RESPIRASI HEWAN AIR
Oleh :
Nama : Jihan Ibnu Hayyan
NIM : B0A013040
Rombongan : II
Kelompok : 1
LAPORAN PRAKTIKUM
BIOLOGI DASAR II
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PROGRAM STUDI DIII PENGELOLAAN
SUMBERDAYA
PERIKANAN DAN KELAUTAN
PURWOKERTO
2014
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Proses peningkatan oksigen dan
pengeluaran karbondioksida oleh darah melalui permukaan alat pernafasan
organism dengan lingkungannya dinamakan pernafasan (respirasi). Sistem organ
yang berperan dalam hal ini adalah insang. Oksigen merupakan bahan pernafasan
yang dibutuhkan oleh sel untuk berbagai reaksi metabolisme. Bagi ikan, oksigen
diperlukan oleh tubuhnya untuk menghasilkan energi melalui oksidasi lemak dan
gula (Triastuti et.al,. 2009).
Pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida dalam tubuh makhluk hidup disebut pernafasan atau respirasi. O2
dapat keluar masuk jaringan melalui difusi. Pada dasarnya metabolisme yang
normal dalam sel-sel makhluk hidup memerlukan oksigen dan karbondiokdisa. Pada
hewan vertebrata terlalu besar untuk dapat terjadinya interaksi secara langsung
antara masing-masing sel tubuh dengan lingkungan luar tubuhnya. Untuk itu
organ-organ tertentu yang bergabung dalam sistem pernafasan dikhususkan untuk
melakukan pertukaran gas pernafasan bagi keperluan seluruh sel tubuhnya (Rida,
2008).
Respirasi aerob. Pertukaran oksigen
dan karbondioksida antara organisme dan lingkungannya dikenal sebagai respirasi
aerob. Respirasi anaerob. Karbondioksida yang diberikan dari organisme tertentu
tidak ada oksigen yang diambil. Kebutuhan oksigen diperoleh dari susunan
karbohidrat dan lemak dalam tubuh. Inilah yang disebut dengan respirasi anaerob
(Weichert, 1959).
Menurut Imam Abror (2010), respirasi
dapat digolongkan menjadi 2 jenis berdasarkan persediaan O2 di udara, yaitu
respirasi aerob dan anaerob. Respirasi aerob merupakan proses respirasi yang
membutuhkan O2, sebaliknya respirasi anaerob merupakan respirasi yang
berlangsung tanpa membutuhkan O2. Perbedaan antara keduanya akan terlihat pada
proses tahapan reaksi dalam respirasi. Proses transpor gas-gas secara
keseluruhan berlangsung secara difusi.
1.2 Tujuan
Mahasiswa dapat mengukur konsusmsi
oksigen organisme air dengan cara titrasi (metode Winkler) dan dapat mengukur
respon metabolic hewan air terkait dengan bobot tubuh serta perubahan
lingkungan atau stress.
II.
MATERI
DAN METODE
2.1 Materi
Alat yang digunakan adalah timbangan
teknikal, buret, gelas ukur besar, respirometer, botol Winkler, labu
Erlenmeyer, buret beserta statifnya, bak preparat, dan pipet tetes.
Bahan yang digunakan pada praktikum
kali ini meliputi Ikan Nila (Osteochilus
haselti), larutan KOH-KI, larutan H2SO4, larutan MnSO4,
larutan Na2S2O3, larutan amilum.
2.2 Cara
Kerja
1.
Alat respirometer beserta alat penunjangnya
disiapkan.
2.
Bobot tubuh hewan air diukur dengan timbangan.
3.
Gelas ukur besar diisi air dan diamati skala
awalnya.
4.
Volume hewan uji diukur dengan menggunakan gelas
ukur besar, melalui perubahan skala yang ada.
5.
Hewan uji dimasukkan pada respirometer (tabung
I) dan diusahakan tidak terdapat udara yang terperangkap di dalamnya.
6.
Ikan dibiarkan di dalamnya selama ±15 menit
supaya tenang agar teraklimasi.
7.
Power
supply dimatikan dan air dibiarkan keluar dari selang yang tersambung
dengan tabung I.
8.
Sampel air (awal) diambil menggunakan botol
winkler (volume 125 ml).
9.
Kandungan oksigen terlarut pada sampel air
(awal) diukur menggunakan metode titrasi.
10.
Sampel air (akhir) diambil kembali dari tabung
I, setelah ikan dibiarkan mengkonsumsi oksigen yang ada dalam tabung I selama
30 menit.
11.
Sampel air (akhir) sebanyak 125 ml, diukur
kandungan oksigen terlarutnya menggunakan metode titrasi dengan buret.
12.
Sebelum proses titrasi dilakukan, larutan KOH-KI
sebanyak 1 ml ditambahkan ke botol Winkler.
13.
Larutan MnSO4 1 ml ditambahkan ke
dalam botol Winkler dan diamati perubahannya.
14.
Larutan H2SO4 1 ml
ditambahkan ke dalam botol Winkler dan diamati perubahannya.
15.
Larutan yang telah tercampu diambil sebanyak
100 ml dan dipindahkan ke labu Erlenmeyer.
16.
Larutan amilum ditambahkan ke dalam labu
erlenmeyer, serta diamati perubahannya.
17.
Proses titrasi menggunakan larutan Na2S2O3
dimulai sampai warna larutan pada Erlenmeyer menjadi bening, setelah
bening proses titrasi dihentikan.
18.
Konsumsi oksigen ikan diukur dengan rumus
sebagai berikut :
VO2 = (CO2i – CO2f) X
V
H X
W
= ……………………… mg/gr/jam
Keterangan
:
VO2 :
konsumsi oksigen (mg/gr/jam)
CO2i
: oksigen terlarut awal
H
: selang waktu volume hewan air
W
: berat ikan
CO2f :
oksigen terlarut akhir
V
: volume tabung setelah dikurangi volume ikan
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1
Hasil
2. Tabel 3.1 hasil pengamatan laju konsumsi
oksigen.
Kelompok
|
DO awal
|
DO akhir
|
Konsumsi
oksigen
|
1
|
2.2
|
0.8
|
316
|
3
|
4.6
|
2.6
|
679,375
|
Perhitungan
Diketahui
Massa ikan (besar) = 81 gr
Volume Ikan (besar) = 90 mL
Volume tabung =
9085 mL
Ota =
Waktu =
30 menit (0.5 jam)
Keterangan
Ota :
Oksigen terlarut awal (mg/L)
p :
Larutan Na2S2O3 yang terpakai
q :
Normalitas Na2S2O3 (0.025)
8 :
Berat molekul oksigen
Ota1 =
=
=
=
2.2 mg/L
Ota2 =
=
=
0.8 mg/L
VO2 =
=
=
=
=
316 mg/g/jam
Gambar
3.2 Pembahasan
Faktor
yang mempengaruhi konsumsi oksigen pada ikan menurut Zonneveld (1991), antara lain:
1. Aktifitas , ikan dengan aktifitas
tinggi misalnya ikan yang aktif berenang akan mengkonsumsi oksigen jauh lebih
banyak dari pada ikan yang tidak aktif.
2. Ukuran, Ikan dengan ukuran lebih
kecil, kecepatan metabolismenya lebih tinggi daripada ikan yang berukuran besar
sehingga oksigen yang dikonsumsi lebih banyak.
3. Umur, ikanyang berumur masih muda
akan mengkonsumsi oksigen lebih banyak dari pada ikan yang lebih tua.
4. Temperatur, ikan yang berada pada
temperatur tinggi laju metabolismenya juga tinggi sehingga konsumsi oksigen
lebih banyak.
Jumlah
oksigen terlarut dalam air apabila hanya 1,5 mg/L maka kadar oksigennya
berkurang. Konsumsi oksigen pada juvenil ikan bandengan dipengaruhi oleh jumlah
kadar Zn pada air. Juvenil ikan bandeng yang terkontaminasi logam Zn sebanyak
0.01 ppm mengkonsumsi oksigen lebih tinggi dari pada ikan yang tidak
terkontaminasi. Oksigen terlarut apabila dalam jumlah banyak ikan-ikan memang
jarang sekali mati tetapi pada keadaan tertentu hal yang demikian dapat mengakibatkan
ikan mati juga, sebab dalam pembuluh darah terjadi emboli gas yang
mengakibatkan tertutupnya pembuluh-pembuluh rambu dalam daun-daun insang (Fujaya, 2002).
Faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat konsumsi oksigen terbagi menjadi dua, yaitu faktor luar
dan dalam. Faktor luar dipengaruhi oleh tekanan parsial oksigen dan suhu.
Peningkatan suhu pada batas tertentu akan diikuti dengan peningkatan laju
metabolisme. Sedangkan faktor dari dalam adalah yang berkaitan langsung dengan
ikan itu sendiri, seperti ukuran ikan, aktifitas, kondisi kesehatan ikan, dan
seks.
Respirasi
pada ikan berhubungan luas dengan permukaan organ respirasi, darah, dan
kemampuan dari organisme untuk mendeteksi pengurangan oksigen pada lingkungan
dan upaya penyesuaian fisiologis untuk mengimbangi kekurangan oksigen.
Sedangkan partikel-partikel bahan organic terlarut yang ikut terhisap bersama
air secara terus-menerus dapat mengganggu proses respirasi pada ikan.
Bereaksinya partikel tersebut dengan fraksi tertentu dari lender insang menyebabkan
lender yang berfungsi sebagai pelindung diproduksi lebih banyak sehingga
terjadi penumpukan lendir yang menutupi lamella insang. Berkurangnya oksigen
terlarut dan terhambatnya proses respirasi pada ikan mengakibatkan menurunnya
laju konsumsi oksigen (Fujaya, 2002).
Alat
yang digunakan dalam praktikum ini salah satunya adalah repirometer. fungsi dari alat ini
adalah untuk mengukur respirasi dari suatu hewan atau tumbuhan yang ingin
diukur respirasinya. Respirometer pada intinya untuk mengetahui kenaikan
dan besarnya respirasi suatu hewan atau tumbuhan, respirometer ini biasanya
digunakan dengan bantuan air. Air tersebut berfungsi sebagai alat ukurnya atau
sebagai penanda agar praktikan dapat mengetahui seberapa besar kenaikan yang
dilakukan dari alat respirometer ini, kenaikan tersebut biasanya ditandai
dengan berjalanya air ketempat dimana spesimen diletakkan. Respirometer
bekerja atas suatu prinsip bahwa dalam pernapasan ada oksigen yang digunakan
oleh organisme dan ada karbon dioksida yang dikeluarkan olehnya. Jika organisme
yang bernapas itu disimpan dalam ruang tertutup dan karbon dioksida yang
dikeluarkan oleh organisme dalam ruang tertutup itu diikat, maka penyusutan
udara akan terjadi. Kecepatan penyusutan udara dalam ruang itu dapat dicatat
(diamati) pada pipa kapiler berskala (Nasir, 1992).
Laju
metabolisme adalah jumlah total energi yang diproduksi dan dipakai oleh tubuh
per satuan waktu. Laju metabolisme penting untuk mengukur keseluruhan status
energi kimia, memberikan gambaran tentang pemanfaatan sumber energi tertentu,
memberikan ukuran status fisiologi atau adaptasi, kadang-kadang berhubungan
dengan status ekologi. Laju metabolisme dapat diukur dengan tiga macam metode
yaitu teknik langsung, kalorimeter, dan konsumsi oksigen (Yuwono, 2008).
Laju metabolisme berkaitan erat dengan
respirasi karena respirasi merupakan proses ekstraksi energi dari molekul
makanan yang bergantung pada adanya oksigen. Oksigen dapat digunakan sebagai
ukuran dari laju metabolisme karena jumlah panas yang diproduksi untuk tiap
liter oksigen yang digunakan dalam metabolisme tetap konstan, baik yang
dioksidasi berupa lemak, protein, maupun karbohidrat (Seeley, 2003). Ikan
memiliki kebutuhan konsumsi oksigen yang berbeda-beda. Ada beberapa ikan yang
mampu toleran terhadap kadar oksigen yang rendah atau hipoksia, salah satunya
adalah Scartelaos gigas . ikan ini
mampu beradaptasi pada lingkungan berkadar oksigen rendah. Metabolism pada ikan
ini tentu saja berbeda dengan ikan lainnya. Ikan ini memiliki mekanisme khusus
untuk mengantisipasi lingkungan hipoksia, namun bukan berarti ikan ini mampu hidup
tanpa oksigen (Nasir, 1992). Laju metabolisme biasanya diperkirakan dengan
mengukur banyaknya oksigen yang dikonsumsi makhluk hidup per satuan waktu.
Oksidasi dari bahan makanan memerlukan oksigen (dalam jumlah yang diketahui)
untuk menghasilkan energi yang dapat diketahui jumlahnya juga. Laju metabolisme
biasanya cukup diekspresikan dalam bentuk laju konsumsi oksigen (Ville,1988). Stres pada ikan
menyebabkan respirasi dan metabolisme meningkat.
Peningkatan metabolisme
menyebabkan hipoksia pada
ikan. Hipoksia adalah kondisi
dimana terjadi kekurangan oksigen
pada jaringan tubuh (Sulmartini, 2009).
Konsumsi
oksigen merupakan salah satu parameter fisiologis yang dapat digunakan untuk
menaksir laju metabolisme secara tidak langsung, yaitu dengan mengukur oksigen
yang digunakan dalam proses oksidasi, dalam proses ini organisme mendapat,
mengubah, dan memakai senyawa kimia dari sekitarnya untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya. Konsumsi oksigen merupakan bagian penting dari keseimbangan
bioenergenetik sebab menggambarkan penggunaan energi langsung pada kerja
metabolik termasuk metabolisme untuk hidup pokok, makan, dan aktif (Karim,
2007). Jika kita dibenarkan percaya bahwa pada rentang suhu yang cukup besar
efisiensi ini adalah konstan, intensitas relatif respirasi dan pertumbuhan
harus independen dari suhu-meskipun keduanya meningkat sama dengan meningkatnya
suhu. Seperti keadaan yang mungkin ada jika kedua intensitas respirasi dan
pertumbuhan tingkat tertentu tergantung pada beberapa faktor umum (Wood, 1931).
Hasil
pengamatan yang dilakukan kelompok A (kelompok 1 dan kelompok 2) rombongan I,
mendapatkan bobot ikan besar adalah 81 gram dan volume ikan besar sebesar 90
mL, menghasilkan nilai DOI sebesar 2,2 ppm, DOII sebesar
0,8 ppm, dan VO2 sebesar 316 mg/g/jam.
Perbedaan nilai VO2 antara kelompok A dan B di rombongan I, telah sesuai dengan
pustaka karena nilai konsumsi oksigen ikan kecil lebih besar dari nilai
konsumsi oksigen ikan besar. Yuwono (2008) mengatakan bahwa konsumsi oksigen
pada ikan berbanding terbalik dengan berat tubuh ikan dan volume ikan.
Zonneveld (1993) menyatakan, ikan dengan ukuran atau berat badan yang kecil
akan lebih banyak beraktivitas dibanding dengan ikan yang ukurannya lebih
besar.Semakin tinggi aktivitas metabolisme pada ikan, maka akan semakin tinggi
frekuensi pengambilan oksigen dari lingkungannya, karena untuk beraktifitas
diperlukan energy (Graham, 1994
IV.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa :
1.
Semakin
besar berat dan volume ikan, semakin rendah konsumsi oksigennya.
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi oksigen
pada ikan antara lain aktivitas, ukuran, umur, temperatur, volume ikan dan
oksigen terlarut.
3.
Konsumsi
oksigen adalah banyaknya oksigen yang digunakan dalam satu kali fase respirasi.
DAFTAR
REFERENSI
Bendiksen,et
all,2003.Digestibility, Growth and
Nutrient Utilisation of frog in Relation to Temperature. 224:283-299.
Farida, W.R, Wardani,
Kasriati, Tjakradidjaja, A,diapari, D. Konsumsi dan Penggunaan Pakan pada
Tarsius (Tarsius bancanus) Betina di Penangkaran. Jurnal Biodiversitas LIPI. Halaman 148-151 Volume 9, Nomor 2.
Fujaya, Y. 2002. Fisiologi Ikan. Direktorat Jenderal
Pendidikan Nasional, Makasar.
Halver, J. A.1989. Fish Nutrition. Academy Press, New York.
Kay, I. 1998. Introduction to Animal Physiology.
Bioscientific Publisher. Springer Verley, New York.
Lagler, K. F. 1977. Ichtiology. Jhon Wiley and sons, New
York.
Mujiman,
A. 1984. Makanan Ikan. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Nasir, mochammad, dkk. 1992. Penuntun
Praktikum Biologi Umum. Jakarta : Depdikbud.
Seeley, R.R., T.D. Stephens, P. Tate. 2003. Essentials of Anatomy and Physiology. USA
Sulmartini, Laksmi. 2009. Respon Daya Cerna dan
Respirasi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Pasca Transpostasi dengan Menggunakan Daun Bandotan (Ageratum conyzoides) Sebagai Bahan Antimetabolik. Universitas
Airlangga, Surabaya.
Wood, A. H. 1931. The Effect Of
Temperature On The Growth And Respiration Of Fish Embryos (Salmo Fario).
Cambridge, England.
Yuwono, E. 2008. Fisiologi Hewan I. Edisi Kedua. Unsoed, Purwokerto.
Zonneveld, N. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Komentar
Posting Komentar