga biasa disebut lapisan hipilimnion. Kedalaman setiap lapisan di dalam kolom perairan dapat diketahui dengan melihat perubahan gradien suhu dari permukaan sampai lapisan dalam. Lapisan permukaan tercampur merupakan lapisan dengan gradien suhu tidak lebih dari 0,03 oC/m sedangkan kedalaman lapisan termoklin dalam suatu perairan didefinisikan sebagai suatu kedalaman atau posisi dimana gradien suhu lebih dari 0,1 oC/m.
2.    Intensitas cahaya matahari
Cahaya matahari berperan penting terhadap suhu air laut. Wilayah permukaan memiliki suhu yang lebih tinggi di bandingkan di bagian dalam. Hal ini disebabkan karena wilayah permukaan lebih banyak terkena sinar matahari dibandingkan bagian dalam perairan.Cahaya matahari dapat masuk hingga kedalaman 200 sampai 1000 meter. Hal ini ditandai oleh masih hangatnya suhu air pada kedalaman 200 meter dan pada kedalaman antara 200 sampai 1000 meter, suhu air pun berubah secara drastis.
3.  Presipitasi dan evaporasi
Presipitasi terjadi di laut melalui curah hujan yang dapat menurunkan suhu permukaan laut, sedangkan evaporasi dapat meningkatkan suhu permukaan akibat adanya aliran bahang dari udara ke lapisan permukaan perairan. Menurut McPhaden and Hayes (1991), evaporasi dapat meningkatkan suhu kira-kira sebesar 0,1oC pada lapisan permukaan hingga kedalaman 10 m dan hanya kira-kira 0,12OC pada kedalaman 10 – 75 m.
4.    Kecepatan angin dan sirkulasi udara
Adveksi vertikal dan entrainment dapat mengakibatkan perubahan terhadap kandungan bahang dan suhu pada lapisan permukaan. Kedua faktor tersebut bila dikombinasi dengan faktor angin yang bekerja pada suatu periode tertentu dapat mengakibatkan terjadinya upwelling. Upwelling menyebabkan suhu lapisan permukaan tercampur menjadi lebih rendah. Pada umumnya pergerakan massa air disebabkan oleh angin. Angin yang berhembus dengan kencang dapat mengakibatkan terjadinya percampuran massa air pada lapisan atas yang mengakibatkan sebaran suhu menjadi homogen.
Sumber DO di perairan adalah difusi langsung dari atmosfer dan hasil fotosintesis organisme autotroph. Sumber utama oksigen terlarut di perairan adalah difusi dari udara. Laju transfer oksigen tergantung pada konsentrasi oksigen terlarut di lapisan permukaan, konsentrasi saturasi oksigen, dan bervariasi sesuai kecepatan angin. Difusi oksigen dari atmosfer ke air bisa terjadi secara langsung pada kondisi air diam        (stagnan) atau adanya pergolakan massa air akibat arus atau angin. Pada kondisi air diam, difusi terjadi apabila tekanan parsial udara lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan parsial  permukaan perairan. Pada kondisi pergolakan massa air, terjadi peningkatan peluang bagi molekul air untuk bersentuhan dengan atmosfer. Penyerapan oksigen dari atmosfer ke dalam air terjadi dalam dua cara: (a) difusi langsung di permukaan perairan dan (b) melalui berbagai bentuk agitasi pada permukaan air, seperti gelombang, air terjun, dan turbulensi. Namun, difusi langsung dari udara melalui lapisan permukaan ke dalam perairan terjadi sangat lambat dan relatif tidak efektif dalam menyediakan oksigen ke perairan walaupun dapat berlangsung selama 24 jam. Misalnya, Tanaman yang ada di dalam air, dengan bantuan sinar matahari, melakukan fotosintesis yang menghasilkan oksigen. Oksigen yang dihasilkan dari fotosintesis ini akan larut di dalam air. Selain dari itu, oksigen yang ada di udara dapat juga masuk ke dalam air melalui  proses difusi yag secara lambat menembus permukaan air. Konsentrasi oksigen yang terlarut di dalam air tergantung pada tingkat kejenuhan air itu sendiri. Kejenuhan air dapat disebabkan oleh koloidal yang melayang di dalam air oleh jumlah larutan limbah yang terlarut di dalam air. Selain dari itu suhu air juga mempengaruhi konsentrasi oksigen yang terlarut di dalam air. Tekanan udara dapat pula mempengaruhi kelarutan oksigen di dalam air. Tekanan udara dapat  pula mempengaruhi kelarutan oksigen di dalam air karena tekanan udara mempengaruhi kecepatan difusi oksigen dari udara ke dalam air. Atmosfer bumi mengandung oksigen sekitar 210 ml/liter. Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang terlarut diperairan alami bervariasi, tergantung  pada suhu, salinitas, turblensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Semakin tinggi suatu tempat dari permukaan laut, tekanan atmosfer semakin rendah (Sri Juwana, 2005)
                Menurut Bayard (1983), Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Kandungan garam pada sebagian besar danau,sungai, dan saluran air alami sangat kecil sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam sebenarnya pada air ini, secara definisi, kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu, air dikategorikan sebagai air payau atau menjadi saline bila konsentrasinya 3 sampai 5%. Lebih dari 5%, ia disebut brine. Faktor – faktor yang mempengaruhi salinitas yaitu :
1.       Penguapan, makin besar tingkat penguapan air laut di suatu wilayah, maka salinitasnya tinggi dan sebaliknya pada daerah yang rendah tingkat penguapan air lautnya, maka daerah itu rendah kadar garamnya.
2.       Curah hujan, makin besar/banyak curah hujan di suatu wilayah laut maka salinitas air laut itu akan rendah dan sebaliknya makin sedikit/kecil curah hujan yang turun salinitas akan tinggi.
Banyak sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut, makin banyak sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas laut tersebut akan rendah, dan sebaliknya makin sedikit sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitasnya akan tinggi. Air laut secara alami merupakan air saline dengan kandungan garam sekitar 3,5%. Beberapadanau garam di daratan dan beberapa lautan memiliki kadar garam lebih tinggi dari air laut umumnya. Sebagai contoh, Laut Mati memiliki kadar garam sekitar 30%. Walaupun kebanyakan air laut di dunia memiliki kadar garam sekitar 3,5 %, air laut juga berbeda-beda kandungan garamnya. Yang paling tawar adalah di timur Teluk Finlandia dan di utara Teluk Bothnia, keduanya bagian dari Laut Baltik. Yang paling asin adalah di Laut Merah, di mana suhu tinggi dan sirkulasi terbatas membuat penguapan tinggi dan sedikit masukan air dari sungai-sungai. Kadar garam di beberapa danau dapat lebih tinggi lagi (Bayard, 1983).
                Menurut Nontji (1986), refraktometer adalah alat ukur untuk menentukan indeks cairan atau padat, bahan transparan dengan refrektometry. Prinsip pengukuran: oleh cahaya, penggembalaan kejadian, total refleksi. Ini adalah pembiasan (refraksi) atau refleksi total cahaya yang digunakan. Sebagai prisma umum menggunakan 3 prinsip, satu dengan indeks bias disebut prisma. Cahaya merambat dalam transisi antara pengukuran prisma dan media sampel (cairan) dengan kecepatan yang berbeda indeks bias diketahui dari media sampel diukur dengan refleksi cahaya.
Prinsip kerja dari refractometer sesuai dengan nama adalah dengan memanfaatkan refraksi cahaya. Seperti terlihat pada  gambar di bawah ini  sebuah sedotan yang dicelupkan ke dalam gelas yang berisi air akan terlihat terbengkok. Pada Gambar kedua sebuah sedotan dicelupkan kedalam sebuah gelas yang berisi larutan gula. Terlihat sedotan terbengkok lebih tajam. Fenomena ini terjadi karena adanya refraksi cahaya. Semakintinggi konsentrasi bahan terlarut (Rapat Jenis Larutan), maka sedotan akan semakin terlihat bengkok secara proporsional. Besarnya sudut pembengkokan ini disebut RefractiveIndex (nD). Refractometer ditemukan oleh Dr. Ernst Abbe seorang ilmuwan dari German pada permulaan abad 20.  Prinsip kerja dari refractometer sesuai dengan namanya adalah dengan memanfaatkan refraksi cahaya. Konsentrasi padatan terlarut berpengaruh pada sudut refraksi, sehingga dapat memutar prisma yang terdapat di dalam alat. Kadar gula atau padatan terlarut dapat dihitung dengan rumus :
    TPT =  Kapasitas dan sensitivisas
Skala penggunaan hand refractometer disesuaikan denganskalapenggunaannya, Refraktometer yang dipakai untuk mengukur konsentrasi larutan gula akan ditera pada skala gula. Begitu juga dengan refraktometer untuk larutan garam, protein. Bahan terlarut sering dinyatakan dalam satuan Brix(%) yaitu merupakan persentasi dari bahan terlarut dalam sample (larutan air). Kapasitas pengukuran alat ini adalah 0-32%. Hand Refraktometer memiliki flap iluminator yang menghasilkan cahaya menyebar pada sudut penggembalaan dan membantu untuk menjaga sampel di tempat. Cahaya melewati sampel, memasuki prisma ukur dan lensa kemungkinan lainnya, dan akhirnya jatuh pada skala pengukuran di tempat yang dapat dibaca. Tergantung pada alasan untuk menggunakan refraktometer, skala dapat lulus dalam derajat Brix, persentase persentase alkohol atau glikol, dan lain-lain. Untuk menjaga perbedaan temperatur, refrak-tometer tangan sederhana diadakan harus baik dikalibrasi sebelum mengambil pengukuran (menggunakan sekrup kalibrasi dan air suling), atau hasilnya harus dikonversi menggunakan tabel koreksi suhu (yang membutuhkan pengukuran temperatur yang terpisah). Namun, refrak-tometer banyak dibangun di kompensasi suhu - baik wedge optik skala atau tambahan dipasang pada strip bimetal, yang membungkuk ketika perubahan suhu, mengkompensasi perubahan indeks bias. Yang membuat mereka lebih mudah untuk digunakan.
Teknik Pengukuran sangat sederhana. Pertama, Anda membuka tutup iluminator (itu terhubung ke perangkat dengan engsel kecil) dan menempatkan sampel pada permukaan prisma pengukuran. Untuk menempatkan sampel pada prismaAnda dapat menggunakan pipet, tetapi ketika melakukan pengukuran di lapangan bahkan memeras beberapa tetes jus dari buah yang akan dilakukan. Setelah flap ditutup, Anda melihat melalui lensa mata, dan membaca hasil dari skala. Untuk membaca lebih mudah mungkin perlu untuk menempatkan refraktometer dalam arah beberapa sumber cahaya (seperti matahari atau lampu) (Romimohterto, 2001)
GPSMAP 198C Sounder adalah salah satu intstrumen sederhana yang umumnya digunakan sebagai peralatan navigasi pelayaran serta sebagai perlatan penampil hasil sounding pada suatu kolom perairan. GPSMAP 198C Sounder adalah instrumen keluaran perusahaan Garmin.Instrumen ini memiliki lebih dari 3000 waypoint dengan berbagai nama dan simbol. Untuk menu Track, GPSMAP 198C Sounder memiliki 2500 otomatis poin track log. Selain itu fasilitas untuk menu track yang dimiliki dari alat ini adalah mamou menyimpan 500 poin per penyimpanan track. Untuk datum sebagai proyeksi , alat ini menyimpan lebih dari 100 datum ditambah dengan datum pengguna. Untuk performa dari alat ini, GPSMAP 198C Sounder memiliki 12 chanel paralel gps receiver untuk memperbaharui posisi dan letak. Alat ini dapat mengakuisisi suatu posisi dalam 15 detik saat kondisi hangat dan cerah serta 45 detik untuk kondisi dingin. Untuk akurasi dari GPS dari alat ini kurang lebih 15 meter. Untuk akurasi dari kecepatan sekitar 0.005 meter/detik pada kondisi steady state. GPSMAP 198C Sounder menggunakan antena eksternal yakni patch style, GA 29 dengan panjang kabel sekitar 30 kaki. Alat ini menggunakan catu daya sebesar 10-35 volt DC. Pada penggunaannya menggunakan daya sebesark 4 watts  maksimal dengan voltase 12 volt DC. GPSMAP 198C Sound  berukuran 6,3 inch x 6,2 inch x 3,7 inch. Berat dari alat ini sekitar 0.91 kg. Untuk display alat ini memiliki diagonal display sebesar 12.7 cm dengan jumlah piksel 234x320 pixel. Alat ini dapat beroperasi pada suhu -15oC hingga 70oC. Untuk Sonar alat ini menggunakan frekuensi 50 Khz dan 200Khz (40odan 10o). Kedalaman yang dapatb dicapai sonar adalah 1500 kaki (Nyabakken, 1988).
  




III.                KESIMPULAN DAN SARAN
A.                  Kesimpulan
Dari hasil pengamatan dan percobaan mengenai kondisi perairan yang dilihat dari parameter fisika, kimia dan perairan laut di Teluk Penyu baik untuk tumbuhnya mikroorganisme, dimana parameter fisika dan kimia masih dalam kisaran normal.
B.                  Saran
1.         Diharapkan kepada setiap praktikan agar lebih serius untuk melakukan praktikum.
2.         Koordinasi antara asisten praktikum dan praktikan dapat lebih ditingkatkan.



Dartar Refensi
Bayard, H dan Zottoli, P. 1983. Pengantar Biologi Laut. Mosbycompany. London.

Hutabarat, S. E. 1985. Pengantar Oceanografi. UI Press. Jakarta.

Nontji, A. 1986. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.

Nyabakken, J. W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia. Jakarta.

Romimohterto. 2001. Biologi Laut. Djambatan. Jakarta.

Soejarwo. 2007. BIOLOGI LAUT : Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Djambatan. Jakarta.

Sri Juwana. 2005. Biologi Laut. Djambatan. Jakarta.











Komentar