Planktonologi

PLANKTONOLOGI









Oleh:
Naimatul Mubarok                             B0A013003
Ralhmi Dwi Agustin                            B0A013004
Elite Pradana                                         B0A013005
Nopa  Mulyanah                                  B0A013006
Nita Indra Purwaningsih                   B0A013025
Andi Helmi Abdillah                          B0A013029
Ahmad Kharisul Umam                     B0A013034
Faiq Noor Musa Abdilah                   B0A013037
Jihan Ibnu Hayyan                               B0A013040
Nurhaeni Riski Meiindarti               B0A013054




KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PROGRAM STUDI DIII PENGELOLAAN SUMBERDAYA
PERIKANAN DAN KELAUTAN
PURWOKERTO
2014


I.                    PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Plankton adalah organisme yang melayang-layang pada badan air dan pergerakannya sangat dipengaruhi oleh arus. Ukuran plankton sangat bervariasi tergantung pada jenis dan penggolongan plankton namun umumnya mempunyai ukuran microscopic. Ukuran yang sangat kecil inilah sehingga untuk mempelajari plankton dipelajari metode khusus yang berbeda dengan penelitian terhadap organisme lain umumnya (Kasim, 2009).
Plankton adalah organisme micro yang keberadaannya dalam lingkungan perairan sangat penting karena sebagai produser primer, plankton akan menghasilkan karbohidrat yang menjadi makanan konsumer primer dan menjadi dasar rantai makanan. Aktivitas fotosintesis yang dilakukan plankton akan menghasilkan karbohidrat dan oksigen, sehingga dapat meningkatkan kelarutan oksigen dalam perairan. Plankton sebagai penyumbang terbesar kelarutan oksigen pada lingkungan perairan keberadaannya sangat penting untuk menunjang kehidupan  dalam  air (Djumanto, 2009).
Plankton merupakan indikator biologis dalam mempelajari ekosistem sungai dan danau maupun kolam. Hal ini disebabkan adanya respon yang berbeda terhadap suatu bahan pencemar yang masuk dalam perairan sungai dan bersifat immobile . Beberapa keuntungan penggunaan makrofauna bentik untuk penelitian adalah mobilitas yang rendah, diversitas yang relatif tinggi, dan kisaran toleransi terhadap stressor yang bervariatif, dan relatif mudah diidentifikasi hingga level famili atau spesies (Effendi, 2003).

  1. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui kerapatan plankton pada waktu pengambilan sampel yang berbeda.


C. Tinjauan Pustaka
Ukuran plankton sangat beraneka ragam, dari yang sangat kecil hingga yang besar. Penggolongan plankton menurut Nontji (2008) :
1.      Makroplankton (2-20 mm)
Contohnya adalah Pteropods; Chaetognaths; Euphausiacea (krill); Medusae; ctenophores; salps, doliolids and pyrosomes (pelagic Tunicata); Cephalopoda.
2.      Mesoplankton (0,2-2 mm)
Sebagian besar zooplankton berada dalam kelompok ini, seperti metazoans; copepods; Medusae; Cladocera; Ostracoda; Chaetognaths; Pteropods; Tunicata; Heteropoda.
3.      Mikroplankton (20-200 µm)
Contohnya adalah: eukaryotic protist besar; kebanyakan phytoplankton; Protozoa (Foraminifera); ciliates; Rotifera; metazoans muda –Crustacea (copepodnauplii)
4.      Nanoplankton (2-20 µm)
Plankton yang lolos dari jaring, tetapi lebih besar dari 2 µm. Atau berukuran 2-20 µm; Contohnya: eukaryotic protista kecil; Diatoms kecil; Flagellates kecil; Pyrrophyta; Chrysophyta; Chlorophyta; Xanthophyta
5.      Picoplankton (0,2-2 µm)
Contohnya: eukaryotic protists kecil; bacteria; Chrysophyta
6.      Femtoplankton (< 0.2 μm)
Contohnya: Virus laut.
Holoplankton termasuk plankton yang seluruh daur hidupnya dijalani sebagai plankton, mulai dari telur, larva, hingga dewasa. Kebanyakan zooplankton termasuk dalam golongan ini. Contohnya: copepod, amfipod, salpa, kaetognat. Fitoplankton termasuk juga umumnya adalah holoplankton. (Sachlan, 1982).
 Meroplankton yaitu plankton dari golongan ini menjadi kehidupannya sebagai plankton hanya pada tahap awal dari daur hidup biota tersebut, yakni pada tahap sebagai telur dan larva saja. Beranjak dewasa ia akan berubah menjadi nekton, yakni hewan yang dapat aktif berenang bebas, atau sebagai bentos yang hidup menetap atau melekat di dasar laut. Oleh sebab itu, meroplankton sering pula disebut sebagai plankton sementara. Sebagai contoh, cacing palolo yang bertempat tinggal di liang-liang di dasar laut untuk hampir seluruh masa hidupnya. Mereka akan bergerak dan berenang secara bergerombol ke atas permukaan laut ketika memijah. Pada saat memijah mereka sering bersifat sangat menakjubkan karena begitu banyak jumlahnya yang dapat dijumpai pada waktu yang bersamaan  (Sachlan, 1982).
Klasifikasi Fitoplankton menurut beberapa ahli yaitu :
a. Phylum Chlorophyta, menurut Kovacs (1992), ciri-ciri klasifikasi dari chlorophyta yaitu:
Kingdom          : Plantae
Divisi               : Chlorophyta
Class               : Chlorophyceae
Ordo                : Halimedales
Genus             : Caulepra
Spesies           : Caulepra racesmosa
Menurut Herawati (1989), ciri-ciri phytoplankton antara lain:
·  Berwarna hijau, karena proporsi pigmen pada chloroplas jauh lebih banyak.
·  Kebanyakan bersifat epiphytic sessik, comensalisme, atau simbiotik, sebagian besar hidup di danau atau kolam. Bersifat sebagai plankton di laut, tidak ada yag bersifat pelagic.
·  Dinding sel bagin dalam terdiri dari 2 lapisan utama.
·  Sering menyebabkan blooming perairan.
·  Hidup melayang pada atau dekat permukaan air.
·  Hidu secara berkoloni.
·  Jika mati menghasilkan bau busuk.
b. Phylum Chyanophyta, menurut Herawati (1989), klasifikasi adari chyanophyta adalah:
Kingdom          : Plantae
Divisi               : Chlorophyta
Class               : Chlorophyceae
Ordo                : Chroococcales
Spesies           : Chroococcus turgidus
Blooming  blue green algae biasanya terjadi di danau atau kolam yang sadah, spesies ini muncul pada musim panas sampai awal penghujan. Spesies tertentu ditentukan juga pada kolam atau danau dengan kesadahan rendah. Tetapi pada kondisi tersebut, mereka jarang sekali membentuk blooming. Adapun ciri-cirinya yaitu:
1.    Ganggang hijau bersel satu.
2.    Ganggang hijau berkoloni.
3.    Ganggang hijau berfilamen.
c. Phylum Chrysophyta, menurut Kovacs (1992), klasifikasi fitoplankton dari phylum chrysophyta adalah sebagai berikut:
Kingdom          : Plantae
Divisi               : Chlorophyta
Class               : Chlorophyceae
Genus             : Mallomonas
Spesies           : Dictyocha speculum
Chrysophyta atau ganggang keemasan memiliki pigmen dominan hasoter berupa korofil yang berwarna emas. Pigmen lainnya adalah yang uniseluler, ada juga yang berkoloni dan juga ada yang multiseluler (Herawati, 1989).
d. Phylum Rhodophyta, menurut  Kovacs (1992), klasifikasi dari alga merah, yaitu:
Kingdom          : Plantae
Divisi               : Rhodophyta
Class               : Rhodophyceae
Ordo                : Gigantinales
Familia            : Gracilariaceae
Genus             : Gracilaria
Spesies           : Gracilaria. Sp
Menurut Herawati (1989), ciri-ciri Rhodophyta antara lain:
·  Hidup di laut.
·  Tubuh bersel banyak.
·  Mengandung pigmen pikalisilin.
·  Bentuk tubuh seperti rumput laut.
e. Phylum Dynoflagellata, menurut Kovacs (1992) , klasifikasi dari dinoflagellata antara lain:
Kingdom          : Plantae
Divisi               : Dyophyta
Class               : Dynophyceae
Genus               : Dynophysis
Spesies           : Exuriella marina
Menurut Kovacs (1992) ,Phyrrophyta atau ganggang api disebut juga dinoflagellata, karena memiliki alat gerak berup flagella. Ganggang ini termasuk dalam kingdom alveolata dalam sistem klasifikasi tiga dominan, yang bersifat autotrof.
Klasifikasi Zooplankton, yaitu
a.    Phylum Rotifera
Jumlah anggota filum ini sedikit, merupakan hewan yang berukuran mikroskopis. Rotifera adalah hewan bersel banyak (setiap spesies memiliki jumlah sel tertentu). Hewan ini sering kali menempel di objek yang ada dalam air dengan mempergunakan jari kaki. Makanan rotifer berupa mikro organisme yang ada dalam air, disekitar mulut terdapat silia yang tersusun secara melingkar. Menurut Nyabakken (1992), menyatakan bahwa rotifer termasuk metazoa yang paling kecil, berukuran antara 40-2500 µm dan rata – rata berukuran 200 µm. Umumnya hidup bebas, soliter, koloni / sessile. Beberapa jenis merupakan endoparasit pada insang crustacea, telur siput, cacing tanah dan dalam ganggang jenis vaucheria dan volvox. Biasanya transparan, beberapa berwarna cerah seperti warna merah atau coklat yang disebabkan dari warna saluran pencernaan.
a.    Phylum Arthropoda
Arthropoda (dalam bahasa latin artinya: ruas, buku, segmen dan podos atinya kaki), merupakan hewan yag memiliki ciri kaki beruas, berbuku, atau bersegmen. Segmen tersebut juga berada pada tubuhnya. Tubuh arthropoda merupakan simetri bilateral dan tergolong tripoblastik selomata (Effendie, 2003). Ciri umunya adalah kaki tampak seperti bersendi-sendi atau bersegmen-segmen. Segmen biasanya bersatu menjadi 2/3 daerah yang jelas. Sebagia hewan itu tubuhnya dilindungi oleh kulit yang keras (zat kitin) yang berfungsi sebagai rangka luar anggota tubuh yang bersegmen dan berpasangan (asal penamaan arthropoda).
b.    Phylum Copepoda
Menurut (Effendie, 2003), menyatakan bahwa copepod adalah grup crustacea kecil yang dapat ditemui di laut dan hampir semua habitat di air tawar, mereka membentuk sumber tersebar protein di samudra. Copepod termasuk zooplankton, dewasanya berukuran antara 1 dan 5 mm dan biasanya dimanfaatkan sebagai pakan larva ikan.
TSS (Total Suspended Solid) atau total padatan tersuspensi adalah padatan yang tersuspensi di dalam air berupa bahan-bahan organik dan inorganic yang dapat disaring dengan kertas millipore berporipori 0,45 μm. Materi yang tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi penetrasi matahari ke dalam badan air, kekeruhan air meningkat yang menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi organisme produser. Pengukuran TSS berdasarkan pada berat kering partikel yang terperangkap oleh filter, biasanya dengan ukuran pori tertentu. Umumnya, filter yang digunakan memiliki ukuran pori 0.45 μm (Richmond, 1988).
Nilai TSS dari contoh air biasanya ditentukan dengan cara menuangkan air dengan volume tertentu, biasanya dalam ukurtan liter, melalui sebuah filter dengan ukuran pori-pori tertentu. Sebelumnya, filter ini ditimbang dan kemudian beratnya akan dibandingkan dengan berat filter setelah dialirkan air setelah mengalami pengeringan. Berat filter tersebut akan bertambah disebabkan oleh terdapatnya partikel-partikel tersuspensi yang terperangkap dalam filter tersebut. Padatan yang tersuspensi ini dapat berupa bahan-bahan organik dan inorganik. Satuan TSS adalah miligram per liter (mg/l) (Richmond, 1988).
Kandungan TSS memiliki hubungan yang erat dengan kecerahan perairan. Keberadaan padatan tersuspensi tersebut akan menghalangi penetrasi cahaya yang masuk ke perairan sehingga hubungan antara TSS dan kecerahan akan menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik . Nilai TSS umumnya semakin rendah ke arah laut. Hal ini disebabkan padatan tersuspensi tersebuit disupply oleh daratan melalui aliran sungai. Keberadaan padatan tersuspensi masih bisa berdampak positif apabila tidak melebihi toleransi sebaran suspensi baku mutu kualitas perairan yang ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup, yaitu 70 mg/l (Richmond, 1988).


II. MATERI DAN METODE
  1. Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah mikroskop, plankton net, botol, objek gelas, cover gelas.
Bahan- bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah formalin dan sample fitiplankton.

  1. Metode
1.       Diambil sampel plankton menggunakan plankton net secara horisontal selama 2 menit
2.       Dituangkan  air yang didalam botol plankton net ke dalam botol 150 ml
3.       Diberi formalin dengan perbandingan formalin dan air 1:9
4.       Dituangkan pada objek gelas 2 tetes, dan ditutup menggunakan cover gelas
5.       Diamati dibawah mikroskop
6.       Dihitung kerapatannya menggunakan rumus:
7.       N =
8.       Vm = πr2s



III. HASIL DAN PEMBAHASAN
  1. Hasil
Pengamatan plankton I
n = 41
m = 2
s = 150ml
a = 0,33
π = 3,14
r = 15cm = 0,15m
§ Kec (t) = 5km/jam
         = 5000/3600
         = 1,38m/s
§  Waktu (s) =5 menit = 300s
          S = v x t
           = 1,38 m/s x 300s
            = 414 m
§  Vm = π r2 s
           = 3,14 (0,15)2 414
  = 3,14 . 0,025 . 414
           = 29,2ml
§  N = n/m x s/a x 1/Vm
          = 41/2 x 150/0,33 x 1/29,2
          = 20,5 x 454,5 x 0,03
          = 279,5



Pengamatan plankton II
n = 51
m = 2
s = 150ml
a = 0,33
π = 3,14
r = 15cm = 0,15
Vm = 29,2ml
S (jarak) = 414m
§   N = n/m x s/a x 1/Vm
             = 51/2 x 150/0,33 x 1/29,2
             = 25,5 x 454,5 x 0,03
             = 347,6




















  1. Pembahasan
Plankton merupakan jasad renik yang melayang dan selalu mengikuti gerakan air. Plankton dibagi menjadi dua, plankton yang mengandung klorofil dan mampu melakukan fotosintesis atau fitoplankton dan plankton yang memiliki alat gerak atau zooplankton.
Sebagai organisme air, plankton memiliki banyak kelebihan sebagai tolok ukur biologis yang mampu menunjukkan tingkat ketidak-stabilan ekologi dan mengevaluasi berbagai bentuk pencemaran.
Perubahan kualitas perairan dapat dilihat dari kelimpahan dan komposisi fitoplankton. Hal tersebut dikarenakan fitoplankton memegang peranan penting dalam suatu perairan, sebagai produsen primer dalam rantai makanan dan mempunyai kemampuan untuk merespon adanya suatu perubahan terhadap lingkungan. Fitoplankton merupakan parameter biologi yang dapat dijadikan indikator untuk mengevaluasi kualitas dan tingkat kesuburan suatu perairan (bio-indikator).
Kelimpahan fitoplankton yang tinggi pada suatu perairan terjadi bila ketersediaan bahan organik tinggi. Ketersediaan bahan organik tinggi kemungkinan besar disebabkan oleh pertumbuhan enceng gondok yang tinggi dan limbah rumah tangga atau industri.
Kandungan bahan organik yang cukup tinggi dalam suatu perairan mampu mengakibatkan pencemaran yang sangat berat dan ditandai dengan banyaknya fitoplankton yang terkandung dalam perairan.
Selain fitoplankton, indikator tercemarnya suatu perairan dapat dilihat dari minimnya keragaman suatu ekosistem, rendahnya kandungan oksigen dalam perairan, tingginya BOD (Biochemical Oxygen Demand), dan kandungan ammoniak yang tinggi.
Pencemaran dapat mengubah struktur ekosistem dan mengurangi jumlah spesies dalam suatu komunitas, sehingga keragamannya berkurang. Semakin berkurang indeksi divesritas atau keragamannya, maka semakin tercemar suatu perairan.
Dalam suatu perairan terdapat oksigen terlarut (DO) yang berperan dalam kehidupan biota perairan. DO yang ada di perairan sangat memungkinkan untuk berkurang karena semakin banyak biota dalam suatu perairan makan semakin berkurang DO yang ada dalam air. Selain itu, rendahnya DO kemungkinan dikarenakan oleh pembuangan limbah yang mengandung bahan organik. Sebagian besar oksigen terlarut digunakan bakteri aerob untuk mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam bahan organik menjadi karbondioksida dan air.
Berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam air tersebut mengakibatkan hewan-hewan yang ada di dalam perairan seperti ikan, udang, dan kerang mati karena kekurangan oksigen.
Pencemaran suatu perairan harus dikendalikan karena bukan saja berefek pada ekosistem perairan itu sendiri, namun juga berakibat pada manusia dalam jangka waktu panjang karena mempengaruhi persediaan oksigen dan bahan pangan.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan plankton dibagi dalam dua kelompok, yaitu : faktor fisik dan faktor kimia
1. Faktor fisik : cahaya, temperatur air, kekeruhan/kecerahan, pergerakan air.
2. Faktor kimia : oksigen terlarut, ph, salinitas, nutrisi
Cahaya
Ketersediaan cahaya di perairan baik secara kuantitatif maupun kualitatif sangat tergantung pada waktu (harian, musiman, tahunan), tempat (kedalaman, letak geografis), kondisi prevalen di atas permukaan perairan (penutupan awan), atau dalam perairan (absorpsi oleh air dan material-material terlarut, serta penghamburan oleh partikel-partikel tersuspensi) (tomascik et al., 1997). Bagi hewan laut, cahaya mempunyai pengaruh terbesar secara tidak langsung, yakni sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang menjadi tumpuan hidup mereka karena menjadi sumber makanan. Cahaya juga merupakan faktor penting dalam hubungannya dengan perpindahan populasi hewan laut. Hubungan antara cahaya dan perpindahan hewan laut ini banyak dipelajari, terutama pada plankton hewan (romimohtarto dan juwana, 1999). Laju pertumbuhan fitoplankton sangat tergantung pada ketersediaan cahaya di dalam perairan. Menurut heyman dan lundgren (1988), laju pertumbuhan maksimum fitoplankton akan mengalami penurunan bila perairan berada pada kondisi ketersediaan cahaya yang rendah.
Suhu
Suhu air dapat mempengaruhi sifat fisika kimia perairan maupun biologi, antara lain kenaikan suhu dapat menurunkan kandungan oksigen serta menaikkan daya toksit yang ada dalam suatu perairan. Suhu air mempengaruhi kandungan oksigen terlarut dalam air, semakin tinggi suhu maka semakin kurang kandungan oksigen terlarut. Suhu air mempunyai pengaruh yang besar terhadap proses pertukaran zat atau metabolism dari makhluk hidup dan suhu juga mempengaruhi pertumbuhan plankton. Perkembangan plankton optimal terjadi dalam kisaran suhu antara 25oc-30oc.
Kekeruhan/kecerahan
Kekeruhan sangat mempengaruhi perkembangan plankton, apabila kekeruhan tinggi maka cahaya matahari tidak dapat menembus perairan dan menyebabkan fitoplankton tidak dapat melakukan proses fotosintesis.
Pergerakan Air
Arus berpengaruh besar terhadap distribusi organism perairan dan juga meningkatkan terjadinya difusi oksigen dalam perairan. Arus juga membantu penyebab plankton dari satu tempat ke tempat lainnya dan membantu menyuplai bahan makanan yang dibutuhkan plankton.
Derajat Keasaman (ph)
Derajat keasaman (ph) berpengaruh sangat besar terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan air sehingga sering digunakan sebagai petunjuk untuk menyatakan baik atau tidaknya kondisi air sebagai media hidup. Apabila derajat keasaman tinggi apakah itu asam atau basa menyebabkan proses fisiologis pada plankton terganggu.
Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut diperlukan oleh tumbuhan air, plankton dan fauna air untuk bernapas serta diperlukan oleh bakteri untuk dekomposisi. Dengan adanya proses dekomposisi yang dilakukan oleh bakteri menyebabkan keadaan unsur hara tetap tersedia di perairan. Hal ini snagat menunjang pertumbuhan air, plankton dan perifiton.
Salinitas
Salinitas berperanan penting dalam kehidupan organisme, misalnya distribusi biota akuatik. Nybakken (1992) menyatakan bahwa pada daerah pesisir pantai merupakan perairan dinamis, yang menyebabkan variasi salinitas tidak begitu besar. Organisme yang hidup cenderung mempunyai toleransi terhadap perubahan salinitas sampai dengan 15 ‰.
Nutrisi
Nutrisi sangat berperan penting untuk pertumbuhan plankton, nutrisi yang paling penting dalam hal ini adalah nitrat ( no3 ) dan phosphat ( po4 ) phytoplankton mengkonsumsi nitrogen dalam banyak bentuk, seperti nitrogen dari nitrat, ammonia, urea, asam amino. Tetapi phytoplankton lebih cendrung mengkonsumsi nitrat dan ammonia. Nitrat lebih banyak didapati di dasar yang banyak mengandung unsur organik ketimbang dari air laut, nitrat juga bisa diperoleh dari siklus nitrogen. Nitrogen dari nitrat adalah salah satu unsur penting untuk pertumbuhan blue green alga dan phytoplankton lainnya.
Peranan plankton di perairan sangat penting karena plankton merupakan pakan alami bagi ikan kecil dan hewan air lainnya. Plankton merupakan mata rantai utama dalam rantai makanan di perairan plankton dalam suatu perairan mempunyai peranan yang sangat penting. Plankton terdiri dari fitoplankton yang merupakan produsen utama dan dapat menghasilkan makanannya sendiri dan merupakan makanan bagi hewan seperti zoo, ikan, udang dan kerang melalui proses fotosintesis dan zooplankton yang bersifat hewani dan beraneka ragam. Fitoplankton adalah makanan yang terpenting dalam perikanan darat yang merupakan makanan primer. Suatu perairan dikatakan subur apabila di dalamnya banyak terdapat produsen primer yaitu fitoplankton baik kuantitas maupun kualitasnya.
TSS (Total Suspended Solid) atau total padatan tersuspensi adalah padatan yang tersuspensi di dalam air berupa bahan-bahan organik dan inorganic yang dapat disaring dengan kertas millipore berporipori 0,45 μm. Materi yang tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi penetrasi matahari ke dalam badan air, kekeruhan air meningkat yang menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi organisme produser. Pengukuran TSS berdasarkan pada berat kering partikel yang terperangkap oleh filter, biasanya dengan ukuran pori tertentu. Umumnya, filter yang digunakan memiliki ukuran pori 0.45 μm (Clescerl, 1905).
Nilai TSS dari contoh air biasanya ditentukan dengan cara menuangkan air dengan volume tertentu, biasanya dalam ukurtan liter, melalui sebuah filter dengan ukuran pori-pori tertentu. Sebelumnya, filter ini ditimbang dan kemudian beratnya akan dibandingkan dengan berat filter setelah dialirkan air setelah mengalami pengeringan. Berat filter tersebut akan bertambah disebabkan oleh terdapatnya partikel-partikel tersuspensi yang terperangkap dalam filter tersebut. Padatan yang tersuspensi ini dapat berupa bahan-bahan organik dan inorganik. Satuan TSS adalah miligram per liter (mg/l).
Kandungan TSS memiliki hubungan yang erat dengan kecerahan perairan. Keberadaan padatan tersuspensi tersebut akan menghalangi penetrasi cahaya yang masuk ke perairan sehingga hubungan antara TSS dan kecerahan akan menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik (Blom, 1994). 
Nilai TSS umumnya semakin rendah ke arah laut. Hal ini disebabkan padatan tersuspensi tersebuit disupply oleh daratan melalui aliran sungai (Helfinalis, 2005). Keberadaan padatan tersuspensi masih bisa berdampak positif apabila tidak melebihi toleransi sebaran suspensi baku mutu kualitas perairan yang ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup, yaitu 70 mg/l (Helfinalis, 2005).
Plankton adalah organisme yang hidup melayang di air, gerakannya pasif dan terbawa arus. Plankton dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu fitoplankton dan zooplankton (Nontji, 1993).
Menurut Brotowidjodjo (1995) disitasi oleh Muchlisin et al., (2000) fitoplankton sebagai tumbuhan perairan yang mengapung atau melayang berukuran mikroskopis, mengandung klorofil, menerima energi dalam pertumbuhannya melalui fotosintesis dan hanya menempati lapisan air yang mendapat cahaya matahari.
Menurut Siswanto (1997) sebagai organisme renik, fitoplankton memegang peranan yang sangat penting dalam mentransfer energi cahaya matahari menjadi energi kimia potensial dalam rantai makanan (food chain) yang berlangsung di ekosistem perairan. Dengan demikian zat organik yang dihasilkan sangat dibutuhkan oleh organisme aquatik lainnya seperti zooplakton dan berbagai jenis udang. Fitoplankton mempunyai kemampuan untuk melakukan fotosintesis sehingga menjadi sumber makanan bagi crustacea kecil (zooplankton) yang pada gilirannya kemudian dimakan oleh ikan-ikan kecil dan larva ikan (Green, 1968).
Di beberapa estuari pertumbuhan fitoplankton terbatas pada bagian yang sempit di permukaan air karena cahaya matahari yang masuk ke dalam air dengan cepat berkurang akibat adanya endapan lumpur dalam air (Green, 1968).
Metode sampling Plankton:
a. Kualitatif, yaitu dimaksudkan untuk mengetahui jenis–jenis plankton
b. Kuantitatif, yaitu untuk mengetahui kelimpahan plankton yang berkaitan dengan
distribusi waktu dan tempat.
Jenis Peralatan Sampling Plankton:
1. Sampling menggunakan tabung/botol air (Water bottle) (Omori dan Ikeda, 1992).
Sampling dilakukan dengan mengambil air laut pada kedalaman tertentu, menggunakan botol 100 ml. Sampling pada perairan di wilayah pantai dimana kelimpahan plankton tinggi. Sampling untuk plankton berukuran kecil ( fito atau nannoplankton ). Sampling mendapatkan air sampel 1 – 50 liter.
2. Sampling menggunakan Van Dorn/ Nansen Bottle Sampler (Omori dan Ikeda,1992 )
Tabung Van Dorn atau Nansen Bottle Sampler terbuka diturunkan pada kedalaman tertentu. Tabung Van Dorn atau Nansen Bottle Sampler akan ditutup dengan meluncurkan ring atau besi pemberat sehingga bagian atas dan bawah akan tertutup.
3. Sampling menggunakan Pompa Hisap (Romimohtarto dan Juwana,1998)
Sampling dengan memompa air laut dari kedalaman tertentu. Ujung pompa hisap diturunkan sampai dengan kedalaman tujuan. Air sampel ditampung dan disaring. Keuntungannya volume dan kedalaman dapat ditentukan. Kekurangannya volume air dibatasi oleh diameter pipa penghisap. Tidak semua plankton dapat terhisap sesuai tujuan.
4. Sampling menggunakan Plankton Net (Omori dan Ikeda,1992;Romimohtarto &
Juwana, 1998)
Plankton Net untuk phytoplankton berukuran diameter 31 cm dengan mata jaring berukuran 30 – 60 mikron.Plankton Net untuk zooplankton berukuran diameter 45 cm dengan mata jaring berukuran 150 – 500 mikron. Plankton Net untuk ikhtyoplankton berukuran diamater 55 cm.
METODA PENGAMBILAN SAMPLING
a. sampling secara Horizontal
Metoda pengambilan plankton secara horizontal ini dimaksudkan untuk mengetahui sebaran plankton horizontal. Plankton net pada suatu titik di laut, ditarik kapal menuju ke titik lain.
Jumlah air tersaring diperoleh dari angka pada flowmeter atau dengan mengalikan jarak diantara dua titik tersebut dengan diameter plankton net.
Flowmeter untuk peningkatan ketelitian.
b. sampling secara vertikal
Meletakkan plankton net sampai ke dasar perairan, kemudian menariknya keatas. Kedalaman perairan sama dengan panjang tali yang terendam dalam air sebelum digunakan untuk menarik plankton net ke atas.
Volume air tersaring adalah kedalaman air dikalikan dengan diameter mulut plankton net.
Pengawetan Sampel Plankton
Sampel Plankton yang diperoleh harus dilengkapi data :
1. Lokasi pengambilan sampel / stasiun
2. Tanggal dan Jam
3. Kedalaman
4. Cuaca
5. Kecepatan Arus
6. Beberapa parameter fisika dan kimia perairan lain
Sampel plankton disimpan dalam botol berlabel, dan ditambah bahan pengawet formalin 4 %. (Diperoleh dari 2 gram boraks ke dalam 98 ml formalin 40 %, diencerkan dengan cara 10 ml larutan formalin + boraks + 90 ml air / akuades, maka akan didapatkan larutan formalin 4 %)


IV. KESIMPULAN DAN SARAN
  1. Kesimpulan
                Setelah diadakannya praktikum mengenai plankton di Pelabuhan Sleko, Cilacap.  didapatkan hasil bahwa terdapat banyak plankton yang hidup di laut tersebut. Ini menandakan bahwa laut Pelabuhan Sleko belum tercemar karena plankton merupakan suatu indicator untuk menduga  kualitas perairan apakah masih jernih atau sudah tak jernih (tercemar).
  1. Saran
                Demi menjaga kualitas air di laut Pelabuhan Sleko, diharapkan kepada semua pihak agar tidak mencemari air yang ada di laut tersebut. Kualitas air di laut saat ini adalah baik, namun apabila tidak dijaga akan berkurang kualitasnya. Maka, marilah bersama-sama kita jaga agar air di laut tersebut tetap  lestari dan tidak tercemar.





Daftar Referensi
Djumanto., Sidabutar, T., Pontororing, H., Leipary, R. 2009. Pola Sebaran Horizontal dan Kerapatan Plankton Di Perairan Bawean. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 13 Hal.

Effendi.2003.Pengantar Planktonologi Bagi Hal Pembudidaya. Kanslus. Yogyakarta.

Herawati.1989.Pengantar Diklat Planktonologi.UI Press.Jakarta.

Kasim, M., Wanurgaya. 2009. Penuntun Praktikum Planktonology. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo. Kendari.

Kovacs, M. 1992. Biological Indicators of Environment Protection. Ellis Horwoad. New York.

Nontji, A. 2008. Plankton Laut. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Jakarta.

Nybakken, J. W., 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia. Jakarta.

Richmond, J.E. 1988. Plankton and productivity in the oceans. Pergamon Press : Oxford

Sachlan, M. 1982. Planktonologi. UNDIP: Semarang.


Komentar