Hematologi 2

HEMATOLOGI II




 













Oleh :
Nama                            : Jihan Ibnu Hayyan
NIM                               : B0A013040
Rombongan               : II
Kelompok                  : 1








LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI DASAR II


KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PROGRAM STUDI DIII PENGELOLAAN SUMBERDAYA
PERIKANAN DAN KELAUTAN
PURWOKERTO
2014


                                                                                                                                                    I.            PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang

Darah merupakan jaringan yang tersusun atas kumpulan sel serupa yang terspesialisasi untuk melakukan fungsi tertentu dalam tubuh.Namun, tidak seperti jaringan lainnya, darah adalah sejenis jaringan ikat khusus dengan cairan matriks yang disebut plasma yang memiliki korpuskula yang tersuspensi didalamnya. Untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya darah pada berbagai hewan vertebrata memerlukan sistem sirkulasi yang terdiri atas kapiler, jantung sebagai pemompa darah dan darah yang akan disirkulasikan. Darah terdiri atas dua komponen yaitu plasma darah dan sel-sel darah.Plasma darah merupakan cairan di dalam darah, sedangkan sel-sel darah adalah darah dalam bentuk padat yang terdiri dari trombosit (keping darah), eritrosit (sel darah merah) dan leukosit (sel darah putih). Darah mempunyai banyak peranan di dalam tubuh antara lain sebagai alat pengangkut bermacam-macam substansi seperti nutrisi dan gas – gas yang terlibat dalam respirasi, ekskresi dan hormone, mengatur keseimbangan cairan antara darah dengan cairan jaringan, mengatur keseimbangan asam-basa (pH), mencegah pendarahan, sebagai alat pertahanan dan pengatur suhu tubuh (Anggraeni, 2010).
Darah merupakan jaringan yang sel-sel darahnya tidak saling berlekatan dalam sistem aliran darah.Seperti halnya sel tubuh umumnya, sel darah merah mempunyai konsentrasi internal yang dijaga agar sel darah merah dapat berfungsi optimal. Pada kondisi lingkungan eksternal berbeda sel darah akan menunjukkan respon sel berupa pengerutan atau pembengkakan. Untuk itulah respon sel darah merah dapat dipelajari dengan menempatkan darah di dalam medium hipotonik, isotonik, atau hipertonik.
Perubahan media lingkungan akan mengakibatkan struktur sel darah merah menjadi abnormal. Hal ini terjadi karena adanya aliran materi dari media lingkungan ke dalam selnya. Aliran materi tersebut terutama air, jika terjadi dari luar ke dalam mengakibatkan sel menjadi menggembung sehingga sel akan pecah. Sebaliknya, bila aliran air dari sel keluar menuju medium ekstraseluler maka mengakibatkan sel menjadi mengkerut.Pada kondisi osmotik yang seimbang antara di dalam dan di luar sel, maka tidak terjadi perubahan struktur sel (Isnaeni, 2006).
Apabila terjadi luka, akan berlangsung proses pembekuan darah. Dimulai ketika bagian tubuh terluka, maka trombosit akan pecah dan mengeluarkan enzim trombokinase. Dengan pengaruh ion kalsium dan vitamin K dalam darah, enzim trombokinase akan mengubah protrombin menjadi trombin, selanjutnya trombin akan mengubah protein darah fibrinogen menjadi benang-benang fibrin. Terbentuknya benang-benang fibrin menyebabkan luka tertutup sehingga tidak mengeluarkan darah secara terus menerus (Lesson, 1990).

1.2     Tujuan
Tujuan praktikum kali ini adalah untuk memahami respon sel darah merah terhadap berbagai macam media yang mempunyai konsentrasi osmotis berbeda dan mengetahui konsentrasi internal sel darah merah, memahami bentuk dan struktuk sel dan membandingkan bentuk dan struktur sel darah katak dan manusia serta untuk memahami proses pembekuan darah dan menentukan lamanya waktu pembekuan darah pada manusia.







                                                                                                                             II.          MATERI DAN CARA KERJA

2.1     Materi

Alat yang digunakan adalah lancet, pipet isap, komparator, batang pengaduk, pembuluh kaca kapiler, mikroskop, objek glass dan kaca penutup.
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah darah segar manusia/hewan, aquades, larutan NaCl, (0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,9%, 1,0%), kloroform atau eter, alkohol 70%, antikoagulan: Na-sitrat/EDTA, lancet, kapas, dan syring.

2.2 Cara Kerja
2.2.1 Konsentrasi Sel Darah
1.       Darah katak disediakan dan diperoleh dengan jalan menghisap langsung dari jantung katak. Seekor katak dibius di dalam botol berisi kloroform atau eter dengan cara dibolak-balikkan botol. Selama pembiusan diperhatikan keadaan katak agar tidak mati sebelum dilakukan diseksi.Bila katak sudah tidak menunjukkan reaksi berarti pembiusan sudah cukup. Jangan terlalu lama dibiarkan karena katak akan segera mati.
2.       Setelah katak itu dikeluarkan dari botol dan dilakukan diseksi di bagian ventral, agar jantungnya dapat diisolasi.
3.       Insisi dengan gunting dibuat pada bagian ventral sisi kiri atau kanan, selanjutknya melintang di bagian posterior jantung. Kulit dan oto ventral di angkat agar tampak jantung. Selanjutnya insisi diteruskan hingga rongga dada terbuka. Perhatian : Jangan menusuk atau memotong vena abdominalis  yang terletak tepat pada garis tengah bagian ventral abdomen, sebelah posterior jantung.
4.       Setelah jantung katak diisolasi, kemudian syringe yang telah dibilas larutan antikoagulan (Na-sitrat/EDTA) ditusukkan ke bagian ventrikel.
5.       Darah dihisap sebanyak yang diperlukan (sekitar 1ml) dengan jalan menarik pompa syringe secara perlahan. Bila tarikan syringe terasa berat, berarti ujung syringe tidak berada di tengah ruang ventrikel atau karena tusukan tadi terlalu dalam.
6.       Dalam posisi yang baik maka denyut jantung akan terasa membantu tarikan syring. Sryng dicabut dan segera diputar-putar agar darah tercampur seluruhnya dengan senyawa anti beku.
7.       Darah katak diteteskan pada gelas objek, kemudian ditambahkan beberapa tetes larutan NaCl 0,2%. Keduanya dicampur dengan pengaduk gelas atau tusuk gigi, selanjutnya campuran cairan tersebut segera ditutup dengan kaca penutup. Bila tidak segera ditutup akan terjadi penguapan hingga mengubah konsentrasi larutan NaCl.
8.       Campuran tersebut diamati dibawah mikroskop.
9.       Langkah kerja diatas dilakukan untuk tetesan darah berikutnya, dengan menggunakan NaCl 0,4%;0,6%;0,9% dan 1,0%. Setiap campuran darah pada konsentrasi tertentu harus segera diamati di bawah mikroskop. Penundaan pengamatan setelah pencampuran akan menyebabkan terlewatinya proses yang berlangsung.
10.   Bentuk sel darah diperhatikan pada setiap konsentrasi NaCl.
11.   Gambar dari masing-masing sel tadi dibuat.
12.   Pada konsentrasi NaCl ditentukan yang mana sel darah merah tidak mengalami pembentukan bentuk.
13.   Untuk pengamatan sek darah manusia, mahasiswa dapat menggunakan darah sendiri
14.   Tangan anda setelah dicuci dengan sabun dikeringkan.
15.   Ujung jari telunjuk di bersihkan dengan alkohol 70%, kemudian tangan dikibas-kibaskan agar alkohol mengkering (jangan mengkeringkan tangan dengan tiupan).
16.   Ujung jari telunjuk ditusuk dengan lancet steril dengan kedalaman yang cukup hingga darah keluar secara perlahan. Tusukan yang terlalu dalam dihindari sebagai hasil dari penekanan lancet yang sangat kuat.
17.   Darah diteteskan ke gelas objek dengan memijit ke arah ujung jari.
18.   NaCl diteteskan seperti percobaan menggunakan darah katak. Bila tetesan darah sudah mencukupi, luka tusukan segera dibersihkan lagi dengan kapas beralkohol.




2.2.2   Struksur Sel Darah Merah
1.       Darah katak disediakan dengan cara yang sama seperti pada percobaan sebelumnya, diisap langsung dari jantung. Darah diisap sebanyak yang diperlukan (sekitar 1ml) dengan jalan menarik pompa syring secara perlahan.
2.       Gelas objek yang bersih dan kering, darah katak diteteskan. Kemudian ditambahkan beberapa tetes larutan NaCl 0.6%.
3.       Setelah yang tercampur ditutup dengan gelas penutup dan diamati di bawah mikroskop.
4.       Darah manusia disediakan dengan jalan menusuk ujung jari dengan lancet yang steril, dan darah yang ke luar dapat langsung digunakan untuk percobaan. Langkah pengerjaan seperti pada percobaan sebelumnya.
5.       Prosedur diatas dilakukan terhadap darah anda sendiri dengan menggunakan larutan NaCl 0,9%.
6.       Perbedaan antara kedua sel darah diperhatikan dan diamati dan dibuat gambar dari masing-masing sel darah tadi.
7.       Jari bekas tusukan harus dibersihkan dengan kapas beralkohol, kapas terus ditekan agar luka dapat segera menutup dengan terbentuknya bekuan darah.

2.2.3.   Waktu Beku Darah
1.       Jari anda dibersihkan dengan alkohol 70%, setelah alkohol mengkering jari anda ditusuk dengan lancet steril atau lancet sekali pakai (disposable).
2.       Pipa kapiler di tempelkan dan di tetes darah yang keluar dari jari anda.
3.       Dengan interval waktu 1 menit potonglah sedikit demi sedikit pembuluh kaca kapiler tersebut sampai anda melihat fibrin yang terbentuk ditandai dengan potongan kapiler yang tetap menempel atau menggantung setelah dipatahkan.
4.       Waktu darah anda yang diperlukan dicatat untuk membeku, yaitu waktu sejak jari anda dilukai hingga kapiler yang dipatahkan tetap menggantung.



                                                                                                                              III.     HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1     Hasil
Tabel 3.1.1  Data Pengamatan Diameter Sel Darah Pada Katak :
Kelompok
Hewan Uji
Diameter Sel Darah Pada Konsentrasi NaCl
0,2 %
0,4 %
0,6 %
0,9 %
1,0 %
1
Katak
8,4
12,55
13,2
13,2
13,2

                Tabel 3.1.2  Hasil Pengamatan Struktur Sel Darah Merah
Kelompok
Bentuk dan Struktur Sel Darah
Katak
Manusia
1
Elips
Berinti
Bulat
Tidak Berinti
4
Elips
Berinti
Bulat
Tidak Berinti

Tabel 3.1.3 Data Pengamatan Waktu Beku Darah
Kelompok
Waktu Beku Darah
1
Menit ke-9
2
Menit ke-7
3
Menit ke-1
4
Menit ke-3

Perhitungan 3.1 :
a.       Kelompok 1
Kalibrasi               =   x 10μm
= x 10μm
= 10μm
0,2 % NaCl=                                                                     
0,4 % NaCl =
0,6 % NaCl =
0,9 % NaCl =
   






































3.2     Pembahasan
Struktur dan ukuran sel darah merah pada setiap hewan berbeda tergantung jenis hewannya. Struktur sel darah merah pada Ikan Nila(Osteochillus hasselti) adalah berbentuk oval, memiliki inti. Sedangkan struktur sel darah merah pada manusia bentuknya cakram bikonkaf dan tidak terdapat inti sel. Pada hakikatnya, sel darah merah merupakan suatu membran yang membungkus larutan hemoglobin (protein ini membentuk sekitar 95% protein intrasel sel darah merah), dan tidak memiliki organel sel, misalnya mitokondria, lisosom atau aparatus Golgi. Sel darah manusia, seperti sebagian sel darah merah pada hewan, tidak berinti. Namun, sel darah merah tidak inert secara metabolis. Melalui proses glikolisis, sel darah merah membentuk ATP yang berperan penting dalam proses untuk memperthankan bentuknya yang bikonkaf dan juga dalam pengaturan transpor ion (mis. oleh Na+-K+ ATPase dan protein penukar anion serta pengaturan air keluar-masuk sel. Bentuk bikonkaf ini menigkatkan rasio permukaan-terhadap-volume sel darah merah sehingga mempermudah pertukaran gas. Sel darah merah mengandung komponen sitoskeletal yang berperan penting dalam menentukan bentuknya(Dietor, 1992).
Berdasarkan praktikum, untuk mengetahui konsentrasi dan bentuk sel darah digunakan larutan NaCl. Hal ini dilakukan karena larutan NaCl adalah salah satu garam yang mudah larut dalam air, sehingga pada saat direaksikan NaOH dengan HCl tidak terbentuk endapan NaCl tetapi larutan NaCl dalam bentuk kristalisasi yaitu pembentukan Kristal NaCl dengan cara menguapkan pelarutnya. Larutan NaCl yang digunakan memiliki konsentrasi yang berbeda yaitu 0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,9%, dan 1,0% (Arie, 2010).
             Praktikum pengamatan diameter sel darah diperoleh hasil antara lain kelompok 1 dan 2 dengan hewan katak diameter sel darah pada konsentrasi NaCl 0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,9%  dan 1,0% berturut-turut adalah , μm, μm , μm dan 15μm. Pengamatan diameter sel darah pada kelompok 3 dan 4 dengan hewan uji Katak (Fejervarya cancrivora) pada konsentrasi NaCl 0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,9% dan 1,0% berturut-turut adalah 0,3μm, 0,45μm, 0,6 μm, 0,8 μm dan 1,0 μm. Pengamatan diameter sel darah pada kelompok 5 dan 6 dengan manusia pada konsentrasi NaCl 0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,9% dan 1,0% berturut-turut adalah 1 μm, 1 μm, 0,8 μm, 0,5μm dan 0,4μm.
Pada penambahan larutan NaCl 1,0%, struktur darah katak akan tetap stabil. Hal ini menunjukan bahwa NaCl 1,0% merupakan larutan isotonis karena mempunyai komposisi yang sama dengan cairan tubuh. Pada larutan hipertonis 0,6% dan 0,2% sel darah katak akan mengerut, yang di sebabkan oleh naiknya tekanan osmotik plasma didalam darah, hal ini menyebabkan keluarnya air secara osmosis melalui dinding yang semi permiabel sehingga sel darah membengkak.
Menurut Evelyn (1989), perbedaan larutan hipotonis, isotonis dan hipertonis antara lain sebagai berikut:  
a.       Larutan Hipotonis
                Larutan hipotonis memiliki konsentrasi larutan yang lebih rendah dibandingkan dengan larutan yang lain. Bahasa mudahnya, suatu larutan memiliki kadar garam yang lebih rendah dan yang lainnya lebih banyak. Jika ada larutan hipotonis yang dicampur dengan larutan yang lainnya maka akan terjadi perpindahan kompartemen larutan dari yang hipotonis ke larutan yang lainnya sampai mencapai keseimbangan konsentrasi.
b.       Larutan Isotonis
                Suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel darah merah, sehingga tidak terjadi pertukaran cairan di antara keduanya, maka larutan dikatakan isotonis (ekuivalen dengan larutan 0,9% NaCl). Larutan isotonis mempunyai komposisi yang sama dengan cairan tubuh, dan mempunyai tekanan osmotik yang sama.
c.     Larutan Hipertonis
                Larutan hipertonis memiliki konsentrasi larutan yang lebih tinggi dari larutan yang lainnya. Bahasa mudahnya, suatu larutan mengandung kadar garam yang lebih tinggi dibandingkan dengan larutan yang lainnya. Jika larutan hipertonis ini dicampurkan dengan larutan lainnya (atau dipisahkan dengan membran semipermeabel) maka akan terjadi perpindahan cairan menuju larutan hipertonis sampai terjadi keseimbangan konsentrasi larutan. Sebagai contoh, larutan dekstrosa 5% dalam normal saline memiliki sifat hipertonis karena konsentrasi larutan tersebut lebih tinggi dibandingkan konsentrasi larutan dalam darah pasien.
Pembekuan dimulai ketika keping-keping darah dan faktor-faktor lain dalam plasma darah kontak dengan permukaan yang tidak biasa, seperti pembuluh darah yang rusak atau terluka.Pada saat terjadi luka pada permukaan tubuh, komponen darah, yaitu trombosit akan segera berkumpul mengerumuni bagian yang terluka dan akan menggumpal sehingga dapat menyumbat dan menutupi luka.
Proses pembekuan darah:
1.    Kulit terluka menyebabkan darah keluar dari pembuluh. Trombosit ikut keluar juga bersama darah kemudian menyentuh permukaan-permukaan kasar dan menyebabkan trombosit pecah. Trombosit akan mengeluarkan zat (enzim) yang disebut trombokinase.
2.    Trombokinase akan masuk ke dalam plasma darah dan akan mengubah protrombin menjadi enzim aktif yang disebut trombin. Perubahan tersebut dipengaruhi ion kalsium (Ca²+) di dalam plasma darah. Protrombin adalah senyawa protein yang larut dalam darah yang mengandung globulin. Zat ini merupakan enzim yang belum aktif yang dibentuk oleh hati. Pembentukannya dibantu oleh vitamin K.
3.       Trombin yang terbentuk akan mengubah firbrinogen menjadi benangbenang fibrin. Terbentuknya benang-benang fibrin menyebabkan luka akan tertutup sehingga darah tidak mengalir keluar lagi. Fibrinogen adalah sejenis protein yang larut dalam darah. Coba Anda bayangkan, apabila fibrin ini beredar di dalam darah kita tanpa adanya luka, apa yang akan terjadi? Tentunya akan terjadi banyak penyumbatan darah yang bisa berakibat fatal dalam tubuh kita.
             Proses pembekuan darah tercakup dalam hemostasis. Istilah tersebut berasal dari kata haima yang berarti darah dan juga stasis yang berarti berhenti. Hemostasis atau proses pengehentian darah merupakan hal yang panjang juga kompleks. Ia berlangsung secara terus menerus dengan tujuan untuk mencegah hilangnya darah secara tiba-tiba. Prosesnya juga mencakup pembekuan darah atau koagulasi dimana pembuluh darah dilibatkan serta agregasi trombosit atau platelet juga protein plasma yang kemudian menyebabkan pembekuan.
             Pada hemostasis terjadi vasokonstriksi inisial pada pembuluh darah yang cedera sehingga aliran darah di sebelah distal cedera terganggu. Kemudian hemostasis dan thrombosis memiliki 3 fase yang sama:
1.       Pembekuan agregat trombosit yang longgar dan sementara pada tempat luka. Trombosit akan mengikat kolagen pada tempat luka pembuluh darah dan diaktifkan oleh thrombin yang terbentuk dalam kaskade pristiwa koagulasi pada tempat yang sama, atau oleh ADP yang dilepaskan trombosit aktif lainnya
2.       Pembentukan jarring fibrin yang terikat dengan agregat trombosit sehingga terbentuk sumbat hemostatik atau trombos yang lebih stabil.
3.       Pelarutan parsial atau total agregat hemostatik atau trombos oleh plasmin
             Luka diartikan sebagai peristiwa dimana kesinambungan dinding pembuluh darah terganggu. Luka ini dibagi ke dalam dua jenis yakni luka terbuka dan luka tertutup. Apapun jenis lukanya, jika tidak ada usaha untuk menghentikannya akan berdampak hilangnya cairan yang berakibat pada shock. Pada dasarnya pengendalian luka yang dilakukan oleh tubuh bisa dibagi ke dalam 3 tahapan yakni:
-          Terbentuknya gumpalan darah atau clot. Gumpalan ini berfungsi untuk menghentikan darah keluar.
-          Penghancuran gumpalan atau resorpsi.
-          Pembentukan kembali lapisan kulit yang semula atau regenerasi.
Mekanisme Koagulasi
             Mekanisme terjadinya pembekuan darah atau koagulasi adalah hal yang cukup kompleks. Mekanismenya dimulai apabila terjadi kondisi trauma terutama pada bagian dinding pembuluh darah serta jaringan yang letaknya berdekatan , atau pada darah, atau terkoneksinya darah dengan sel edotel yang rusak tersebut. Mekanisme pembekuan tersebut antara lain:
-          Sebagai reaksi terhadap rusaknya pembuluh darah maka sebuah respon kimia terjadi di dalam darah dimana ada lebih dari selusin faktor pembekuan darah. Dan sebagai hasil akhir, akan terbentuk substansi teraktivasi yang kemudian dikenal dengan nama activator protrombin.
-          Selanjutnya, activator protrombin tesebut akan mengkatalisasi dengan merubah protrombin menjadi thrombin.
-          Lebih lanjut, thrombin tersebut akan bekerja sebagai sebuah enzim dan mengubah fibrinogen menjadi benang-benang darah bernama fibrin yang kemudian akan merangkai trombosit, sel darah merah juga plasma darah. Akhir rangkaian tersebutlah yang kita namai dengan darah yang membeku.
             Proses pembekuan darah atau koagulasi tersebut terjadi dengan melalui dua jalur, yakni:
-           Jalur ekstrinsik, dimana dimulai dengan trauma pada bagian dinding pembuluh darah.
-          Jalur instrinsik yang berawal dari dalam darah itu sendiri.
                Proses yang mengawali pembentukan bekuan fibrin sebagai respons terhadap cedera jaringan dilaksanakan oleh lintasan ekstrinsik. Lintasan intrinsic pengaktifannya berhubungan dengan suatu permukaan yang bermuatan negative. Lintasan intrinsic dan ekstrinsik menyatu dalam sebuah lintasan terkahir yang sama yang melibatkan pengaktifan protrombin menjadi thrombin dan pemecahan fibrinogen yang dikatalis thrombin untuk membentuk fibrin. Pada pristiwa diatas melibatkan macam jenis protein yaitu dapat diklasifikaskan sebagai berikut:
a.       Zimogen protease yang bergantung pada serin dan diaktifkan pada proses koagulasi
b.      Kofaktor
c.       Fibrinogen
d.      Transglutaminase yang menstabilkan bekuan fibrin
e.      Protein pengatur dan sejumla protein lainnya
Lintasan intrinsic
             Lintasan intinsik melibatkan factor XII, XI, IX, VIII dan X di samping prekalikrein, kininogen dengan berat molekul tinggi, ion Ca2+ dan fosfolipid trombosit. Lintasan ini membentuk factor Xa (aktif). Lintasan ini dimulai dengan “fase kontak” dengan prekalikrein, kininogen dengan berat molekul tinggi, factor XII dan XI terpajan pada permukaan pengaktif yang bermuatan negative. Secara in vivo, kemungkinan protein tersebut teraktif pada permukaan sel endotel. Kalau komponen dalam fase kontak terakit pada permukaan pengaktif, factor XII akan diaktifkan menjadi factor XIIa pada saat proteolisis oleh kalikrein. Factor XIIa ini akan menyerang prekalikrein untuk menghasilkan lebih banyak kalikrein lagi dengan menimbulkan aktivasi timbale balik. Begitu terbentuk, factor xiia mengaktifkan factor XI menjadi Xia, dan juga melepaskan bradikinin(vasodilator) dari kininogen dengan berat molekul tinggi.
                Factor Xia dengan adanya ion Ca2+ mengaktifkan factor IX, menjadi enzim serin protease, yaitu factor IXa. Factor ini selanjutnya memutuskan ikatan Arg-Ile dalam factor X untuk menghasilkan serin protease 2-rantai, yaitu factor Xa. Reaksi yang belakangan ini memerlukan perakitan komponen, yang dinamakan kompleks tenase, pada permukaan trombosit aktif, yakni: Ca2+ dan factor IXa dan factor X. Perlu kita perhatikan bahwa dalam semua reaksi yang melibatkan zimogen yang mengandung Gla (factor II, VII, IX dan X), residu Gla dalam region terminal amino pada molekul tersebut berfungsi sebagai tempat pengikatan berafinitas tinggi untuk Ca2+. Bagi perakitan kompleks tenase, trombosit pertama-tama harus diaktifkan untuk membuka fosfolipid asidik (anionic). Fosfatidil serin dan fosfatoidil inositol yang normalnya terdapat pada sisi keadaan tidak bekerja. Factor VIII, suatu glikoprotein, bukan merupakan precursor protease, tetapi kofaktor yang berfungsi sebagai resepto untuk factor IXa dan X pada permukaan trombosit. Factor VIII diaktifkan oleh thrombin dengan jumlah yang sangat kecil hingga terbentuk factor VIIIa, yang selanjutnya diinaktifkan oleh thrombin dalam proses pemecahan lebih lanjut.
Lintasan Ekstrinsik
             Lintasan ekstrinsik melibatkan factor jaringan, factor VII,X serta Ca2+ dan menghasilkan factor Xa. Produksi factor Xa dimulai pada tempat cedera jaringan dengan ekspresi factor jaringan pada sel endotel. Factor jaringan berinteraksi dengan factor VII dan mengaktifkannya; factor VII merupakan glikoprotein yang mengandung Gla, beredar dalam darah dan disintesis di hati. Factor jaringan bekerja sebagai kofaktor untuk factor VIIa dengan menggalakkan aktivitas enzimatik untuk mengaktifkan factor X. factor VII memutuskan ikatan Arg-Ile yang sama dalam factor X yang dipotong oleh kompleks tenase pada lintasan intrinsic. Aktivasi factor X menciptakan hubungan yang penting antara lintasan intrinsic dan ekstrinsik.
Hasil yang diperoleh pada pengamatan waktu beku darah antara lain yaitu waktu beku darah untuk kelompok, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 berturut-turut adalah 5 menit, 2 menit, 4 menit, 3 menit, 3,57 menit, dan 3 menit.Menurut Prihadi(2007), waktu pembekuan darah normal adalah 3 sampai 6 menit. Latihan fisik dapat mempercepat waktu pembekuan darah. Kekurangan cairan, sistem hormonal, stres jaringan, ketahanan tubuh dan jenis kelamin juga ikut berpengaruh dalam penurunan waktu pembekuan darah.




                                                                                                                                                IV.     KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada praktikum dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1.              Struktur sel darah dapat berubah karena perubahan media lingkungan dan memiliki respon adanya pengkerutan atau pembengkakan jika sel darah ditempatkan dalam medium hipertonik, hipotonik, dan isotonik.
2.              Struktur dan ukuran sel darah merah pada setiap hewan berbeda tergantung jenis hewannya. Struktur sel darah merah pada katak (Fejervarya cancrivora)  adalah elips dan berinti sedangkan pada manusia adalah bulat tidak berinti.
3.              Trombosit merupakan komponen sel darah yang berperan penting dalam proses pembekuan darah. Waktu yang diperlukan setiap orang dalam proses pembekuan darah berbeda-beda, namun pada sel darah merah normal membutuhkan waktu pembekuan darah adalah 3 sampai 6 menit.













Komentar