ACARA
V
RETENSI
ENERGI PAKAN IKAN
Oleh
:
Nama
: Jihan Ibnu Hayyan
NIM
: B0A013040
Kelompok : 3
Asisten : Endang Timurti
LAPORAN
PRAKTIKUM TEKNIK PEMBUATAN DAN PEMBERIAN PAKAN
KEMENTERIAN
RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS
BIOLOGI
PROGRAM
STUDI DIII PENGELOLAAN SUMBERDAYA
PERIKANAN
DAN KELAUTAN
PURWOKERTO
2014
I.
METODE KERJA
Tahap
preparasi sampel, sampel pellet di gerus hingga halus, kemudian dicetak dengan alat
pencetak hingga padat
|
Selang
oksigen dipasang pada home sampel
|
Katup
pembuang udara pada home sampel ditutup dengan mengencangkan penguncinya
|
Home
sampel yang terisi oksigen dimasukkan dengan hati-hati kedalam bom kalorimeter
|
Sampel
diletakan pada home sampel untuk diletakkan pada kawat wolfarm
|
Kemudian
ditimbang dengan timbangan analitik lalu dicatat bobotnya
|
Tekan
O2 fill
pada panel alat bom kalorimeter untuk mengisi oksigen
|
Setelah
dicetak sampel diletakkan pada wadah sampel
|
Hasil nilai
energi diperoleh dengan keluarnhya hasil print out nilai energi (Gross
heat dengan satuan Cal/g)
|
Kabel
penghantar panas dipasang pada home sampel dan tutup chamber sampel pada
alat bom kalorimeter
|
Tekan
tombol start pada panel control,kemudian tekan tombol enter 2x lalu
masukan data bobot sampel dan tekan lagi untuk membakar sampel selama 8
menit 35 detik
|
II.
HASIL
Gambar
1. Bahan ditumbuk
Perhitungan:
Diketahui : 1.
Bobot ikan basah awal: 3 gram
2. Bobot ikan basah akhir : 4 gram
3. Bobot kering ikan awal : 0,43 gram
4. Bobot kering ikan awal: 0,5 gram
5. Pakan yang diberi : 2,5%
6. Energi bom ikan kecil : 6,066,3665
cal/gr
7. Energi bom ikan besar : 6561,1253
cal/gr
8. Energi bom pakan : 20% adalah
6034,3398 cal/gr
Rumus:
1. Σ Pakan yang
dikonsumsi= 2,5 % x hari pemeliharaan x berat badan ikan awal
= 2,5% x 30 x 3 = 2,25
2. Σ Energi pakan =
Pakan yang dikonsumsi x energy bom ikan awal
= 2,25 x 6034,3398
= 13577,26
3. Σ Energi ikan awal
= Bobot kering ikan awal x energy bom
ikan awal
= 0,43 x
6066,3665
= 2608,53
4. Σ Energi ikan akhir
= Bobot kering ikan akhir x energy bom ikan akhir
= 0,5 x
6561,1253
= 3280,56
5. Aner =
=
=
= 0,0364
Tabel
Hasil Retensi Energi
No.
|
Prosentase
Protein
|
Retensi
Energi
|
1
|
Herbivora
: 20%
|
6034,3398
cal/gr
|
2
|
Omnivora
: 25%
|
5557,4397
cal/gr
|
3
|
Karnivora
: 30%
|
4685,4052
cal/gr
|
III.
PEMBAHASAN
Faktor yang
mempengaruhi pelet ikan bisa mengambang atau terapung yaitu dari bahan atau
dari mesinnya yang hebat dan canggih. Pelet bisa terapung karena ada pori pori
dalam pelet yang terjadi karena gesekan dari bahan yang dibawa oleh ekstruder
dengan dinding tabung dan dipadatkan diujung ekstruder dengan tekanan tinggi
hingga menimbulkan panas yang cukup untuk membuat pelet matang,kemudian masuk
kedalam lubang yang dinamakan dies setelah keluar dari lubang dies tersebut
dipotong oleh pisau pemotong. Karena perbedaan suhu d idalam dan suhu ruang
maka pelet tersebut dapat membuat pori-pori pelet. Intinya dari proses ini
adalah thermo mechanical cooking (teknik memasak dengan mekanik). Steam boiler
dihilangkan tetapi memasak dengan kekuatan mekanik mesin sehingga menggunakan
energi yang cukup besar (Alip, 2010).
Hasil penelitian
tahun 1981 oleh Sri Hatimah di Kolam Depok menyimpulkan ada perbedaan
penambahan bobot antara pelet apung dengan pelet kelem (tenggelam). Pelet apung
sudah ditambah zat additive agar bisa berbobot lebih ringan dan mengambang di
air. Sedangkan pelet “kelem” lebih menekankan kandungan gizi pakan sehingga
untuk pendederan gurami pelet kelem lebih disukai.
Uji daya tahan dalam
air dilakukan dengan merendam pellet dalam air dan dihitung berapa lama pellet
tersebut tahan dalam air sampai hancur. Semakin lama pellet tersebut hancur,
semakin baik dan berkualitas pellet tersebut. Selain dari faktor kekerasan
pellet, daya tahan pellet dalam air dapat disiasati dengan beberapa cara,
antara lain yaitu dengan mempergunakan perekat, lama pengeringan yang optimal
dan merata dan memperbesar ukuran pellet seoptimal mungkin. Pellet umumnya
dibuat dari campuran beberapa macam bahan pakan dan umumnya kemudian
ditambahkan perekat baik alami maupun kimiawi. Salah satu bahan perekat yang
murah dan mudah didapat adalah kanji yang berasal dari tepung tapioka. Lama
pengeringan juga menentukan keras tidaknya pellet. Semakin lama dilakukan
pengeringan akan semakin keras pellet tersebut, problemnya adalah akan
mengurangi kandungan nutrisi pellet. Demikian juga pengeringan dengan suhu yang
semakin tinggi akan menyebabkan pellet akan cepat menjadi keras (Wahyu, 2010).
Menurut Dlouhy (1982)
dalam Bintari et.al. (2009), proses penyerapan dalam adsorpsi dipengaruhi oleh
:
1. Bahan penjerap
Bahan yang digunakan untuk menjerap mempunyai kemampuan berbeda-beda,
tergantung dari bahan asal dan juga metode aktivasi yang digunakan.
2. Ukuran butir
Semakin kecil ukuran butir, maka semakin besar permukaan sehingga
dapat menjerap kontaminan makin banyak. Secara umum kecepatan adsorpsi
ditujukan oleh kecepatan difusi zat terlarut ke dalam pori–pori partikel
adsorben. Ukuran partikel yang baik untuk proses penjerapan antara –100 / +200
mesh.
3. Derajad keasaman (pH larutan)
Pada pH rendah, ion H+ akan berkompetisi dengan kontaminan yang akan
dijerap, sehingga efisiensi penjerapan turun. Proses penjerapan akan berjalan
baik bila pH larutan tinggi. Derajat keasaman mempengaruhi adsorpsi karena pH
menentukan tingkat ionisasi larutan, pH yang baik berkisar antara 8 – 9.
Senyawa asam organik dapat diadsorpsi pada pH rendah dan sebaliknya basa organik
dapat diadsorpsi pada pH tinggi.
Menurut Murtidjo
(2001), proses pembentukan pellet memanfaatkan proses gelatimasi pati melalui
proses pengepresannya membentuk butiran makanan dalam ukuran tertentu (mm).
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan durabilitas dalam air, antara
lain sebagai berikut.
1. Formula makanan, ukuran patikel setiap bahan makanan dan kandungan
serat kasar yang terlalu tinggi menimbulkan masalah pembentukan pellet,
demikian juga, jika terlalu banyak lemak (di atas 2%).
2. Ukuran lubang pellet yang digunakan
3. Kombinasi indicator pembentukan pellet, yakni temperatur,
kelembaban dan kecepatan feeder screw untuk optimasi proses gelatinasi.
Pengujian daya tahan
di dalam air dilakukan dengan jalan merendamnya di dalam air dingin. Waktu yang
diperlukan sampai saat pellet yang bersangkutan itu ambyar (hancur) merupakan
ukuran daya tahannya. Semakin lama waktu yang dibutuhkan maka semakin baiklah
mutunya. Pellet untuk ikan setidaknya harus mempunyai daya tahan selama 10
menit. Untuk pellet udang, daya tahannya seharusnya selama sekitar 24 jam
(Mudjiman, 2004).
Protein merupakan
senyawa polimer yang tersusun dari ikatan asam-asam amino. Pada ikan, protein
tersusun sekitar 70% bobot kering bahan organik di dalam jaringan tubuh ikan,
oleh karenanya, kandungan protein merupakan salah satu senyawa bergizi yang
paling penting pada pakan ikan. Kandungan protein kasar merupakan ukuran umum
bagi kualitas pakan ikan dan pertumbuhan ikan akan berbanding langsung dengan
kandungan protein di dalam pakannya, jika kandungan itu berada dalam kisaran 20
– 40% protein kasar.Kebutuhan protein optimum untuk ikan bervariasi bergantung
pada jenis ikan, tahap kehidupan, suhu air, konsumsi pakan, jumlah pemberian
pakan harian, frekuensi pemberian pakan, kualitas protein (komposisi asam
amino) dan kualitas energi non protein.
Ikan tidak membutuhkan protein dalam
arti yang sebenarnya, tetapi memerlukan kombinasi seimbang 20 jenis asam amino
esensial dan non-esensial utama yang menyusun protein. Ikan memanfaatkan protein
pakan dengan mencernanya menjadi asam amino bebas yang dapat diserap ke dalam
darah dan diedarkan ke jaringan di seluruh tubuh, yang kemudian disusun kembali
menjadi protein jaringan ikan yang spesifik dan baru. Protein di dalam jaringan
ikan dibentuk dari keseluruhan (20 jenis) asam amino utama. Ikan di dalam
tubuhnya dapat mensintesis beberapa jenis asam-asam amino ini, tetapi beberapa
asam amino lainnya tidak, oleh karena itu harus dikonsumsi. Kesepuluh jenis
asam amino yang tidak dapat disintesis oleh ikan ini disebut ”asam amino
esensial” sehingga harus disediakan dalam jumlah layak di dalam dietnya.
Asam-asam amino esensial yang dibutuhkan oleh ikan dan hewan sama atau serupa,
namun secara kuantitatif berbeda,
-
Merupakan sumber energi bagi ikan,terutama apabila
komponen lemak dan karbihidrat yang terdapat di dalam pakan tidak mampu
memenuhi kebutuhan energi.
-
Berparan dalam pertumbuhan maupun pembentukan jaringan
tubuh.
-
Berperan dalam perbaikan jaringan tubuh yang rusak.
-
Mrerupakan kompinen utama dalam pembentukan enzim,
hormone, dan antibody.
-
Turut berperan dalam pembentukan gamet.
-
Berperan dalam proses osmoregulasi di daam tubuh.
Jumlah protein yang dibutuhkan dalam
pertumbuhan yang optimal tergantung dari keberadaan sumber energi nonprotein
dalam pakan. Kelebihan protein dalam pakan, berkaitan dengan energi non protein
dalam pakan, akan menghambat pertumbuhan laju pertumbuhan. Catfish yang diberi
pakan dengan kadar protein ditingkatkan di atas 45% tanpa peningkatan yang
proporsional dari energi non protein akan mengalami penurunan laju pertumbuhan.
Rendahnya ketersediaan energi non protein dalam pakan meneyebabkan sebagian
energi dalam pakan dimetabolisme dan digunakan sebagai sumber energi.
Umumnya bahan baku tersebut disimpan dalam gudang dengan
kondisi kelembaban tinggi sehingga berpotensi tercemar jamur dan mikotoksin
yang dihasilkan. Proses pencemaran jamur pada bahan baku pellet, terutama
jagung, dimulai saat spora (konidia) jamur beterbangan di udara terbawa
oleh angin dan serangga, kemudian menempel secara langsung atau tidak langsung
pada pellet. Bila suhu dan kelembaban sesuai maka jamur akan tumbuh dan
berkembang biak pada pellet yang sedang dijemur/dibiarkan. Ketika pellet
dipacking, jamur dan mikotoksin yang dihasilkan sudah menginfeksi hasil panen.
Spora jamur sebagian juga beterbangan di udara dan menjadi sumber infeksi
selanjutnya (Waliyar 2008).
Alat
yang digunakan pada praktikum pembuatan pellet adalah sebagai berikut :
1.
Ember
Untuk menampung
baha-bahan mentah yang akan digunakan untuk pembuatan pellet
2.
Timbangan
Untuk menimbang bobot bahan agar sesuai dengan kebutuhan
ikan
3.
Saringan/ayakan
Untuk menghaluskan
bahan yang sebelumnya telah digiling, agar dengan semakin halusnya bahan, maka
pellet akan mengapung
4.
Penggilingan
Untuk menggiling
bahan-bahan kasar/mentah yang sudah disiapkan sebelumnya. Seperti tepung
jagung, dll.
5.
Kompor & Panci
Untuk mengukus
adonan yang sudah dicampur
6.
Nampan
Untuk menggelar adonan yang sudah
dikukus
7.
Kantong plastic
Untuk membungkus adonan yang akan
dikukus
8.
Cetakan
Untuk mencetak adonan yang sudah
dikukus.
9.
Loyang
Untuk menampung pellet basah yang
sudah dicetak. Sehinnga mempermudah proses pengeringan
Dari
praktikum yang telah dilakukan, maka didapati hasil bahwa pellet tidak mampu
mengapung dengan waktu yang cukup lama. Karena untuk memperoleh pellet apung
yang baik, maka diperlukan proses yang teliti juga baik. Dari mulai pemilihan bahan
yang diutamakan sehalus mungkin. Selain itu proses pencetakan pellet yang menggunakan
mesin canggih, sehingga mendapat hasil yang memuaskan. Karena pellet yang mampu
mengapung adalah pellet yang dibagian dalamnya terdapat rongga udara. Perlu
diadakan uji coba agar mengetahui seberapa lama pellet mampu mengapung diatas
air.
Selain
itu, kebutuhan protein juga mempengaruhi laju pertumbuhan pada ikan. Karena
ikan membutuhkan protein agar mmapu bergerak secra aktif. Dengan perhitungan
yang tepat ketika proses pembuatan pellet, maka komposisi gizi seperti protein
mampu tercukupi dengan baik.
Dan
agar pellet tidak mengalami jamura, pemilihan bahan juga harus diperhatikan.
Jangan sampai bahan-bahan yang akan dibuat pellet sudah/ditumbuhi oleh jamur.
Karena apabila dibiarkan maka hasil pellet jadi pun akan mudah ditumbuhi jamur.
Pun sama perlakuannya dengan pellet yang sudah dicetak dan akan dikeringkan.
Jangan dibiarkan ditempat yang lembab, karena akan memicu tumbuuhnya jamur.
Dengan adanya jamur, dapat menyebabkan penyakit baik pada ikan maupun pada
manusia yang mengkonsumsinya. Dari hasil praktikum, pellet yang kami buat
sebagian telah ditumbuhi jamur. Sehingga tidak cocok untuk diberikan pakan
terhadap ikan.
IV.
KESIMPULAN
Kesimpulan
dari praktikum pembuatan pellet adalah :
1.
Pellet yang baik adalah pellet yang dalam memformulasikannya
kebutuhan masig-masing bahan yang digunakan untuk membuat pellet sudah memenuhi
kebutuhan yang diperlukan
2.
Bobot halusnya disesuikan dengan hasil perhitungan yang
telah dilakukan.
3.
Beberapa faktor yang membuat pellet mampu mengapung
lebih lama. Salah satunya penggunaan mesin otomatis agar hasilnya sesuai,
tingkat kehalusan bahan, ukuran lubang pada pellet, dan banyaknya serat yang
dipakai pada bahan utama.
4.
Jamur mampu tumbuh pada pellet, sehingga penyimpanannya
harus hati-hati agar tidak ditumbuhi oleh jamur.
5. Persiapan
serta penimbangan bahan untuk membuat pellet telah sesuai dengan kualitas yang
diinginkan karena telah dilakukan pengayakan.
6. Bobot kasar
untuk tepung ikan, tepung dedak adalah 1:1 dengan kebutuhan bahan halus kedua
bahan tersebut sementara perbandingan untuk tepung jagung adalah 2:1 dengan
tepung jagung halus yang diperlukan.
Komentar
Posting Komentar