Pengamatan Organ Digesti Hewan dan Laju Digesti Pada Ikan

PENGAMATAN ORGAN DIGESTI HEWAN
DAN LAJU DIGESTI PADA IKAN



 











Oleh :
Nama                            : Jihan Ibnu Hayyan
NIM                              : B0A013040
Kelompok                    : 1







LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI DASAR II



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PROGRAM STUDI DIII PENGELOLAAN SUMBERDAYA
PERIKANAN DAN KELAUTAN
PURWOKERTO
2014


I.                    PENDAHULUAN
1.1          Latar Belakang
             Pakan yang dikonsumsi oleh ikan akan mengalami proses digesti di dalam system pencernaan sebelum nutrisi pakan dapat dimanfaatkan untuk keperluan biologis ikan. Proses digesti di dalam system pencernaan akan melihatkan peran enzim-enzim pencernaan.
             Hewan dengan taksa berbeda serimgkali memiliki system digesti yang cukup berbeda, sebagai contoh pada ikan siste digesti dapat dibedakan atas mulut, esophagus, lambung semua dan intestine. Sementara pada vertebrata lain serig dijumpai adanya lambung sebenarnya dan terdapat partisi yang jelas pada intestinenya.
             Proses digesti pakan yang diperoleh ikan akan dimulai dari lambung, pada ikan yang mempunyai lambung, dan dilanjutkan pada intestine yang akan berakhir hingga anus, merupakan lubang pembuangan bahan sisa. Proses digesti yang terjadi di dalam lambung, laju digestinya dapat diukur dari laju pengosongan lambung. Laju digesti dipengaruhi oleh temperature air juga oleh pakan yang dikonsumsi. Perbedaan kualitas pakan akan perbedaan komponenpenyusun, penyusun pakan, dan perbedaan ini akan berakibat pada perbedaan laju dan kemampuan digesti pakan.

1.2       Tujuan
             Untuk melihat organ digesti katak dan ikan serta mengamati laju digesti atau pengosongan lambung pada ikan. Pencapaian pembelajaran yang ingin dicapai adalah setelah praktikum mahasiswa dapat mengetahui system digesti hewan dan metode pengamatan laju digesti ikan.


II.                  MATERI DAN METODE
2.1       Materi
             Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan analitik, alat bedah, akuarium kaca berukuran 30 x 50 x 30 cm sebanyak 4 buah, thermometer, dan hiter.
             Bahan yang digunakan adalah ikan lele (Clarias batrachus), katak dewasa ( Fejervarya cancrivora), dan pakan ikan (bentuk pelet).

2.2       Metode
                1.   Pengamatan organ digesti katak
1.       Katak (betina/jantan) diambil.
2.       Hewan yang sudah terbius atau mati direntangkan diatas bak bedah dengan menggunakan jarum pentul
3.       Bagian perut hewan tersebut dijepit dengan pinset, kemudian dibuat guntingan kecil dibagian kulit tersebut tanpa merobek otot perutnya.
4.       Bagian atas dan bawah sayatan kulit dipegang dengan erat, kemudian ditarik kearah yang berlawanan, sehingga bagian abdomen mencit terbuka.
5.       Dengan menggunakan pinset dan gunting bedah, bagian dinding abdomen digunting kearah atas dan samping tubuh.
6.       Sistem digestinya diperhatikan, seperti hati, empedu, lambung, intestine besar dan kecil serta anusnya.
7.       Organ digestinya digambar sesuai posisinya didalam tubuh, hasilnya dituangkan kedalam lembar kerja (dilengkapi keterangan gambar).
2. Pengamatan laju digesti ikan
1.       Tiga buah akuarium disiapkan dan diisi dengan air setinggi 25 cm, kemudian diberi aerasi pada akuarium yang akan dipakai.
2.       Ikan ditebar dengan ukuran yang seragam pada akuarium yang telah disediakan dengan kepadatan 4-5 ekor per akuarium.
3.       Ikan diberi pelet sebanyak 2,5 % dari berat total tubuh dan ikan dibiarkan mengkonsumsi pakan untuk waktu 15-20 menit.
4.       Semua ikan diambil pada salah satu akuaium dan dilakukan pembedahan untuk mengambil lambung ikan, setelah lambung diambil dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot lambung. Bobot lambung yang diperoleh dinyatakan sebagai bobot lambung dalam keadaan ringan atau nol jam setelah makan.
5.       30 menit setelah pemberianpakan diambil semua pada salah satu akuarium yang lain dan dilakukan pembedahan pada bagian ventral untuk dapat mengambil lambung ikan serta melakukan penimbangan untuk mengetahui bobot lambung.
6.       Bobot lambung yang diperoleh selanjutnya dinyatakan dengan prosentase bobot lambung pada waktu 30 menit setelah makan terhadap bobot lambung pada waktu kenyang
7.       Langkah ke 5 dan 6 dilakukan lagi untuk waktu pengambilan 60 menit pada akuarium yang lain.
8.       Hubungan antara lama pengamatan dengan prosentase bobot lambung di plotkan dalam bentuk grafik.

III.                HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1   Hasil
Tabel 3.1. Hasil Pengamatan laju Digesti pada Ikan Lele (Clarias batrachus)
Kelompok
Bx
Bx%
By
By%
Bz
Bz%
1
0.1214
100
0.0786
64.7
0.0645
53.1
2
0.0859
100
0.1123
130.07
0.1222
142.2
3
0.1429
100
0.1061
74.25
0.0982
69.14
4
0.1517
100
0,0887
58.47
0.119
79.04

Keterangan :
x = Bobot Lambung setelah 0 menit
y= Bobot Lambung setelah 30 menit
z = Bobot Lambung setelah 60 menit


3.2   Pembahasan
1.       Pengertian Laju Digesti
             Laju digesti adalah laju kecepatan pemecahan makanan dari tubuh ikan dari molekul yang kompleks ke molekul yang lebih sederhana dan kemudian akan diabsorpsi oleh tubuh ikan. Proses digesti yang terjadi dalam lambung dapat diukur dengan mengetahui laju pengosongan lambung. Saluran pencernaan pada ikan dimulai dari rongga mulut (cavum oris). Rongga mulutmemiliki gigi-gigi kecil yang berbentuk kerucut pada geraham bawah dan lidah pada dasar mulut yang tidak dapat digerakan serta banyak menghasilkan lendir, tetapi tidak menghasilkan ludah (enzim). Makanan masuk ke rongga mulut makanan lalu masuk ke esophagus melalui faring yang terdapat di daerah sekitar insang. Esofagus berbentuk kerucut, pendek, terdapat di belakang insang dan bila tidak dilalui makanan lumennya menyempit. Makanan di kerongkongan didorong masuk ke lambung, lambung pada umum-nya membesar, tidak jelas batasnya dengan usus (Fujaya et al., 2002). Ikan jenis tertentu memiliki tonjolan buntu untuk memperluas bidang penyerapan makanan (Halver, 1989).
             Laju digesti juga dapat diatikan sebagai proses mempersiapkan makanan untuk diabsoprsi. Makanan hasil pencernaan dalam saluran usus (dengan bantuan kerja enxim dan getah pencernaan) setelah masuk dalam sel jaringan tubuh mendapat perlakuan lagi oleh enzim yang dihasilkan dan terdapat dalam sel itu sendiri. Enzim-enzim bekerja sebagai katalisator, membantu atau mempercepat reaksi kimia yang terdapat dalam sel (digesti), tetapi tidak turut dalam reaksi itu. Suatu jenis enzim hanya membantu atau mempercepar digesti suatu jenis makanan. Secara kimia prose situ adalag hidrolis makanan. Dengan penambahan H2O, molekul-molekul makanan dipisah-pisahkan menjadi molekul-molekul yang lebih kecil.
2.  Organ Digesti Pada Katak dan Ikan
A.      Katak
             Organ digesti pada katak dimulai dari rongga mulut, eshopagus, lambung, intestinum, usus dan kloaka (Fujaya, 2002)
1.    Rongga mulut.
             Gigi tumbuh pada rahang atas dan langit-langit. Gigi yang tumbuh di langit-langit disebut gigi vomer. Setiap kali tanggal, akan tumbuh gigi baru sebagai ganti. Lidah pada katak bercabang dua dan berfungsi sebagai alat penangkap mangsa. Jika ada serangga, katak menjulurkan lidahnya dan serangga itu akan melekat pada lidah yang berlendir. Katak tidak begitu banyak mempunyai kelenjar ludah dari cavum oris, makanan akan melalui pharinx.
2.    Esophagus.
             Berupa saluran pendek (kerongkongan). Esophagus yang menghasilkan sekresi alkalin (basis) dan mendorong makanan masuk ke dalam ventriculus yang berfungsi sebagai gudang pencernaan.
3.    Ventrikulus (lambung).
             Berbentuk kantung yang bila terisi makanan menjadi lebar. Bagian muka ventriculus yang besar di sebut cardiac, sedang bagian posterior mengecil dan berakhir dengan pyloris. Kontraksi dinding otot ventrikulus meremas makanan menjadi hancur dan dicampur dengan sekresi ventriculus yang mengandung enzim atau fermen, yang merupakan katalisator. Iap-tiap enzim merubah sekelompok zat makanan menjadi ikatan-ikatan yang lebih sederhana. Enzim yang dihasilkan oleh ventriculus dan intestinum terdiri atas : pepsin, tripsin, eripsin dan protein. Disamping itu ventriculus menghasilkan asam klorida untuk mengasamkan makanan. Gerakan yang menyebabkan makanan berjalan dalam saluran disebut gerak peristaliis.  Lambung katak dapat dibedakan menjadi 2, yaitu tempat masuknya esofagus dan lubang keluar menuju usus. Di dalam lambung makanan dicerna kemudian masuk ke usus halus.
4.    Intestinum (usus).
             Dinding usus mengandung kapiler darah dan di sisi sari-sari makanan diserap.  Dapat dibedakan atas usus halus dan usus tebal (besar). Usus halus meliputi: duodenum, jejenum, dan ileum, tetapi belum jelas batas-batasnya. Dinding usus halus mengandung kapiler darah yang berfungsi untuk menyerap sari-sari makanan. Beberapa penyerapan zat makanan terjadi di ventriculus tapi terutama terjadi di intestinum. Makanan masuk ke dalam instestinum dari ventriculus melalui klep pyloris.
5.    Usus tebal (besar).
             Berakhir pada rektum dan menuju kloaka, dan
6.    Kloaka.
             Merupakan muara bersama antara saluran pencernaan makanan, saluran reproduksi, dan urine(Kay, 1998).
B.      Ikan
                Ikan Lele (Clarias batrachus) mempunyai organ digesti yang terdiri dari mulut, rongga mulut, faring, esophagus, lambung, pylorus, usus, rektum dan porus urogenitalis atau anus. Struktur anatomi mulut ikan erat kaitannya dengan cara mendapatkan makanan. Sungut terdapat di sekitar mulut lele yang berperan sebagai alat peraba atau pendeteksi makanan dan ini terdapat pada ikan yang aktif mencari makan pada malam hari (nokturnal). Rongga mulut pada ikan lele diselaputi sel-sel penghasil lendir yang mempermudah jalannya makanan ke segmen berikutnya, juga terdapat organ pengecap yang berfungsi menyeleksi makanan. Faring pada ikan (filter feeder) berfungsi untuk menyaring makanan, karena insang mengarah pada faring maka material bukan makanan akan dibuang melalui celah insang (Fujaya, 2002).
             Esophagus merupakan permukaan dari saluran pencernaan yang berbentuk seperti pipa, mengandung lendir untuk membantu peredaran makanan ke lambung. Lambung ini berfungsi sebagai tempat penampung makanan yang seluruh permukaannya ditutupi oleh sel muskus yang mengandung mukopolisakarida. Pepsin merupakan enzim gastrik yang utama pada vertebrata termasuk ikan. Enzim proteolitik ini hanya aktif di lingkungan asam. Aktivitas peptik sudah diuji pada ikan yang berperut, termasuk lele. Ikan hanya mempunyai satu tipe sel untuk menjalankan dua fungsi,yaitu sekresi pepsin dan HCl. Biasanya, nilai pH pada Ikan Lele yang berkisar antara 2–4 cukup menjamin aktivitas peptik. Terpisah dari enzim proteolitik, enzim lipolitik dan kitinolitik juga telah diuji di perut ikan. Adanya gastrin yang merangsang sekresi gastrik diasumsikan adanya kesamaan antara perut ikan dan perut mamalia (Fujaya, 2002). Ikan lele termasuk ikan yang mempunyai tipe lambung sejati. Ikan lele juga mempunyai lambung dan usus yang panjang, yang menunjukkan bahwa ikan ini termasuk hewan herbivora. Ciri dari hewan herbivora yaitu mempunyai usus yang panjang dan menggulung ( Halver,1989).
             Pylorus pada ikan memilki fungsi sebagai pengatur pengeluaran makanan dari lambung ke usus. Pencernaan makanan dalam usus anterior dipengaruhi oleh enzim yang berasal baik dari dinding usus maupun pankreas. Ketiga tipe enzim (protease, lipase, dan karbohidrase) terdapat dalam usus anterior dan enzim proteolitik terlihat terdapat pada pyloric caeca. Terlepas dari produksi enzim, terjadi juga produksi lendir. Enzim dalam usus anterior mempunyai aktivitas dalam suasana alkalin. Hal ini karena nilai pH dalam usus anterior ikan antara 8,0–8,5. Enzim proteolitik utama adalah tripsin dari pankreas. Aktivitas tripsin dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan-bahan dari dinding usus, hal ini menyatakan adanya enzim enterokinase dalam ikan. Lipase juga terdapat di hati, limpa kecil dan empedu (Zonneveld, 1991).
             Hati dapat disebut sebagai unit pembongkaran dan pembangunan. Pembangunan berlangsung dengan menggunakan suplai makanan yang telah dicerna dan diabsorpsi melalui sistem sirkulasi. Aktivitas utama pembongkaran menyangkut pembongkaran hemoglobin menjadi bilirubin dan biliverdin, mengemulsikan lemak. Proses emulsifikasi cukup untuk melembutkan ukuran partikel menjadi butiran mikro yang secara langsung dapat diabsorpsi oleh dinding usus anterior (Zonneveld, 1991).
                Pencernaan selanjutnya yaitu proses pembuangan sisa makanan. Pencernaan pada usus posterior berada pada nilai pH dekat dengan titik netral. Usus posterior mengabsorpsi air sehingga akan memadatkan feses. Penyerapan ion-ion terjadi di rektum, protein pada ikan masih berada dalam tahap larva. Anus merupakan ujung dari saluran pencernaan yang letaknya di sebelah depan saluran genital pada ikan telestoi (Fujaya, 2002).
3.       Faktor Yang Mempengaruhi Laju Digesti
                Faktor-faktor yang mempengaruhi laju digesti adalah temperatur air, suhu lingkungan, musim, waktu siang dan malam, intensitas cahaya, ritme internal dan kualitas pakan yang dikonsumsi (Halver, 1989). Menurut Mujiman (1984), laju digesti juga dipengaruhi oleh zat kimia yang terdapat dalam perairan, yaitu kandungan O2, CO2, H2S, pH dan alkalinitas.  Semakin banyak aktivitas ikan, maka akan semakin banyak membutuhkan energi sehingga proses metabolismenya tinggi dan membutuhkan makanan. Laju digesti juga dipengaruhi oleh jenis pemberian pakan. Pakan yang berkualitas baik akan menghasilkan PBB yang baik pula. Kualitas pakan ditentukan oleh kandungan nutrisi/zat-zat makanan yang terkandung dalam pakan tersebut. Nilai rasio efisiensi protein (REP) dapat diketahui dengan membandingkan antara pertambahan bobot badan dengan konsumsi protein (Farida et al., 2008). Menurut He dan Wurtsbaugh (1993), temperatur dan ukuran besar kecilnya partikel makanan dan metode percobaan merupakan faktor yang sangat penting yang mempengaruhi laju pengosongan lambung.
                Berdasarkan pengamatan yang dilakukan kelompok 1 terhadap ikan lele (Clarias batrachus) yang telah diberi pakan pelet diperoleh berat lambung mula-mula sebesar 0,1214 gr dengan persentase 100 %, 30 menit kemudian diperoleh berat lambung sebesar 0,0786 gr dengan persentase 64,7 %, dan 60 menit berikutnya dihasilkan berat lambung sebesar 0.0645 gr dengan persentase 53.1 %. Laju digesti pada umumnya berkorelasi dengan laju metabolisme ikan. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat pengurangan bobot lambung pada menit ke 30, kemudian mengalami pengurangan kembali pada menit ke 60. Persentase mula-mula 100%, kemudian mengalami penurunan menjadi 64,7 % pada menit ke 30, kemudian menurun kembali pada menit ke 60 menjadi 53.1 %. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu, maka isi lambung (BLR) semakin berkurang. Laju pengosongan lambung  dipengaruhi juga oleh pakan yang dikonsumsi oleh ikan, jika pakan ikan yang dicerna adalah berasal dari pakan ikan yang nabati maka laju pengosongan ikan akan tergantung pada  seberapa besar ikan tersebut memakan pakan yang berasal dari tumbuh- tumbuhan sebab pada  makan tersebut yang mengandung bahan ekstrak dari tumbuh-tumbuhan mengandung dinding sel yang mengandung selulosa sehingga ikan akan susah untuk mencerna, sedangkan pada pakan ikan yang berasal dari pakan ikan hewani proses pencernaannya akan mudah (Lagler, 1977)

IV.                KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya dapat diambil kesimpulan bahwa:
1.       Laju digesti adalah waktu yang diperlukan oleh ikan untuk mencerna makanan dan mengosongkan lambungnya.
2.       Sistem digesti pada ikan lele dimulai dari mulut kemudian menuju oesophagus, melewati kantung empedu dan pankreas, menuju lambung, kemudian phylorus melewati usus dan kemudian di keluarkan melalui porus urogenital (anus). Sedangkan pada katak dimulai dari mulut, kemudian oesophagus, melewati duodenum dan hepar dimana terdapat pankreas juga kantung empedu, menuju usus besar kemudian rectum lalu dikeluarkan melalui kloaka.
3.       Faktor-faktor yang mempengaruhi laju digesti pada ikan adalah bobot ikan, jenis kelamin, aktivitas, temperatur lingkungan /air, musim, waktu siang dan malam, intensitas cahaya, pH, faktor kimia dalam perairan, ritme internal dan kualitas pakan.


DAFTAR REFERENSI
Bendiksen,et all,2003.Digestibility, Growth and Nutrient Utilisation of frog in Relation to Temperature. 224:283-299.

Farida, W.R, Wardani, Kasriati, Tjakradidjaja, A,diapari, D. Konsumsi dan Penggunaan Pakan pada Tarsius (Tarsius bancanus) Betina di Penangkaran. Jurnal Biodiversitas LIPI. Halaman 148-151 Volume 9, Nomor 2.

Fujaya, Y. 2002. Fisiologi Ikan. Direktorat Jenderal Pendidikan Nasional, Makasar.

Halver, J. A.1989. Fish Nutrition. Academy Press, New York.

He, E. and W.A Wurtsbaugh. 1993. An Empirical Model of Gastric Evacuation Rates for Fish and an Analysis of Digestion in Piscivorous Brown Trout. Transactions of the American Fisheries Society. 122: 717-730.

Kay, I. 1998. Introduction to Animal Physiology. Bioscientific Publisher. Springer Verley, New York.

Lagler, K. F. 1977. Ichtiology. Jhon Wiley and sons, New York.

Mujiman, A. 1984. Makanan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Owens, F. N., dkk. 1973. Limits to Starch Digestion in the Ruminant Small Intestine. Oklahoma State Univesity, Stillwalter.

Ulkhaq, Muhammad Faizal, dkk. Studi Identifikasi dan Prevalensi Endoparasit Pada Saluran Pencernaan Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) Di Keramba Jaring Apung Unit Pengelola Budidaya Laut Situmbondo, Jawa Timur. Universitas Airlangg, Surabaya

Zonneveld, N. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

  

Komentar