Teknik Pengendalian Ikan Sakit

ACARA IV

TEKNIK PENGENDALIAN IKAN SAKIT


 















Oleh :

Nama               :   Jihan Ibnu Hayyan

NIM                  :   B0A013040

Rombongan     :   II

Kelompok        :   1

                                          Asisten              :   Nabil Azizar Rahman





LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK PENGELOLAAN KESEHATAN ORGANISME AKUATIK






KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGI

PROGRAM STUDI DIII PENGELOLAAN SUMBERDAYA
PERIKANAN DAN KELAUTAN
PURWOKERTO
2015
I.         PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
            Di dalam melakukan kegiatan budi daya, pengendalian hama dan penyakit sangat di perlukan untuk mencegah terjadinya kerugian oleh pembudi daya dan kerugian bagi orang banyak akibat mutu rendah dan penyakit yang menyerang. Untuk itu perlu di lakukan pemberantasan hama dan penyakit dengan baik, terutama pada saat pengolahan tanah pada tambak.
            Adanya hama di dalam tambak sangat merugikan bagi para pembudi daya dan spesies itu sendiri. Untuk itu para pembudi daya juga perlu memahami lebih dalam jenis – jenis hama yang dapat mengganggu, merusak bahkan memangsa spesies yang di budi dayakan. Dengan di ketahuinya jenis – jenis hama tersebut maka pembudi daya dapat mencegahnya atau memberantasnya dengan memberi obat sesuai dengan jenis hama yang di ketahui. Begitu pula dengan penyakit, yang sangat merugikan sekali bagi pembudi daya karena adanya suatu penyakit dapat menyebabkan ikan / udang mati secara mendadak dalam jangka waktu yang singkat (Axelrod, 1995).
            Sakit pada ikan yaitu suatu keadaan abnormal yang ditandai dengan penurunan kemampuan ikan dalam mempertahankan fungsi-fungsi fisiologik normal. Timbulnya sakit dapat diakibatkan infeksi patogen yang apat berupa bakteri, virus, fungi atau parasit. Sakit dapat pula akibat defisiensi atau malnutrisi, atau sebab-sebab lain (Kordi, 2004). Sedangkan menurut Austin and Austin (1999), secara umum faktor-faktor yang terkait dengan timbulnya penyakit merupakan interaksi dari 3 faktor yaitu inang, patogen, dan lingkungan atau stressor eksternal (yaitu perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan, tingkat higienik yang buruk, dan stres).
            Penyakit ikan dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan suatu fungsi atau struktur dari alat tubuh atau sebagian alat tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Mendiagosis serangan penyakit pada ikan merupakan cara yang tepat untuk mengetahui penyebab serangan dan jenis penyakitnya. Jenis penyakit perlu dipastikan secepat mungkin, karena air sebagai media hidup ikan akan memungkinkan penularan penyakit secara meluas dalam waktu relatif cepat. Perubahan patologis pada berbagai organ eksternal maupun internal sering kali sudah memberi petunjuk pada jenis penyakit tertentu. Perubahan patologis memberi petunjuk pada jenis penyakit sebelum kematian dan setelah kematian (post mortum) secara teliti terhadap organ eksternal maupun internal (Kordi, 2004).
            Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan adalah aspek luar kulit (warna, perubahan warna menjadi pucat, hemoragik/ pendarahan di dalam, luka-luka, dan parasit), sirip dan ekor (perubahan morfologi, hilangnya warna, dan hemoragik), sungut (patah, rusak, memendek, dan hemoragik), bentuk (skoliosis, skordosis, kifosis), dan mata (kekeruhan lensa dan hemoragik) (Kordi 2004).

1.2  Tujuan
1.      Menyiapkan sarana-prasarana pengendalian ikan sakit
2.      Melaksanakan penanganan penegndalian ikan sakit



II.                TINJAUAN PUSTAKA
            Kasus penyakit ikan tidak hanya disebabkan oleh satu penyebab saja, akan tetapi merupakan hasil akhir dari beragam sebab akibat interaksi antara inang (termasuk didalamnya kondisi fisiologis, reproduksi, dan tingkat perkembangan individu), lingkungan perairan, dan pathogen (Snieszko, 1974 dalam FAO dan NACA, 2001). Dibawah kondisi akuakultur, ketiga faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap kerentanan inang terhadap penyakit. Faktor lingkungan perairan tidak hanya mencakup air dan komponen-komponennya (misalnya oksigen, pH, temperatur, racun, dan limbah) akan tetapi juga mencakup manajemen akukultur yang lain (misalnya penanganan, perlakuan dengan obatobatan, prosedur transportasi ikan, dll). Sedangkan faktor pathogen mencakup virus, bakteri, parasit, dan jamur dimana timbulnya penyakit ikan disebabkan oleh spesies tunggal suatu patogen atau oleh saling interaksi antara pathogen yang berbeda. Penyakit ikan yang disebabkan oleh virus, bakteri, parasit, dan jamur disebut penyakit infeksi. Sedangkan penyakit non infeksi disebabkan oleh lingkungan, nutrisi, dan genetika.. Jamur dulunya disebut tumbuhan tanpa klorofil, akan tetapi saat ini cenderung dimasukkan dalam kingdom yang terpisah. Organisme ini dapat berupa uni atau multi seluler dan beberapa diantaranya merupakan penyebab beberapa penyakit pada vertebrata. Sebagaimana organisme lainnya, jamur mendapatkan makanannya dari bahan-bahan organik baik dalam keadaan hidup ataupun mati (Warren, 1995).
            Menurut Kurniastuty (2004). Bakteri adalah organisme tunggal yang reproduksinya melalui pembelahan sel atau mesosoma berfungsi membagi dua, tidak mempunyai membran inti atau inti sejati dan hidupnya tergantung pada Ribosomes (protein), bila tidak ada ribosomes bakteri akan mati, mempunyai membran Cytoplasma dan berfungsi sebagai respirasi enzim yang terdiri dari 40% lemak serta 60% protein dengan dinding sel yang memberi bentuk sel bakteri dan melindunginya terhadap pengaruh luar, dengan kadar 10-40% berat kering sel dengan komposisi muca peptide kompleks yang terdiri dari Asam amino glukosamine dan asam amino nuramic acid. Bakteri juga merupakan organisme primitif akan tetapi mempunyai susunan sel yang telah berkembang dengan sempurna walaupun tidak memiliki nukleus sebagaimana mahluk-mahluk hidup yang lebih tinggi. Bakteri biasanya mempunyai tingkat reproduksi yang tinggi apabila ketersediaan makanan cukup. Jika makanan tersebut ditemukan pada organisme lain maka hal inilah yang dapat menyebabkan penyakit. Beberapa spesies diantaranya dapat hidup didalam atau diluar organisme multiseluler lain tanpa menyebabkan penyakit bahkan diantaranya sangat dibutuhkan oleh inangnya (Axelrod et al., 1995).
            Parasit adalah organisme yang hidupnya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ditempatinya (inangnya) dan menyebabkan penyakit (Noble and Noble,1976). Parasit dapat merugikan inangnya karena mengambil makanan pada tubuh inangnya ( Schimidt and Robert,1977) selain itu, parasit adalah suatu organisme yang mengambil bahan untuk kebutuhan metabolismenya (makanan) dari tubuh inangnya dan merugikan bagi inang tersebut. Sehingga parasit tidak dapat hidup lama di luar tubuh inangnya (Alifuddin, 2004). Menurut Effendi (2004) berdasarkan sifat hidupnya parasit dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu obligat dan fakultatif. Obligat yaitu parasit yang hanya bisa hidup jika berada pada inang. Fakultatif yaitu parasit yang mampu hidup di lingkungan air jika tidak ada inang disekitarnya.



III.             MATERI DAN METODE
A.  Materi
              Alat yang digunakan adalah : akuarium, alat timbang, seser, pipet, alat tulis, spuit plastic, dan pakan ikan.
              Bahan yang digunakan adalah : ikan yang diduga berpenyakit; bahan kimia : PK, formalini, methylene blue, malachite green, fiscal, heart; Antibiotika : amphicillin, chloramphenitol, terramycin; Vitamin : C, B, B komplek.

B.  Metode
-            Disiapkan bahan kimia dan antibiotika yang direncanakan untuk pengobatan
-            Ditentukan cara aplikasi pemberiannya
-            Ikan yang diduga sakit disipakan dengan pengangkat seser
-            Dilakukan beberapa penanganan ikan sakit
-            Cermati hasil penanganan dan ulangi beberapa kali serta catat hasilnya 



IV.             HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1   Hasil
Tabel 1.1 Data hasil pengamatan
Menit ke
Kondisi ikan
1-3
Berkoloni
Berenang bergerombol
4-5
Mulai naik kepermukaan dengan loncat
Gerakan operkulum cepat
5-9
Mulai naik kepermukaan
Berenang loncat-loncat
Gerakan operkulum cepat
10-15
Ikan mengalami kematian



3.2  Pembahasan
             Setiap budidaya ikan tidak akan lepas dari hama maupun penyakit yang menyerang, begitu pula dengan budidaya ikan gurame. Untuk keberhasilan budidaya ikan gurame, mengetahui serangan hama maupun penyakit serta cara mengatasinya merupakan salah satu hal yang penting bagi pembudidaya ikan gurame.
1.      Hama
             Hama yang biasanya menganggu ikan gurami adalah ikan liar pemangsa seperti gabus (Ophiocephalus striatur BI), belut (Monopterus albus Zueiw), lele (Clarias batrachus L) dan lain-lain. Musuh lainnya adalah biawak (Varanus salvator Dour), kura-kura (Tryonix cartilagineus Bodd), katak (Rana spec), ular dan bermacam-macam jenis burung. Beberapa jenis ikan peliharaan seperti tawes, mujair dan sepat dapat menjadi pesaing dalam perolehan makanan. Oleh karena itu sebaiknya benih gurami tidak dicampur pemeliharaannya dengan jenis ikan yang lain.
             Untuk menghindari gurami dari ikan-ikan pemangsa, pada pipa pemasukan air dipasangi serumbung atau saringan ikan agar hama tidak masuk dalam kolam.
2.      Penyakit
Gangguan penyakit dapat berupa penyakit non parasiter dan penyakit parasiter. Gangguan penyakit dapat lebih mudah menyerang ikan gurami pada saat musim kemarau dimana suhu menjadi lebih lebih dingin.
Penyakit non parasiter adalah penyakit yang timbul bukan karena serangan parasit, tapi biasanya bersumber dari faktor lingkungan fisika dan kimia air dan makanan. Penyakit ini bisa berupa pencemaran air karena adanya gas beracun seperti asam belerang atau amoniak, kerusakan akibat penangkapan atau kelainan tubuh karena keturanan. Untuk mengetahui gangguan yang dialami oleh ikan yang dipelihara dapat diketahui dari pengamatan terhadap ikan. Bila ada gas beracun dalam air, ikan biasanya lebih suka berenang pada permukaan air untuk mencari udara segar.

a.       Penyakit parasiter
Penyakit parasiter diakibatkan parasit. Parasit adalah hewan atau tumbuh-tumbuhan yang berada pada tubuh, insang, maupun lendir inangnya dan mengambil manfaat dari inang tersebut. Parasit dapat berupa udang renik, protozoa, cacing, bakteri, virus, jamur dan berbagai mikroorganisme lainnya. Berdasarkan letak penyerangannya parasit dibagi menjadi dua kelompok yaitu ektoparasit yang menempel pada bagian luar tubuh ikan dan endoparasit yang berada dalam tubuh ikan.
             Ciri-ciri ikan yang terkena penyakit parasiter adalah sebagai berikut :
-          Penyakit pada kulit : Pada bagian tertentu kulit berwarna merah, terutama pada bagian dada, perut dan pangkal sirip. Warna ikan menjadi pucat dan tubuhnya berlendir.
-          Penyakit pada insang : Tutup insang mengembang, lembaran insang menjadi pucat, kadang-kadang tampak semburat merah dan kelabu.
-          Penyakit pada organ dalam : Perut ikan membengkak, sisik berdiri. Kadang-kadang sebaiknya perut menjadi amat kurus, ikan menjadi lemah dan mudah ditangkap.
b.      Penyakit Argulus Indicus atau kutu ikan
             Penyakit ini disebabkan oleh parasit Argulus Indicusyang sumber penularannya adalah udang renik. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama fish lae atau kutu ikan. Kutu ini akan menempel dan menggigit mangsa sehingga berdarah. Penularannya adalah melalui air dan melalui kontak langsung dengan ikan lain, biasanya penyakit ini sering muncul pada kolam ikan yang kualitas airnya buruk.
             Cara penyembuhannya adalah dengan merendam ikanyang sakit ke dalam air garam 10 -15 g/liter selama 15 menit. Sebaiknya untuk menghindari ikan tertular kembali, anda menambahkan larutan garam 10 – 15 g/m2 untuk membunuh kutu air.


c.       Penyakit Dactylogyrus dan gryodactylus
             Dua nama ini adalah sejenis cacing parasit yang tumbuh berkembang dikarenakan kualitas air yang buruk, pakan ikan yang kurang atau kepadatan kolam yang terlalu penuh. JenisDactylogyrus menyerang insang ikan, gejalanya adalah menurunnya nafsu makan dan ikan gurami sering terlihat berbaring dengan dengan posisi insang yang terbuka, sedang jenis Gyrodactylus menyerang bagian sirip ikan.
             Cara perawatannya adalah dengan memperbaiki kualitas air yang berada di kolam dengan menggantinya dengan air yang baru, dan menambahkan garam sebanyak kira2 40 gram/m2. Jika penyakit sudah sangat parah anda bisa merendam ikan dalam larutan garam selama 1 malam.
3.      Mata Belo
             Gejala awal serangan penyakit ini adalah ikan menjadi kurang aktif, malas, nafsu makan berkurang dan ikan sering ke atas permukaan air. Disusul dengan bola mata yang membengkak dan akhirnya ikan ini menjadi buta dan mati. Penyakit ini disebabkan oleh sejenis cacing.
             Cara pengobatannya adalah dengan menghentikan pasokan air selama 24 jam, lalu masukkan garam sebanyak 1kg/m2 , besok harinya air dikuras dan diganti dengan air yang baru.
4.      Jamur
             Pada tubuh ikan gurami yang terinfeksi jamur akan muncul benang – benang berwarna krem seperti kapas, biasanya pada kulit tubuh yang terluka. Jenis jamur yang menyerang ikan gurami adalah Saprolegnia dan Achyla. Jamur ini akan menyebabkan ikan menjadi lemah karena kurang makan, sehingga bisa memicu penyakit lain muncul.
             Cara penyembuhannya adalah dengan memberikan garam ke dalam kolam dengan jumlah 400g/m2 selama 24 jam untuk kemudian diganti besok harinya, selain garam bisa juga dipakai malachyte oxalatesebanyak 1 mg/l air selama 12 jam. Bisa juga menggunakan larutan formalin 200 ppm selama 2 jam.


5.      Bakteri
             Jenis bakteri yang menyerang ikan gurami adalah bakteriAeromonas sp, dan Pseudomonas sp. Gejala yang muncul yaitu terdapat luka berdarah tubuh, perut membesar, lendir mencair , sisik mengelupas dan muncul borok ditubuhnya. Dalam jangka waktu dekat ikan akan melemah, mengambang di permukaan air dan akhirnya mati.
             Pengobatan yang bisa dilakukan adalah dengan merendam ikan dalam larutan oxytetracycline 2 – 5 mg/l selama 24 jam, dan tindakan ini dilakukan berulang 3 kali. Hal lain yang bisa dilakukan adalah dengan merendam ikan yang terinfeksi bateri dengan larutan matachite green oxalat 0,5mg/l selama satu jam , selang 1 jam kemudian deberi umpan makanan yang lebih dahulu diberi kandungan oxcytetracycline 60mg/kg pakan, dan diulang selama 7 hari berturut – turut.
6.      Bercak Putih ( White Spot )
             Jenis penyaki ini desebabkan oleh parasit yang bernama Ichthyophtbyrius. Ciri – ciri ikan yang terkena penyakit white spot yakni munculnya bercak – bercak putih pada bagian kulit. Biasanya ikan yang terkena serangan white spot akan menggosokkan badannya pada lingkungan di sekitarnya, serta mulut ikan gurami tampak kembang kempis seperti kekurangan oksigen.
             Cara perawatan dari penyakit ini adalah dengan merendam ikan guramidengan ke dalam air yang diberi larutan formalin sebanyak 25 mg/l. dan di tambahkan malachine green oxalat sebanyak 0,2 mg/l selama 24 jam.
7.      Parasit
             Salah satu parasit yang sering menyerang ikan gurami adalah Argulus indicus yang tergolong Crustacea tingkat rendah yang hidup sebagai ektoparasit, berbentuk oval atau membundar dan berwarna kuning bening. Parasit ini menempel pada sisik atau sirip dan dapat menimbulkan lubang kecil yang akhirnya akan menimbulkan infeksi. Selanjutnya infeksi ini dapat menyebabkan patah sirip atau cacar. Parasit lainnya adalah bakteri Aeromonas hdyrophyla, Pseudomonas, dan cacing Thematoda yang berasal dari siput-siput kecil.
             Untuk mencegah penyakit ini dapat dilakukan dengan mengangkat dan memindahkan ikan ke dalam kolam lain dan melakukan penjemuran kolam yang terjangkit penyakit selama beberapa hari agar parasit mati. Parasit yang menempel pada tubuh ikan dapat disiangi dengan pinset. Sementara pengobatan bagi ikan-ikan yang penyakitnya lebih berat dapat menggunakan bahan kimia seperti Kalium Permanagat (PK), neguvon dan garam dapur.
             Selain penggunaan bahan kimia tersebut di atas, petani di daerah Banyumas menggunakan laun lambesar (Chromolaena odorata (L), RM King & H. Robinson ) sebagai antibiotik. Daun lambesan dimasukkan ke dalam kolam sebelum ikan di tebar yaitu pada saat pengolahan kolam. Banyaknya daun lambesan yang dipakai adalah 1 pikul (yaitu kurang lebih 50 kg) untuk luas tanah 25 m2. Penggunaan daun ini adalah 1 untuk 1 masa tanam.
             Penggunaan obat-obatan kimia untuk ikan konsumsi tidak dilanjutkan mengingat dampak yang tidak baik kepada konsumen. Kalaupun diberikan obat-obatan tidak boleh langsung di jual kepada konsumen akhir. Penggunaan obat-obatan pada ikan konsumsi juga sebaliknya tidak diberikan apabila ikan hendak diekspor. Besarnya ikan-ikan konsumsi yang mati dibuang.
            Berberapa obat yang digunakan untuk pengendalian penyakit adalah : 
1.      Metil Biru
            Metil biru merupakan pewarna thiazine yang kerap digunakan sebagai bakterisida dan fungsida pada akuarium.  Di beberapa tempat penggunaan bahan ini sudah semakin tidak populer karena diketahui mempunyai pengaruh buruk terhadap filtrasi biologi dan kemampuan warnanya untuk melekat pada kulit, pakaian, dekorasi akuarium dan peralatan lainnya  termasuk lem akuarium.  Diduga bahan inipun dapat berakibat buruk pada tanaman.
            Metil biru diketahui efektif untuk pengobatan ichthyopthirius (white spot) dan jamur.  Selain itu,  juga sering digunakan untuk mencegah serangan jamur pada telur ikan. Metil biru biasanya tersedia sebagai larutan jadi di toko-toko akuarium, dengan konsenrasi 1 - 2 persen.  Selain itu tersedia pula dalam bentuk serbuk.


2.      Kalium Permanganat
            Permanganat adalah oksidator, dalam titrasi bereaksi dengan cepat, namun beberapa pereaksi membutuhkan pemanasan atau penggunaan sebuah katalis untuk mempercepat reaksi, seperti pada proses penetapan kadar asam oksalat. Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari titrasi cukup untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2 . Hal yang perlu dilakukan untuk menghilangkan endapan tersebut adalah pemanasan yang berguna untuk menghancurkan substansi yang dapat direduksi dan penyaringan melalui asbestos atau gelas yang disinter untuk menghilangkan MnO2. Larutan tersebut kemudian distandarisasi dan jika disimpan dalam gelap dan tidak diasamkan konsentrasinya tidak akan banyak berubah selama beberapa bulan.
            Kalium permanganat (PK) merupakan oksidator kuat yang sering digunakan untuk mengobati penyakit ikan akibat ektoparasit dan infestasi bakteri, terutama pada ikan-ikan dalam kolam. Meskipun demikian untuk pengobatan ikan-ikan akuarium tidak sepenuhnya dianjurkan karena diketahui banyak spesies ikan hias yang sensitif terhadap bahan kimia ini.
            Bahan ini diketahui efektif mencegah flukes, tricodina, ulcer, dan infeksi jamur. Meskipun demikian, penggunaanya perlu dilakukan dengan hati-hati karena tingkat keracunannya hanya sedikit lebih tinggi saja dari tingkat terapinya. Oleh karena itu, harus dilakukan dengan dosis yang tepat. Tingkat keracunan PK secara umum akan meningkat pada lingkungan akuarium yang alkalin.
            Kalium permanganat tersedia sebagai serbuk maupun larutan berwarna violet. Kalium permanganat (KMnO4) merupakan alkali kaustik yang akan terdisosiasi dalam air membentuk ion permanganat (MnO4-) dan juga mangan oksida (MnO2) bersamaan dengan terbentuknya molekul oksigen elemental. Oleh karena itu, efek utama bahan ini adalah sebagai oksidator.
            Dilaporkan bahwa permanganat merupakan bahan aktif beracun yang mampu membunuh berbagai parasit dengan merusak dinding-dinding sel mereka melalui proses oksidasi. Beberapa literatur menunjukkan bahwa mangan oksida membentuk kompleks protein pada permukaan epithelium, sehingga menyebabkan warna coklat pada ikan dan sirip, juga membentuk kompleks protein pada struktur pernapasan parasit ikan yang akhirnya menyebabkan mereka mati.
Berbagai review dalam berbagai literatur menunjukkan bahwa kalium permangat dapat membunuh Saprolegnia, Costia, Chilodinella, Ich, Trichodina, Gyrodactylusdan Dactylogyrus, Argulus, Piscicola, Lernea, Columnarisdan bakteri lainnya seperti Edwardsiella, Aeromonas, Pseudomonas, plus Algae dan Ambiphrya.
            Mekipun demikian Argulus, Lerneaand Piscicoladiketahui hanya akan respon apabila PK digunakan dalam perendaman (dengan dosis: 10-25 ppm selama 90 menit). Begitu pula dengan Costiadan Chilodinella, dilaporkan resiten terhadap PK, kecuali apabila PK digunakan sebagai terapi perendaman.
            Kalium permangat sebagai terapi perendaman bersifat sangat kaustik, hal ini dapat menyebabkan penggumpalan nekrosis (ditandai dengan memutihnya jaringan yang mati) pada sirip. Kerusakan insang juga dapat terjadi, sehingga dapat menyebabkan kematian pada ikan beberapa minggu kemudian setelah dilakukan terapi perendaman. Ikan mas koki, diketahui lebih sensitif terhadap PK sebagai terapi perendaman dibandingkan dengan spesies lainnya. Dengan alasan-alasan seperti itu, maka sering tidak direkomendasikan untuk menggunakan PK sebagai terapi perendaman, dan juga karena efek terapeutiknya tidak lebih baik dibandingkan dengan terapi terus-menerus dengan dosis 2 - 4 ppm.
            Kalium permanganat sangat efektif dalam menghilangkan Flukes. Gyrodactylusdan Dactylusdapat hilang setelah 8 jam perlakuan dengan dosis 3 ppm pada suatu sistem tertutup. Penularan kembali masih dapat terjadi, oleh karena itu, direkomendasikan untuk mengulang kembali perlakuan 2-3 hari kemudian dengan dosis 2 ppm.
            Beberapa khasiat lain dari Kalium permangat yang dilaporkan diantaranya adalah: sebagai disinfektan luka, dapat mengurangi aeromanoas(hingga 99%) dan bakteri gram negatif lainnya, dapat membunuh Saprolegniayang umum dijumpai sebagai infeksi sekunder pada Ulcer, dan tentu saja sebagai oksidator yang akan mengkosidasi bahan organik.
            Beberapa aplikasi lain yang biasa dilakukan oleh para hobiis dan akuakulturis adalah menggunakannya dalam proses transportasi ikan. Konsentrasi kurang dari 2 ppm diketahui dapat mengurangi resiko infeksi Columnaris dan infeksi bakteri lainnya, serta membatasi dan menghentikan parasit yang sering menyertai ikan dalam proses transportasi. Begitu juga transportasi burayak dilaporkan aman dengan perlakuan kalium permanganat dibawah 2 ppm. Meskipun demikian untuk burayak dalam kolam tidak dianjurkan untuk menggunakan perlakuan kalium permanganat.
3.      Malachyte Green
            Malachite Green merupakan pewarna triphenyl methanedari group rasamilin. Bahan ini merupakan bahan yang kerap digunakan untuk mengobati berbagai penyakit dan parasit dari golongan protozoa, seperti: ichtyobodo, flukes insang, trichodina, dan white spot, serta sebagai fungisida. Penggunaan bahan ini hendaknya dilakukan pada sistem tertutup seperti akuarium atau kolam ikan hias. Malachite green diketahui mempunya efek sinergis apabila diberikan bersama-sama dengan formalin.
            Terdapat indikasi bahwa kepopuleran penggunaan bahan ini agak menurun, karena diketahui bisa menimbulkan akibat buruk bagi kesehatan manusia apabila terhirup. Malachite Green juga dapat menimbulkan akibat buruk pada filter biologi dan pada tanaman air. Disamping itu, beberapa jenis ikan diketahui tidak toleran terhadap bahan ini. Warna malachite green bisa melekat pada apa saja, seperti tangan, baju, dan peralatan akuarium , termasuk plastik.
            Hindari penggunaan malachite green dalam bentuk serbuk (tepung). Disarankan untuk menggunakan malachite green dalam bentuk larutan jadi dengan konsentrasi 1% dan telah terbebas dari unsur seng. Malachite Green dapat bersifat racun terhadap burayak ikan, terhadap beberapa jenis tetra, dan beberapa jenis catfish seperti Pimelodidae atau blue gill. Beberapa penyimpangan hasil perlakuan dengan MG dapat terjadi apabila perlakuan dilakukan pada pH air diatas 9 atau apabila temperatur air diatas 21 ° C. Yakinkanlah MG yang digunakan adalah dari jenis yang bebas Seng. Tidak ada salahnya dilakukan percobaan terlebih dahulu pada 1 atau 2 ikan sebelum perlakuan MG dilakukan pada sejumlah banyak ikan.
            Teknik pemberian vitamin C pada ikan adalah : Vitamin C dicampur pada ikan pada dosis 500 – 700 mg/kg pakan atau setiap10 kg pakan ikan ditambah vitamin C sebanyak 5 -7 gram. Pencampuran vitamin C ke dalam pakan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1.      Dengan menggunakan alas plastic, pakan ikan yang hendak diberikan terlebih dahulu permukaannya dibasahi dengan menggunakan alat semprot (sprayer) sambal diaduk pelan-pelan.
2.      Vitamiin C ditaburkan ke permukaan pakan hingga merata sambal diaduk pelan-pelan.
3.      Vitamin C yang telah menempel pada pakan ikan, dilapis dengan zat pelapis (binder) seperti miinyak sayur atau putih telur sambal diaduk pelan-pelan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi proses pencucian oleh air (leaching) pada saat diberikan kepada ikan (proses ini perlu dilakukan untuk jenis ikan yang sifat maknnya relative lambat, namun untuk ikan mas prose pelapisan ini tidak perlu).
4.      Setelah dilapis dengan minyak zaitun atau putih telur, pakan tersebut diangin-anginkan atau dijemur beberapa saat sebelum digunakan.
5.      Pemberian pakan ynag mengandung vitamin C sebaiknya diberikan selama pemeliharaan, atau paling sedikit satu kali dari jadwal pemberian pakan. Misalnya frekuensi pemberian pakan 3 kali/hari, maka satu kali diantaranya adalah pakan tambahan yang diberi vitamin C.
            Dari hasil praktikum yang dilakukan, maka didapati hasil bahwa pada saat ikan terpapar bahan-bahan kimia yg berbahaya. Maka ikan akan bereaksi seperti gerakan operculum yang menjadi cepat, pergerakannya letidak terkontrol, atau menjadi melompat-lompat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Alifuddin (2004), bahwa Sakit pada ikan yaitu suatu keadaan abnormal yang ditandai dengan penurunan kemampuan ikan dalam mempertahankan fungsi-fungsi fisiologik normal.
            Sedangkan menurut Austin and Austin (1999), secara umum faktor-faktor yang terkait dengan timbulnya penyakit merupakan interaksi dari 3 faktor yaitu inang, patogen, dan lingkungan atau stressor eksternal (yaitu perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan, tingkat higienik yang buruk, dan stres).









IV. KESIMPULAN
            Kesimpulan dari hasil praktikum Teknik Pengendalian Ikan Sakit adalah :
1.      Untuk mengobati ikan yang sakit, maka kita harus memiliki sarana dan prasarana yang memadai. Termasuk dari pengadaaan tempat yang khusus, serta obat-obatan yang diperlukan.
2.      Selain itu, juga diperlukan penanganan yang tepat pada ikan yang sakit. Misalnya dengan pemberian dosis yang tepat, juga ikan diperhatikan perkembangannya selama mengalami masa kritis



DAFTAR PUSTAKA
Afrianto,  E   dan  Liviawaty.   1992.   Pengendalian   Hama  dan  Penyakit   Ikan.     Kanisius. Yogyakarta.
Alifuddin, M. 2004. Diagnostik Pewarnaan Sediaan Parasit. Dalam: Pelatihan          Dasar Karantina Ikan Tingkat Ahli dan Terampil. Pusat Karantina           Ikan. Agustus 2004. Bogor.15 hal
Austin and Austin. 1999. Fish Disease. FFH Publication Corp. England
Axelrod, H.R., Warren, E.B., Cliff, W.E.1995. Dr Axelrod’s. Mini Atlas of      Freshwater      Aquarium Fishes Mini Edition. 1995 edition. TFH   Publications Inc. United         States
Effendi, I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta.
FAO dan NACA. 2001. Asia Diagnostic Guide to Aquatic Animal Diseases.
Jasmanindar, Y. 2011. Prevalensi Parasit dan Penyakit Ikan Air Tawar yang   Dibudidayakan Di Kota/Kabupaten Kupang. Universitas Nusa        Cendana.         Kupang
Kurniastuty, dkk., 2004. Hama dan Penyakit Ikan Balai budidaya Laut Lampung.      Lampung.
Kordi. 2004. Pengaruh Bahan Kimia Pada Ikan. Mata Elang. Jogjakarta.
Pelczar, M.J., dan E.C.S. Chan, 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit      Universitas      Indonesia. Jakarta.
Rahayu, Imbang Dwi. 2013. The sensitivity of Staphylococcus aureus as Mastitis         Pathogen Bacteria Into Teat Dipping Antiseptic in Dairy Cows.       Universitas Muhammadiyah Malang
Sharma, Madhuri, A.B. Shrivastav, Y.P. Sahni and Govind Pandey. 2012.      Overviews       Of Treatment And Control Of Common Fish Diseases.             MPPCVV. India.




Komentar